Berita

Mengenal Kanjeng Min, Bupati Pacitan yang Makamnya di Puncak Gunung

Minggu, 25 September 2022 - 12:03
Mengenal Kanjeng Min, Bupati Pacitan yang Makamnya di Puncak Gunung Kanjeng Min dimakamkan di puncak Giri Purno Desa Widoro Pacitan. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES SURABAYA, PACITAN – Berbicara sejarah, kali ini penulis kembali mengajak pembaca untuk mengenal Kanjeng Min, Bupati Pacitan, Jawa Timur yang makamnya berada di puncak gunung. 

Kanjeng Min atau Raden Imam Moekmin Marto Hadiwinoto bergelar Kanjeng Raden Tumenggung merupakan putra seorang bangsawan, yakni Marto Hadinegoro yang menjabat sebagai Bupati Pacitan tahun 1879 sampai 1906 silam. 

Kanjeng-Min-b.jpgBagian dalam makam Kanjeng Min bersama sang istri. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia) 

Menurut juru kunci makam, Triyono (42), Kanjeng Min adalah ulama besar penyebar Islam sekaligus sosok pemimpin di masanya. Bahkan ketokohannya diabadikan dalam sebuah tulisan Arab pada papan kayu lengkap urutan masa menjabatnya. 

"Sampai sekarang tulisannya masih ada di atas pintu pusara makam. Di situ berbunyi 'Ini tempat persemayaman tuan Hadi Negoro imam besar di Kabupaten Pacitan ke-3 bersama istrinya," katanya saat ditemui TIMES Indonesia, Minggu (25/9/2022). 

Di sisi kiri papan tersebut, Triyono melanjutkan, juga menjelaskan tentang nama tempat yang dijadikan pemakaman terakhir Kanjeng Min dan disebut 'Giri Purno'. "Beliau wafat dan disemayamkan pada, Rabu (16 Dzulhijah 1351 Hijriyah) penanggalan berdasarkan hijrahnya Nabi Muhammad SAW," terangnya. 

Ditanya alasan mengenai keberadaan makam Kanjeng Min di puncak gunung sampai sekarang masih menjadi misteri. Warga setempat hanya menyebut dengan makam keramat. Konon Giri Purno yang berada di Desa Widoro, Kecamatan Pacitan itu menjadi pemukiman sebelum tergerus roda zaman. 

"Tidak ada yang tahu kenapa dimakamkan di puncak gunung, apalagi soal kekeramatannya. Saya sendiri juga bertanya-tanya," ujar pria yang mengaku asli Desa Gayuhan, Arjosari ini. 

Kanjeng-Min-c.jpgJuru kunci makam, Triyono menunjukkan foto jadul Kanjeng Min yang di kediamannya. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

Giri Purno Diklaim Sebagai Makam Tertinggi di Pacitan. 

Ada yang menarik alasan Kanjeng Min dimakamkan di puncak gunung.

Dalam buku Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia karya Hasan Muarif Ambary dijelaskan, tanda kedatangan Islam di Jawa bisa dibuktikan dengan adanya makam-makam yang tersebar, misalnya di wilayah Leran, Gresik, atau sebelah barat Surabaya. Salah satu batu nisan dalam komplek tersebut berangka tahun 475 Hijriah atau sekitar 1082 Masehi.

Hal ini ada aspek kesinambungan dalam tata cara pemakaman khususnya di Jawa menggunakan gunung atau bukit sebagai tempat yang suci. Bahkan, tradisi yang dipercaya sudah ada sejak masa pra-Islam ini kemudian diwariskan secara turun-temurun dan berlanjut hingga sekarang.

Tak heran jika ulama seperti Kanjeng Min dimakamkan di puncak Giri Purno yang merupakan wilayah dakwahnya dalam menyebarkan ajaran Islam. Banyak para wali di Nusantara yang serupa. 

Untuk bisa ke sana peziarah harus melewati jalan setapak penuh alang-alang dengan jarak tempuh sekitar 1 kilometer dan bermedan sangat ekstrem. Meski termasuk menjadi bagian sejarah Pacitan, sampai sekarang belum tersentuh pembangunan. Sedangkan dari sisi bangunannya sudah lapuk dimakan usia. Nyaris tak terawat. 

Kendati demikian, dengan jarak tempuh dan kesulitan akses menuju makam Kanjeng Min, setidaknya ada hikmah yang bisa dipetik pelajaran berharga. 

"Hikmah yang bisa diambil, untuk menuju puncak tertinggi dalam hidup butuh usaha yang kuat. Selama menyapu area makam, alhamdulillah ada kebahagiaan tersendiri. Rasanya hilang semua beban hidup. Intinya semua harus dilandasi keikhlasan," ungkap Triyono. 

Hingga saat ini, makam Kanjeng Min menjadi jujukan para peziarah dari berbagai daerah selain Jawa Timur seperti Klaten, Yogyakarta, Surakarta dan Batang, Jawa tengah. 

"Biasanya ada yang datang langsung ke lokasi tanpa menemui juru kunci. Itu sah-sah saja. Soalnya kalau peziarah ingin masuk ke dalam pusara, kuncinya saya bawa," ucap Triyono saat ditemui di kediamannya. 

Kini yang tersisa dari peninggalan Kanjeng Min hanyalah meja kayu dan jagrak tempat menaruh pusaka tombak. "Sekarang barangnya di Yogyakarta. Tahun 2006 masih ada kursi goyangnya, sekarang sudah tidak ada entah kemana," jelasnya. 

Sebagai informasi, Raden Imam Moekmin (Kanjeng Min) lahir pada Sabtu Pon, 7 Mei 1859 putra kedua dari istri ke tiga Kanjeng Raden Adipati Marto Hadinegoro. Sejak menjabat sebagai Kumitir Kopi di Punung pada tahun 1873 berganti nama menjadi Raden Marto Hadiwinoto. Setelah bekerja selama 14 bulan, naik jabatan menjadi Mantri Kabupaten Pacitan. 

1874 menjadi Asisten Wedana atau Camat di Nawangan. Puncak karir dalam pemerintahannya, Kanjeng Min menjabat sebagai Bupati Pacitan pada tahun 1879 hingga wafatnya, yakni Sabtu Wage, 27 Februari 1904 usai salat ashar dan makammya berada di puncak gunung. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.