https://surabaya.times.co.id/
Kopi TIMES

Mengulik Peran Hukum Penitensier dalam Criminal Justice Precess

Kamis, 11 Mei 2023 - 14:06
Mengulik Peran Hukum Penitensier dalam Criminal Justice Precess Rama Fatahillah Yulianto, ASN pada Kementerian Hukum dan HAM RI.

TIMES SURABAYA, JAKARTA – Hukum bisa dijatuhkan oleh negara kepada seseorang maupun suatu kelompok yang terbukti melakukan pelanggaran atau kejahatan terhadap hukum yang berlaku, misalnya melanggar pasal pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Negara berhak melakukan hal tersebut kepada mereka para pelanggar hukum melalui Aparat Penegak Hukum yang terintegrasi dalam Integrated Criminal Justice System (ICJS).

Pada prinsipnya hukum pidana bertujuan untuk melindungi masyarakat (to protection of society). Oleh karena itu, negara tidak diperkenankan untuk menjatuhkan hukuman tanpa suatu alasan. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali ditemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. 

Proses pemidanaan melalui tahap yang sangat panjang, mulai dari penyidikan, penuntutan, persidangan di pengadilan, hingga nanti diputuskan seseorang bersalah atau tidak. Putusan hakim itulah yang akan dijadikan dasar seseorang perlu dibina di dalam Lembaga Pemasyarakatan atau tidak. Jika memang putusan yang inkracht tersebut mengamanatkan seseorang untuk dibina di dalam Lapas, maka akan berlaku sistem pemasyarakatan khususnya dalam hal pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).

Pesatnya kemajuan pada beberapa bidang kehidupan turut memberikan warna hukum dan pemidanaan di suatu negara, termasuk Indonesia. Maka tak salah jika ada pendapat ‘a mirror of civilization of a nation’. Lebih lanjut akan hal tersebut, berlaku suatu hukum yang disebut hukum penitensier atau yang disebut juga hukum pelaksanaan pidana.

Hukum penitensier merupakan salah satu bagian dari hukum pidana materil yang memusatkan perhatian pada akibat hukum, atau dalam hal ini disebut sanksi. Sanksi yang dimaksud adalah putusan inkracht yang dijatuhkan oleh hakim berdasarkan serangkaian proses pemidanaan.

Hukum penitensier menjadi penentu jenis sanksi atas pelanggaran, beratnya sanksi, lamanya sanksi, cara pelaksanaan, serta tempat sanksi tersebut dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Van Bemmelen bahwa hukum penitensier berkenaan dengan tujuan, daya kerja, dan organisasi dari lembaga-lembaga pemidanaan (dalam hal ini Lapas). Lantas, apa hubungannya dengan hukum pidana dan Pemasyarakatan?

Terdapat kesinambungan antara hukum pidana dengan hukum penitensier, hukum pidana mengatur dan membatasi tangkah laku manusia, salah satunya dengan perwujudan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Langkah lanjutan dari hukum pidana adalah hukum penitensier yang akan melaksanakan atau menjalankan hukum pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Jadi dapat disimpulkan bahwa hukum penitensier mulai bekerja saat hukum pidana berhenti bekerja dan hakim telah menjatuhkan putusan pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum.

Eksistensi hukum penitensier sebagai repentance, reconsideration, changing one’s mind, drawing back from an agreement already made, or rescinding it. Penitensier tidak hanya berbicara mengenai lembaga pemidanaan (dalam hal ini Lapas) tetapi juga membahas tindakan dari lembaga tersebut.

Sejumlah pakar hukum pidana acapkali melihat keterkaitan hukum penitensier dengan pilar utama hukum pidana, yakni orang, perbuatan, dan pidana (guilt, offense, and punishment). Menurut Utrecht, hukum penitensier juga merupakan bagian dari hukuman pidana positif yang menentukan jenis sanksi terhadap suatu pelanggaran (dalam hal ini KUHP atau sumber hukum pidana yang lain), beratnya sanksi, lamanya sanksi, tempat sanksi dijalankan, dan cara sanksi itu dijalankan.

Penerapan sanksi pidana tidak dapat dilihat hanya sebatas ‘melaksanakan’ amanat dari hakim atas dasar sejumlah aturan pada hukum pidana, melainkan harus memperhatikan efektivitas suatu aturan baik bagi pelaku maupun masyarakat. Jika membahas hukum penitensier pastinya akan berakaitan dengan pemasyarakatan. Bagaimana hubungan penitensier dengan pemasyarakatan? 

Dewasa ini, telah terjadi transformasi regulasi yang lebih baru dan memiliki paradigma hukum modern, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 mengenai KUHP, di dalamnya terdapat sejumlah aturan-aturan mengnai sejumlah pidana, tak heran KUHP disebut sebagai kodifikasi. Karena posisinya yang sangat berpengaruh dalam sistem hukum di negara Indonesia, kini muncul wajah baru KUHP yang telah disesuaikan dengan perkembangan zaman. KUHP yang baru menginternalisasi nilai-nilai hukum modern.

Disamping itu, terdapat Undang-Undang Pemasyarakatan yang juga dihadirkan dengan wajah barunya, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan yang mengedepankan semangat restoratif didalamnya. Peraturan ini memperbarui pendahulunya, yakni Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 yang sudah kurang sesuai dengan perkembangan zaman.

Kini, Indonesia memiliki peraturan baru yang merupakan suatu manifestasi hukum modern yang memilki kriteria restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Dengan demikian, pelaksanaan hukum pidana akan menginternalisasi nilai-nilai hukum modern yang telah disesuaikan dengan perkembangan zaman. 

Pelaksanaan hukuman pidana tak akan berjalan dengan baik jika tidak ada dasar yang mengaturnya. Oleh karena itu, munculnya Undang-Undang yang baru ini akan mempengaruhi perspektif hukum penitensier yang akan berlaku setelah adanya putusan hakim yang inkracht.

Tujuan dari hukum penitensier sendiri adalah agar yang berhubungan dengan hukum seseorang dapat dilaksanakan dengan baik. Sehingga sanksi yang diberikan kepada pelanggar hukum dapat lebih manusiawi dengan harapan mereka menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, menjadi manusia seutuhnya, dan tidak mengulangi tindak pidananya kembali. 

***

*) Oleh: Rama Fatahillah Yulianto, ASN pada Kementerian Hukum dan HAM RI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.