TIMES SURABAYA, SURABAYA – Ketua DPRD Jawa Timur, Dr. H.M. Musyafak Rouf, tidak segan mengungkap berbagai masalah pelik yang dihadapi provinsi. Dalam sebuah podcast eksklusif dengan TIMES Indonesia, ia memaparkan serangkaian tantangan yang mengancam stabilitas dan masa depan Jawa Timur. Mulai dari isu judi online yang merusak generasi hingga ketidakadilan regulasi yang memicu krisis ekonomi, Musyafak menegaskan peran legislatif kini tak lagi sekadar membuat aturan, melainkan harus menjadi benteng terakhir bagi rakyat.
Musyafak memulai dengan menyoroti ancaman yang berasal dari dunia digital. Tanpa ragu, ia menyebut judi online dan pinjaman online (pinjol) sangat bahaya.
"Kedua hal ini memicu banyak kasus kriminal, bahkan bunuh diri. Komisi A DPRD Jatim pun sedang ngebut membuat Perda khusus untuk mengatur fenomena ini," ungkap Musyafak.
Selain itu, ia juga menyinggung masalah peredaran narkoba. Hal ini menunjukkan adanya masalah sistemik yang perlu segera dibenahi.
"Barang haram ini sulit banget masuk ke tahanan atau beredar di masyarakat kalau enggak ada permainan dari oknum aparat," tambahnya.
Jawa Timur kini berada dalam kondisi darurat ekonomi. Kebijakan impor beras dari pusat telah membuat petani lokal merugi karena harga jual anjlok. Musyafak menyerukan para pemimpin untuk menjadi pelayan rakyat, bukan juragan rakyat.
"Kalau pejabatnya bermental makelar, dia lebih mikir untung pribadi daripada nasib rakyat," tegasnya.
Selain itu, Jawa Timur juga menghadapi serangan gencar dari luar. Pabrik rokok ilegal dan serbuan barang impor bekas dari Tiongkok lolos pajak karena diakali oleh oknum Bea Cukai.
Musyafak mengeluhkan UMKM yang mati karena produk dari luar negeri bisa dijual sangat murah hingga mematikan industri lokal. Krisis ini diperparah dengan menurunnya daya beli masyarakat.
"Dulu setiap ke mal pasti beli, sekarang cuma jalan-jalan. Banyak 'Rojali' (rombongan jarang beli)," katanya, memberikan gambaran pahit realitas di lapangan. Ia juga mengkritik kebiasaan masyarakat yang terlalu bergantung pada bantuan pemerintah tanpa mau berjuang mandiri.
Komisi C DPRD Jatim sedang mengalami kesulitan. Pendapatan daerah anjlok hingga Rp4 triliun per tahun. Penyebabnya adalah kebijakan pusat yang menggratiskan pajak kendaraan bermotor berbasis listrik.
"Padahal potensi pajak mobil dulu Rp7 juta, sekarang cuma Rp100 ribu," ungkap Musyafak.
Ia melihat ini sebagai dilema. Di satu sisi, mobil listrik ramah lingkungan. Namun, di sisi lain, kebijakan ini mengancam kas daerah yang menjadi sumber pendanaan pembangunan. Musyafak meminta pemerintah pusat bertindak adil.
"Kalau mau pajak diturunin, balikin dong sumber daya alam kayak tambang ke daerah. Selama ini semua ditarik ke pusat!" tegasnya.
Komisi-komisi lain di DPRD Jatim juga tidak kalah sibuk. Komisi D fokus pada perbaikan jalan rusak, sementara Komisi E menangani masalah pendidikan dan kesehatan, termasuk tragedi robohnya pesantren dan keluhan pasien yang harus menempuh perjalanan jauh karena rumah sakit berkualitas hanya ada di kota besar.
"Tiga bulan sekali kita evaluasi. Kalau ada dana buat tanggul, harus dikeruk biar enggak banjir," katanya. Sikap ini menunjukkan urgensi tindakan nyata daripada sekadar wacana.
Musyafak menegaskan, DPRD tidak akan diam. Ia juga menyampaikan pesan yang mendalam. Kepada para legislator untuk kembali ke fungsi utama, yaitu membuat kemaslahatan umat. Untuk masyarakat, ia meminta agar tidak hanya memilih pemimpin karena uang, tetapi melihat rekam jejak dan integritasnya.
"Pilihlah pemimpin yang punya rekam jejak yang bermanfaat untuk masyarakat," tutupnya, memberikan harapan bahwa perubahan nyata akan datang dari pemimpin yang berani dan rakyat yang cerdas. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ketua DPRD Jatim Bongkar Skandal, Krisis Ekonomi, dan Perang Regulasi yang Mengancam
Pewarta | : Zisti Shinta Maharani |
Editor | : Deasy Mayasari |