TIMES SURABAYA, SURABAYA –  Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama DPRD Jatim secara resmi menghapus anggaran perjalanan dinas luar negeri senilai Rp19 miliar dari Rancangan Perubahan APBD 2025.

Alokasi dana yang dihemat tersebut akan dialihkan untuk program beasiswa, bantuan sosial, dan pemulihan dampak kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu.

Abdullah Abu Bakar, Juru Bicara Badan Anggaran (Banggar) menyatakan bahwa pengalihan anggaran ini merupakan langkah responsif untuk memprioritaskan kepentingan masyarakat. 

"Banggar meminta kepada TAPD untuk hasil penambahan pendapatan daerah serta hasil pergeseran anggaran PDLN yang sudah dihapus, dan Pokir yang pasti tidak dapat direalisasikan dalam tahun 2025 agar digunakan pada kegiatan yang memang dibutuhkan masyarakat," tegasnya, Kamis (4/9/2025).

Abdullah menjelaskan bahwa alokasi baru akan difokuskan pada beberapa program prioritas. Untuk bidang pendidikan, Banggar mendorong peningkatan beasiswa menjadi Rp1 juta per penerima dengan target hingga 50.000 siswa, serta penguatan program pelatihan untuk perangkat desa dan kepala desa dalam kapasitas paralegal dan pengelolaan koperasi.

Di sektor sosial, anggaran akan dialokasikan untuk bantuan sosial sembako dan pasar murah melalui organisasi perangkat daerah terkait. 

"Jika bansos tersebut tidak terencana, akan dilakukan kajian terlebih dahulu, apakah memungkinkan dilakukan pada triwulan terakhir 2025," jelas Abdullah.

Menyikapi dampak kerusuhan terkini, Banggar juga mengalokasikan dana untuk program tanggap darurat. 

"Terkait dengan dampak gejolak sosial, maka agar segera disiapkan penganggaran untuk pelaksanaan kegiatan berorientasi tanggap darurat, khususnya pemulihan sarpras dan pengamanan trantibum," pungkas Abdullah.

Tidak ketinggalan, dunia seni dan budaya juga mendapat perhatian melalui alokasi untuk pertunjukan seni sebagai apresiasi terhadap perjuangan seniman. 

Abdullah menyatakan, seluruh kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk mengutamakan kepentingan masyarakat dan kondisi darurat daripada kegiatan yang dinilai kurang prioritas. (*)