TIMES SURABAYA, MALANG – Kebijakan sistem contraflow atau melawan arus khusus angkot ternyata tak disetujui oleh banyak pihak. Selain pengguna jalan lain yang keberatan, pakar transportasi pun juga memiliki pertimbangan atas ketidaksetujuannya oleh warga Kota Malang.
Kepala Lab Transportasi dan Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (UB) Malang, Ir. Hendi Bowoputro mengatakan, jika sistem contraflow tetap dilakukan, sama halnya mengembalikan kemacetan tersebut.
Padahal, kebijakan satu arah Kayutangan Heritage dan penataan kawasan Klojen tersebut bertujuan untuk mengurai kemacetan yang selama ini menghantui pengguna jalan.
"Kalau dengan adanya Contraflow, sekarang jalan malah tambah sempit. Apa bedanya sama dua arah, malah menambah kemacetan dan membahayakan pengendara lain," ujar Hendi, Rabu (22/2/2023).
Perlu diketahui, penerapan sistem Contraflow tersebut dijalankan Pemkot Malang usai adanya demo ratusan sopir angkot di depan Balai Kota Malang untuk menolak adanya skema satu arah.
Kebijakan tersebut dijalankan guna memenuhi keinginan ratusan sopir angkot yang tak mau jalurnya dirubah setelah ada uji coba satu arah di kawasan Jalan Basuki Rahmat, Jalan Semeru dan Jalan Kahuripan.
Menurut Hendi, alasan dari para sopir angkot yang menolak satu arah tersebut terlalu mengada-ngada. Sebab, jika dinilai memutar arah terlalu jauh hingga menghabiskan banyak bahan bakar, tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Alasannya mengada ada itu ya. Satu arah ini sudah dikaji dan mutar arah hanya sekitar 600 sampai 800 meter saja, tidak jauh," ungkapnya.
Bahkan, pemaksaan sistem contraflow yang diminta oleh para sopir angkot tersebut dinilai menyalahi aturan. Sebab, tak ada dukungan dari aparat yang berwenang.
"Itu mereka sudah menyalahi aturan dan membahayakan penumpang serta orang lain," tegasnya.
Hendi mengaku, sejak dulu penataan lalu lintas di Kota Malang memang selalu terhambat oleh angkot. Karena, menurutnya para sopir angkot tersebut tak mau berempati dengan kondisi yang ada yang sedang diupayakan untuk terurai.
"Memang dari dulu rekayasa lalu lintas di Kota Malang itu terhambat oleh angkot. Mereka gak mau berempati dengan kondisi yang ada," tuturnya.
Sementara, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra mengaku pemberlakuan sistem Contraflow tersebut dijalankan hanya untuk memberikan fasilitas atas aspirasi daripada sopir angkot.
Sejalan dengan itu, tentu pengkajian dan analisis juga dilakukan sembari membahas bersama Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (FLLAJ).
"Contraflow ini isidentil. Kita lakukan atas perintah pimpinan dengan kemampuan yang ada. Kenyataannya dilapangan, sopir di jalan di marahi pengguna jalan lain, karena dimungkinkan terjadi kecelakaan," jelasnya.
Apalagi, lanjut Widjaja, pembahasan Contraflow yang mendadak usai adanya demo penolakan juga tak direspon baik oleh para perwakilan sopir angkot.
Dua kali melakukan pembahasan, hanya satu perwakilan sopir angkot saja yang datang dan disitu terjadi deadlock.
"Sulit untuk dilakukan (Contraflow). Tenaga ahli di bidang transportasi saja tidak bisa merekomendasikan Contraflow, begitu juga dari Polresta Malang Kota," katanya.
Oleh sebab itu, FLLAJ terus melakukan analisa dan kajian selama penerapan terus diberlakukan. Bahkan, kenyataan dilapangan kini hanya sedikit sopir angkot yang tetap meminta melawan arus dan sebagian ketakutan karena memang berbahaya.
"Kami layani, kita bukakan bariernya, tapi resiko tanggung sendiri," tandasnya.(*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |