https://surabaya.times.co.id/
Berita

Teknologi Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Parkinson

Rabu, 24 April 2024 - 13:26
Teknologi Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Parkinson Dokter ahli saraf di National Hospital, Dr dr Achmad Fahmi SpBS(K)SubspNF FINPS IFAANS menunjukkan alat DBS bagi penderita parkinson, Rabu (24/4/2024). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Dunia tengah memperingati Bulan Parkinson pada April ini. Momentum bagi para penderita untuk meningkatkan kualitas hidup mereka menjadi semakin bermakna.

Parkinsons merupakan suatu kerusakan system saraf pusat penghasil dopamine di otak atau kelainan gerak (movement disorders) yang bersifat menahun dan progresif. 

Penyebab dari penyakit parkinson ini masih belum diketahui secara pasti sejak ditemukan dua abad silam oleh James Parkinson, salah seorang dokter dari London, Inggris. 

Ia mendeskripsikan parkinson sebagai penyakit dengan gejala gangguan gerak. 

Hingga saat ini, parkinson termasuk penyakit neurodegenerative terbanyak kedua setelah alzheimer. Parkinson juga berpotensi menyebabkan disabilitas hingga meningkat risiko kematian pada penderitanya. 

Ada empat gejala mayor parkinson yang disingkat TRAP. Yaitu Tremor (getar) dengan kategori high amplitudo low frequency, Ridigity (kekakuan), Akinesia (kelambatan) dan Postural Instability (gangguan keseimbangan postural). 

Sementara gejala minornya adalah gangguan penciuman, gangguan tidur, gangguan saat berjalan dan kesulitan berbicara maupun menulis. 

Lagi-lagi, faktor penyebab parkinson sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Kendati sejumlah teori muncul ke permukaan. Mulai dari akibat benturan pada kepala, zat kimia yang masuk ke dalam tubuh, faktor genetika atau hal lain yang masih dalam penelitian.

"Parkinson sampai saat ini belum bisa disembuhkan," terang dokter ahli saraf di National Hospital, Dr dr Achmad Fahmi SpBS(K)SubspNF FINPS IFAANS, Rabu (24/4/2024).

Negara dengan tingkat harapan hidup tinggi seperti di Indonesia disebut paling banyak menyumbang penderita parkinson.

Itu karena parkinson biasa diderita ketika orang berusia di atas 55 tahun atau usia lanjut. Biasanya 4,2 persen setiap 100 ribu penduduk per tahun. Dokter Fahmi mengatakan pernah juga merawat pasien muda usia 30 tahun. 

Sedangkan berdasarkan data National Hospital, dalam rentang waktu 1990-2015 ada peningkatan dua kali lipat jumlah penderita parkinson di dunia. Angkanya menyentuh 6,5 juta penderita pada 2015 lalu di dunia. 

Diproyeksikan, penderita Parkinson bakal menggemuk hingga 14 juta pasien pada 2040 mendatang. 

"Semakin tinggi harapan hidup di suatu negara, maka semakin tinggi pula insiden penyakit parkinson di negara tersebut," jelasnya.

Secara mekanisme, penyakit parkinson muncul akibat dari adanya kerusakan sel saraf substantia nigra penghasil zat dopamine pada otak. 

Namun demikian, tidak semua tremor yang muncul pada seseorang adalah parkinson. Dokter akan mendiagnosis terlebih dahulu.

"Seringkali pasien yang datang ke saya khawatir parkinson karena tremor. Ada juga yang habis minum kopi gemetar, mau ujian, gemetar. Itu belum tentu penyakit," tandasnya. 

Jika pasien mengalami gejala gemetar karena penyebab-penyebab di atas, disebut tremor fisiologis. Namun berbeda jika kondisi gemetar disertai kekakuan, lambat, maka disebut tremor patologis.

"Kita tidak langsung menyimpulkan parkinson, makanya ada kekakuan kelambatan diperiksa, belum tentu itu penyakit. Bisa jadi itu suatu fisiologis saja. Kalau sudah diperiksa, nanti dilihat lagi di MRI kemungkinan ini bukan parkinson murni atau parkinson yang lain," kata Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ini. 

Dokter Fahmi menyatakan, dirinya tidak mudah memberikan obat kepada penderita tremor ringan atau jika gejala masih dini.

Tetapi bagi pasien terdiagnosis parkinson, dokter akan melakukan penanganan lebih lanjut berupa pemberian obat-obatan hingga operasi. 

Diketahui, operasi penanganan pada penyakit parkinson yang diakui di seluruh dunia saat ini melalui pemberian atau konsumsi obat-obatan hingga tindakan operasi Deep Brain Stimulation (DBS) dan Stereotaktik Brain Lesion (SBL). 

Meskipun parkinson tidak bisa disembuhkan, tapi obat maupun operasi dan penggunaan teknologi DBS mampu memperpanjang tingkat kualitas hidup penderitanya.

"Tujuannya improve quality of life, bukan menyembuhkan parkinson. Salah satu upaya untuk penyembuhan adalah penelitian seperti stem cell tapi sampai sekarang masih dalam taraf riset. Mudah-mudahan ke depan kita bisa menemukan apa yang bisa menyembuhkan parkinson," terangnya.

Selain itu, dokter juga akan menyarankan penderita parkinson selalu berpikir positif dan selalu bahagia.

"Karena dengan pasien happy, obat dan DBS mampu bekerja dengan baik," kata dokter pertama yang melakukan operasi parkinson di Indonesia itu.

Dokter Fahmi yang berpraktek di National Hospital ini menambahkan, telah memasang DBS pada 141 pasien dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Tahun ini menjadi momen 10 tahun National Hospital melakukan tindakan operasi tersebut.

Teknologi Bantu Penderita

Bermula pada 2014 silam. National Hospital sebagai rumah sakit pertama di Indonesia yang di inisiasi oleh Dr dr Achmad Fahmi SpBS(K)FINPS FAANS sebagai dokter pertama yang melakukan tindakan operasi pemasangan DBS di Indonesia. 

Dokter-ahli-saraf-2.jpgAlat Deep Brain Stimulation (DBS) mampu memperpanjang kualitas hidup penderita parkinson, Rabu (24/4/2024). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

NH mengajak Medtronic untuk menghadirkan alat DBS agar tersedia dan dapat digunakan oleh pasien-pasien parkinson. 

Pasien pertama yang diimplan dengan neurostimulator non-rechargeable ACTIVA PC menunjukkan hasil sangat memuaskan. Mencerminkan efektivitas dan keamanan teknologi yang digunakan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.

Memasuki tahun 2023 kemarin, Medtronic juga meluncurkan teknologi terdepan di dunia, BrainSense Technology, yang memungkinkan deteksi aktivitas otak secara real-time. 

Teknologi ini merupakan revolusi dalam pengobatan DBS karena memungkinkan para dokter untuk memberikan stimulasi yang lebih akurat dan efektif, sehingga menghasilkan outcome yang lebih baik untuk pasien. 

BrainSense Technology disebut menjanjikan era baru dalam personalisasi perawatan medis, di mana stimulasi disesuaikan secara spesifik sesuai dengan kebutuhan unik setiap individu, berdasarkan data aktivitas otak mereka.

"Inovasi ini memperkuat posisi kami sebagai pemimpin dalam terapi neurostimulasi dan menegaskan komitmen kami terhadap peningkatan kualitas hidup pasien," kata Fitria Decyana selaku Direktur Medtronic Indonesia.

Pihaknya juga merasa terhormat dengan pencapaian yang telah dilakukan bersama Rumah Sakit Nasional selama satu dekade terakhir. 

"Kami bersemangat untuk melanjutkan perjalanan ini, membawa harapan baru kepada banyak pasien di seluruh Indonesia," ungkapnya. 

Tahun 2024 ini menandakan kerja sama 10 tahun antara National Hospital dan DBS Medtronic dalam memberikan pelayanan kepada pasien parkinson di Indonesia. 

CEO National Hospital Ang Hoey Tiong menuturkan, saat ini lebih dari 141 pasien parkinson yang berhasil dilakukan pemasangan DBS di Indonesia.

Dia berharap momen 10 tahun ini menjadi pengingat bersama jika fasilitas kesehatan di Indonesia ini tidak kalah dengan luar negeri. 

"Penanganan parkinson terpadu bisa dilakukan di dalam negeri di National Hospital, kami ada National Hospital Neuroscience Center," terang Ang Hoey Tiong. 

CIO National Hospital Alexander Ang menambahkan, National Hospital memiliki banyak Center of Excellence. 

Kehadiran Center of Excellence itu dinilai sebagai bentuk upaya National Hospital untuk menyediakan layanan kesehatan yang prima dan terpadu. 

“Di National Hospital Neuroscience Center itu ada layanan epilepsy, tumor otak, aneurisma, hingga spine. Kami juga ada layanan terpadu untuk permasalahan Gastro and Liver," paparnya. (*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.