TIMES SURABAYA, SURABAYA – Dalam momen Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-732, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi membeberkan berbagai capaian prestisius yang diraih Kota Pahlawan. Meski begitu, dirinya juga tak segan untuk mengungkap tantangan besar yang masih harus dihadapi.
Di antaranya, penanganan banjir yang mayoritas berada di perkampungan membutuhkan anggaran Rp9,6 triliun untuk 3.764 usulan pekerjaan. Anggaran pendidikan tetap di atas 20 persen atau Rp2,5 triliun, dan penyediaan fasilitas rumah sakit di Surabaya Utara dan Selatan menjadi prioritas.
“Perbaikan 8.176 unit rumah tidak layak huni membutuhkan Rp286 miliar, dan pembangunan infrastruktur jalan, termasuk JLLB, JLLT, underpass dan flyover Taman Pelangi, serta peningkatan kualitas jalan di 64 ruas kota dan 2.998 skala kampung, membutuhkan Rp10,6 triliun,” ungkap Eri, Sabtu (31/5/2025).
Selanjutnya, kebutuhan akan penerangan jalan umum di 5.740 lokasi, perbaikan 171 balai RW, penambahan 10 SMP dan 4 SD baru hingga 2030, serta investasi Rp2,7 triliun untuk sektor kesehatan. Beasiswa sarjana untuk 3.600 anak muda dari keluarga miskin dan pra-miskin membutuhkan Rp55 miliar, dan pengentasan 68.243 jiwa keluarga miskin serta 292.601 jiwa keluarga pra-miskin membutuhkan Rp1,551 triliun.
Selain itu, insentif bagi para pelayan publik seperti tenaga kontrak, RT, RW, LPMK, penggali makam, guru agama, KSH, modin/perawat jenazah, veteran, dan pengurus rumah ibadah akan dialokasikan sebesar Rp1,4 triliun per tahun. Revitalisasi Taman Harmoni juga diharapkan dapat membuka peluang kerja dan menggerakkan UMKM di sekitarnya.
“Berbagai program pembangunan lainnya seperti untuk UMKM, ketahanan pangan, pariwisata, olahraga, dan kesenian, akan terus dikembangkan demi mewujudkan Surabaya yang Tumbuh Semakin Kuat dan berdaya saing,” bebernya.
Maka dari itu, dalam membangun Kota Surabaya lebih baik ke depannya, Wali Kota Eri mengajak seluruh elemen masyarakat untuk meningkatkan layanan publik, fasilitas umum, hingga pungutan liar.
Ia menilai, tolok ukur kepuasan layanan publik masyarakat tidak hanya diukur dari kebijakan yang diterapkan oleh pemkot, akan tetapi juga di ukur dari kebersamaan dan keguyub kerukunan warganya.
“Kalau yang bergerak itu hanya wali kotanya, lalu wali kotanya terkenal, tapi kepuasan masyarakat terhadap Pemkot Surabaya itu jelek, maka itu adalah kegagalan kita. Tapi kalau berimbang antara kepuasan masyarakat dengan pemerintahnya, dan wali kotanya, maka alhamdulillah sistem pemerintahan ini berjalan,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |