https://surabaya.times.co.id/
Hukum dan Kriminal

WNI Menang Gugatan Class Action Senilai AUD 27,5 miliar, Ken Cush & Associates Australia Distribusikan Kompensasi

Jumat, 19 Januari 2024 - 15:44
WNI Menang Gugatan Class Action Senilai AUD 27,5 miliar, Ken Cush & Associates Australia Distribusikan Kompensasi Ali Yasmin dirangkul Collin bersama Ken Cush & Associate Australia yang saat ini sedang mencari kelompok class action untuk mendistribusikan kompensasi dari Pemerintah Australia. (Foto: Susi/TIMES Indonesia)

TIMES SURABAYA, DENPASAR – Bertahun-tahun berjuang mencari keadilan dan tanpa bantuan sedikitpun dari Pemerintah Indonesia, WNI asal Nusa Tenggara Timur, Ali Yasmin (28) akhirnya memenangkan gugatan class action di Pengadilan Federal Australia untuk anak-anak Indonesia.

Pemerintah Australia memberikan ganti rugi senilai AUD 27,5 miliar lebih kepada WNI yang masih berstatus anak di bawah umur yang dijebloskan ke penjara dewasa di Australia. Pengadilan Federal Australia memenangkan gugatan class action yang dilayangkan Ali Yasmin pada 22 Desember 2023 lalu.

Ironisnya, perjuangan Ali Yasmin sejak dibebaskan tahun 2012 silam tidak mendapat perhatian dari Pemerintah maupun para petinggi partai yang selama ini sempat dimintai tolong oleh pria yang kini sudah berusia 28 tahun.

Justru, perjuangan Ali Yasmin didampingi Colin Singer, pemerhati keadilan di Australia yang kemudian dibantu Ken Cush & Associetes melayangkan gugatan ganti rugi akibat kesalahan Pemerintah Australia menghukum anak-anak yang masih di bawah umur di penjara dewasa.

Setelah bebas, Ali melaporkan kasus tersebut ke Komisi Hak Asasi Manusia Australia atas dugaan pelanggaran HAM sekaligus berjuang mendapatkan kompensasi.

Saat ini, disampaikan Caitlin O'Brien, salah satu Pengacara Senior di Ken Cush & Associates, yaitu sebuah firma hukum di Australia yang mewakili Ali Yasmin, mengatakan sejak hukuman Yasmin dibatalkan, firmanya telah membatalkan 7 hukuman lagi untuk anak laki-laki Indonesia lain yang berasal dari Pulau Alor, Rote dan Wakatobi.

"Dalam semua kasus di atas ditemukan bahwa semuanya masih merupakan anak-anak dan telah terjadi ketidakadilan terhadap mereka," jabarnya dalam konferensi pers yang digelar di Hotel Four Points Kuta, Jumat (19/1/2024).

Pada tanggal 22 Desember 2023, Pengadilan Federal Australia memutuskan untuk memberikan uang sebesar $27,5 juta dollar Australia sebagai kompensasi bagi anak-anak Indonesia yang ditahan secara tidak sah di tahanan imigrasi dan dipenjara sebagai orang dewasa.

"Pengadilan melihat jumlah uang tersebut sebagai jumlah yang adil dan layak untuk diberikan kepada anggota class action, " jelasnya.

Pengadilan kemudian menunjuk Mark Barrow dari Ken Cush & Associates, untuk mengelola skema distribusi kompensasi tersebut kepada anggota kelompok class action dalam kurun waktu 12 bulan.

Pengelola dana Kompensasi (Administrator) Mr Barrow, Pengacara Caitlin O'Brien dari Ken Cush & Associates, penerjemah Toni Kopong bersama timnya telah mengunjungi Kupang, Pulau Rote dan Alor dalam tiga bulan terakhir untuk memproses kompensasi para anggota kelompok.

Ken Cush & Associates saat ini mewakili lebih dari 100 anggota grup dan telah bertemu dengan 80 anggota grup dari seluruh Indonesia.

"Estimasi jumlah anggota kelompok menurut Pengadilan Federal Australia adalah 240 orang," urainya.

Karena proses kompensasi akan berlangsung selama 12 bulan, maka setiap anggota kelompok class action harus menghubungi Pengurus untuk mendapatkan bantuan melalui nomor WhatsApp 61 420 808 466.

Selain itu, bisa menghubungi salah satu stafnya atas nama Syarif dengan nomor WA 081 246 304 143, atau Munir dengan nomor WA 082 236 108 261.

Ali Yasmin secara pribadi mengisahkan bahwa masa anak-anaknya dilalui dengan penuh ketakutan di sel penjara dewasa di Australia usai dirinya tergiur dengan tawaran pekerjaan sebagai ABK Kapal pada tahun 2010 silam.

"Saat itu saya berusia 13 tahun dan mengenal seseorang yang sudah saya anggap paman di sebuah masjid di NTT," katanya memulai kisahnya.

Tawaran gaji besar dengan menjadi Chef di Kapal yang konon berlayar antar pulau di Indonesia untuk mengirimkan barang rupanya hanyalah tipuan belaka.

Faktanya, Ali Yasmin dan ke empat kawannya yang menjadi ABK dan Nahkoda Kapal justru dijadikan kapal pengangkut para pencari suaka dengan tujuan Australia di daerah Pangandaran Jawa Barat.

"Karena memasuki Australia dengan perahu yang mengangkut pencari suaka, saya dan para ABK ditahan oleh pihak berwenang Australia dan mereka menggunakan metode rontgen pergelangan tangan untuk memprediksi usia kronologis kami. Saat itu, saya dianggap berbohong dan mereka memalsukan tanggal lahir saya dengan menyatakan bahwa saya berusia 19 tahun," tuturnya.

Meski masih anak-anak dan memiliki akta kelahiran, Polisi Federal Australia tetap mendakwa dia menggunakan tanggal lahir palsu di pengadilan untuk orang dewasa pada bulan Maret 2010.

Polisi Indonesia telah mengirimkan salinan sah akta kelahiran Ali Yasmin ke Polisi Federal Australia pada tanggal 12 Oktober 2010 dan Ali Yasmin berusia 14 tahun pada bulan Desember 2010 ketika ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara sebagai orang dewasa.

Kebijakan pemerintah dan polisi Australia adalah bahwa anak-anak yang ditemukan di kapal-kapal tersebut, yang sebagian besar telah ditipu untuk menjadi awak kapal, harus segera dikembalikan ke keluarga mereka di Indonesia.

Alih -alih dipulangkan malah mereka ditahan dalam jangka waktu yang lama di  dalam tahanan imigrasi dan dipenjarakan dalam penjara untuk orang dewasa.

Ali Yasmin mengaku sangat ketakutan dan harus beradaptasi dengan lingkungan yang mengerikan di awal-awal dirinya dijebloskan ke penjara.

Ia dijatuhi hukuman lima tahun penjara dan mendekam di Penjara Hakea, Perth, yang terkenal kejam.

Colin Singer adalah orang pertama yang kemudian menyuarakan keadilan bagi Ali Yasmin yang ditemukannya dalam kondisi memprihatinkan di dalam penjara orang dewasa dengan berbagai kasus mengerikan seperti pembunuhan, pemerkosaan, pedofil, narkoba dan dengan orang-orang yang memiliki mental yang rusak.

Ia berjuang mencari keadilan bagi ratusan anak-anak di bawah umur yang mengalami nasib serupa dengan Ali Yasmin bahkan salah satunya sampai meninggal dunia.

"Saat itu, tidak ada pihak yang tergerak untuk melihat situasi ini, bahkan Komnas HAM sekalipun karena mungkin melihat anak-anak ini berasal dari keluarga nelayan yang berada di bawah garis kemiskinan sehingga tidak dinilai memiliki keuntungan," jelas Collin.

Pada tanggal 17 Mei 2012 Jaksa Agung Australia mengumumkan pembebasan WNI dari penjara. Sehingga pada tanggal 18 Mei 2012, Ali Yasmin bisa pulang ke Indonesia.

Pada tahun 2017, Pengadilan Banding di negara bagian Australia Barat merasa yakin bahwa telah terjadi kegagalan dalam mencapai keadilan (miscarriage of justice).

Keputusan tersebut membatalkan hukuman tersebut dan seluruh hakim dengan suara bulat menyetujui bahwa Ali Yasmin harus dibebaskan.

Pada tahun 2018, Yasmin memulai gugatan kelompok (class action) untuk kompensasi atas dirinya sendiri,dan atas nama anak-anak Indonesia lainnya, yang sebagian besar berasal dari desa nelayan yang dicegat dan ditahan oleh pemerintah Australia.

"Bagi saya, Ali Yasmin adalah Pahlawan yang berani menyuarakan keadilan. Kondisinya sangat memprihatinkan saat kami menemukannya dan bersyukur dengan keberaniannya kini anak-anak lain yang senasib mendapatkan kompensasi dari Pemerintah Australia walaupun secara moral, Pemerintah Australia belum meminta maaf," tandasnya.

Dikisahkannya, sebagian besar pemohon yang terlibat dalam gugatan class action ditahan di Pulau Christmas atau di Darwin, Australia Barat, pada 2009 dan 2012, sesaat setelah tiba di Australia menggunakan kapal penyelundup manusia.

Colin Singer mengakui meski polisi dan imigrasi Australia mengetahui bahwa mereka masih anak-anak namun prosedur yang salah diberlakukan dalam penanganan kasus ini dengan tujuan untuk membuat jera anak-anak dari Indonesia agar tidak lagi memasuki perairan Australia.

"Sayangnya, Pemerintah Indonesia pun tidak memiliki keinginan untuk membantu mereka. Saya sudah laporkan ke Konjen, Dubes dan sejumlah pihak pemerintah Indonesia namun laporan saya tidak pernah direspons. Setelah Komisi Hak Asasi Manusia Australia melakukan investigasi berhasil menemukan banyak pelanggaran terhadap hak-hak para anak-anak tersebut dan dugaan bahwa kasus mereka ditangani secara salah," ungkapnya. (*)

Pewarta : Sussie
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.