TIMES SURABAYA, MALANG – Sebuah berita yang dimuat Washington Post memaparkan kejadian dan analisa dari pakar luar negeri mengenai Tragedi Stadion Kanjuruhan serta pemicu kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang. Analis menganggap tembakan gas air mata lah yang menjadi penyebab kerusuhan tersebut.
Insiden ini diketahui menyita 131 korban jiwa serta 466 lainnya luka-luka. Dalam penjabarannya surat kabar yang berpusat di AS tersebut menjelaskan bahwa terdapat setidaknya 40 tembakan termasuk tembakan gas air mata, tembakan kosong, serta flares dengan masing-masing jarak tembakan 10 menit.
Surat kabar ini kemudian mengambil kesimpulan dari sekitar 100 video kejadian di kanjuruhan yang beredar di internet. Beberapa foto kejadian, hasil wawancara dengan 11 korban yang selamat, dan menganalisa kendali keramaian serta tanggapan beberapa perwakilan HAM.
Hasilnya, surat kabar tersebut menyimpulkan bahwa gas air mata menjadi biang kepanikan yang terjadi dalam stadiun tersebut. Tembakan yang diarahkan menuju ke tribun penonton menjadi penyebab para penonton lari tunggang langgang menyelamatkan diri dan bergerombol menuju pintu gerbang yang masih tertutup.
Sementara itu, Clifford Stott, seorang profesor yang mempelajari kebijakan fan olahraga di Universitas Keele Inggris juga memberikan tanggapan yang serupa saat diberikan video yang sama oleh surat kabar tersebut. Dirinya mengatakan bahwa tindakan polisi disokong dengan buruknya manajemen stadion menjadi pemicu utamanya.
Menurutnya, penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh polisi cukup berlebihan. Hal ini mengingat banyaknya pintu stadiun yang tertutup dan banyaknya penonton kala itu. Hal tersebut akan mengganggu mobilitas penonton untuk keluar dari stadiiun sesegera mungkin.
"Untuk menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat banyak pintu gerbang banyak yang terkunci hanya akan menuntun pada kefatalan yang tak terhingga, dan hal itu benar-benar terjadi," ungkap Stott.
Gambaran pagar-pagar baja yang melengkung akibat tekanan juga menjadi perhatian Stott. Pagar-pagar tersebut terlihat melengkung akibat menahan beban penonton yang terus mendorong dan menerjang gerbang.
"Aku juga melihat di banyak video terdapat gerbang yang terbuat dari baja berat yang melengkung akibat tekanan. Gerbang tersebut hanya akan melengkung jika terkunci rapat," ungkap Stott.
Dirinya juga mengungkap bahwa pintu keluar yang terbuka merupakan hasil susah payah para penonton yang sebelumnya sudah pingsan atau meninggal dan jasadnya tergeletak di tanah sebelum pintu gerbang tersebut. Bahkan sempat terlihat tumpukan 20 orang menumpuk saling tertindih tanpa nyawa di depan gerbang yang terbuka.
Stott juga menggarisbawahi pengakuan para korban yang panik setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah mereka. Hal ini mendukung pernyataan Washington Post yang menyatakan gas air matamenjadi penyebab utama kepanikan yang ada di Stadion Kanjuruhan Malang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pakar Luar Negeri: Gas Air Mata Menjadi Pemicu Kepanikan Stadion Kanjuruhan
Pewarta | : |
Editor | : Khodijah Siti |