TIMES SURABAYA, SURABAYA – Masjid Peneleh atau Masjid Jami Peneleh adalah salah satu masjid tertua di Surabaya. Masjid ini bisa dikatakan sebagai bagian dari perjalalanan bangsa.
Ketua takmir Masjid Jami Peneleh, Sofyan mengatakan bahwa Masjid Peneleh tak lepas dari perjalanan bangsa Indonesia karena letaknya yang dekat dengan rumah HOS Tjokroaminoto sebagai pendiri Sarekat Islam, yang berada di samping gang masjid tersebut dan didirkan sekitar tahun 1400an silam.
"Masjid ini lebih tua daripada Ampel. Itu dulunya kedukuhan, desa," ujar Sofyan.
Sofyan mengatakan bahwa dulu sebelum Raden Rahmat atau yang biasa dikenal dengan Sunan Ampel mendirikan Masjid Ampel, Sunan Ampel terlebih dahulu mendirikan masjid di Kembang Kuning Surabaya kemudian mendirikan Masjid di Peneleh dan yang terakhir di Ampel.
"Sebelum Raden Rahmatullah ke sana (Ampel) disini dulu. Disini dulu sudah ada kehidupan. Beliau tahu disini ada komunitas muslim. Ada komunitas Hindu, animisme, dinamisme. Ada prasasti Mbah Cempo," jelasnya.
Masjid Peneleh dibangun sekitar tahun 1400an. Namun Sofyan menegaskan ia tidak memiliki literatur tentang sejarah masjid Peneleh.
Meski usianya lebih lama dari Masjid Ampel, Masjid Ampel lebih banyak dikenal orang ketimbang Masjid Peneleh. Hal ini kata Sofyan karena di Ampel terdapat makam kanjeng Sunan Ampel.
Lebih jauh Sofyan menjelaskan, Masjid Peneleh menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia. Masjid tersebut bahkan menjadi tempat diskusi perjuangan.
"Tempat diskusi perjuangan, terutama kaum Nahdliyyin, NU. Disini pusat pengamanan dan pergolakan santri," terangnya.
Tokoh NU yang menjadi baguan dari Masjid Peneleh adalah KH Thohir, KH Dahlan Basyuni, kyai Zahir Ghufron dan tokoh-tokoh lain.
Sofyan mengatakan bahwa sekitar tahun 1984 Masjid Peneleh memiliki 2 lantai. Lantai 2 digunakan untuk pesantren. Bahkan uniknya, di luar masjid memiliki sebuah alat bernama Bentjet, yang merupakan sebuah alat jam matahari mirip kompas, kegunaannya adalah untuk melihat waktu sholat. (*)
Pewarta | : Khusnul Hasana (MG-242) |
Editor | : Deasy Mayasari |