TIMES SURABAYA, SURABAYA – Pemerintah Kota atau Pemkot Surabaya mengambil langkah serius untuk memberantas bullying atau perundungan yang merusak psikologis anak. Bukan lagi sebatas sosialisasi, pemkot kini bersiap mencetak para siswa pilihan untuk menjadi fasilitator dan agen perubahan langsung di lingkungan sekolah mereka.
Strategi baru ini difokuskan untuk memastikan sekolah benar-benar menjadi ruang yang aman dan positif, jauh dari ancaman perundungan.
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya, Yusuf Masruh, mengungkapkan bahwa langkah terobosan ini akan dimulai dalam waktu dekat.
"Setelah Ujian Tengah Semester (UTS) dan menjelang liburan, kami berencana mengumpulkan perwakilan siswa seperti pengurus OSIS, Organisasi Pelajar Surabaya (Orpes), dan tim pemantau," jelas Yusuf, Jumat (14/11/2025).
Ratusan siswa terpilih ini tidak hanya akan dikumpulkan, tetapi akan dibekali secara intensif. Tujuannya, kata Yusuf, adalah agar mereka dapat menjadi fasilitator di sekolah masing-masing.
"Materi utamanya mencakup perilaku digital yang sehat, pentingnya toleransi, gotong royong, dan pemahaman mendalam tentang 10 prinsip hak anak," tambahnya.
Perang melawan bullying ini, menurut Yusuf, tidak bisa hanya dibebankan kepada guru Bimbingan dan Konseling (BK). Dispendik Surabaya telah menginstruksikan seluruh jajaran sekolah untuk meningkatkan pengawasan dan yang terpenting empati.
"Kami menekankan pentingnya membangun empati pada seluruh elemen guru, bukan hanya guru BK," tegasnya.
Guru diminta untuk lebih proaktif dan peka terhadap perubahan psikologis siswa. Jika terdeteksi perubahan perilaku, guru bisa segera mendekati siswa tersebut.
Sikap diam bisa mengindikasikan kondisi tertentu, mulai dari sakit hingga tekanan atau bullying dari teman sebaya yang harus diatasi agar masalah tidak berlarut-larut.
"Guru tidak hanya mengajar. Mereka harus proaktif mendekati anak yang menunjukkan perubahan perilaku, seperti tiba-tiba menjadi pendiam atau tertutup. Ini bisa jadi indikasi masalah yang perlu segera ditangani," paparnya.
Di tingkat sekolah, langkah konkret pencegahan akan melibatkan Tim Penanganan dan Pencegahan Kekerasan (TPPK). Tim ini didorong untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih cair antar-siswa, salah satunya melalui kegiatan saling mencurahkan isi hati atau curhat.
"Kami yakin metode curhat antar teman sebaya ini jauh lebih efektif dalam mendeteksi dan menyelesaikan masalah lebih cepat," ujarnya.
Pemkot Surabaya sadar bahwa ancaman bullying tidak hanya terjadi di dunia nyata, tetapi juga merambah ke dunia maya atau cyberbullying. Untuk itu, kolaborasi lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) menjadi kuncinya.
Dispendik juga bersinergi dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) untuk mengatasi isu-isu terkait dunia maya.
"Pelarangan total (akses internet) itu tidak realistis, tapi pendekatan yang lebih humanis adalah pendampingan, agar anak-anak paham kapan waktu yang tepat dan konten apa yang aman,” terangnya.
Sementara itu, jika insiden bullying terlanjur terjadi, penanganan kasus dan pemulihan korban akan disinergikan dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3AP2KB) yang memiliki konselor ahli.
“Sinergi ini, termasuk kerja sama dengan instansi lintas sektor seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Densus, diharapkan dapat memberikan perlindungan terbaik bagi anak-anak,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ini Langkah Serius Pemkot Surabaya Berantas Bullying
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Deasy Mayasari |