TIMES SURABAYA, SURABAYA – Seratus hari kepemimpinan Prabowo tidak sesuai harapan. Perubahan besar tidak terjadi sesuai janji kampanye yang digembar-gemborkan. Salah satu kementerian sumber polemik adalah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Tercatat kementerian baru hasil pecahan kementerian lama ini hanya berhasil mengundang polemik di media. Salah satunya adalah terkait tunjangan kinerja dosen. Belum lagi kelucuan lainnya, kementerian pendidikan tinggi yang mempunyai program membangun SMA unggulan.
Sebagaimana diketahui, dosen ASN Kemendiktisaintek menuntut pembayaran tunjangan kinerja. Dosen yang berasal dari PTN kecil baik vokasi maupun akademik menjadi motor aksi. Perampasan dan penindasan hak atas hidup yang layak telah berlangsung selama sepuluh tahun terakhir ini. Dosen ASN Kemendiktisaintek sama sekali tidak pernah merasakan tunjangan kinerja. Berbeda dengan dosen ASN kementerian lainnya.
Sementara itu, dosen dari kampus besar, yang telah berbentuk PTN BH dan PTN BLU, relatif tanpa suara, walaupun terdengar hanya riak kecil saja. Tentu saja, PTN BH dan PTN BLU telah mempunyai skema sendiri untuk memberikan jaminan kesejahteraan dosen melalui remunerasinya. Walaupun juga masih ada suara-suara lirih terkait ketidakadilan.
Sedangkan pada PTN satker ataupun PTN BLU yang belum mengimplementasikan remunerasi, dosen harus bersusah payah bersuara. Tekanan keras dari kementerian melalui pernyataan Sekjen, membuat dosen gamang bersikap, terlebih para pimpinan perguruan tingginya.
Aksi demonstrasi di Jakarta dan beberapa kampus di daerah pada Senin (3/2/2025) lalu merupakan catatan kelam perjalanan panjang bangsa ini. Dosen harus turun ke jalanan menyampaikan tuntutannya. Sedangkan kementerian selalu berargumen terkait regulasi dan juga kesalahan masa lalu. Dosen harus menanggung dosa dan kealpaan pejabat kementerian. Dimanakah keadilan itu?
Telah banyak tulisan terkait polemik tunjangan kinerja dosen. Namun hingga kini belum ada kejelasan, bahkan sedikit keberpihakan dari kementerian. Tulisan ini hanya mengikuti himbauan Sekjen Kemendiktisaintek agar dosen menyampaikan melalui kanal informasi yang sehat, santun, menjaga marwah dosen. Tapi sangat mungkin masih disalahkan oleh Sekjen Kemendiktisaintek. Lalu harus bagaimana? Padahal dulu sebelum menjabat sebagai Sekjen Kemendiktisaintek, Togar juga berdiri tegak dalam aksi mogok dosen SBM ITB.
Sementara itu, harapan empati atas nama profesi dosen ASN di bawah satu payung kementerian dari kampus-kampus besar, nihil. Tidak ada suara dukungan apapun. Tentu saja dosen kampus kecil tidak mengiba meminta belas kasihan, namun hanya sedikit mengajak berpikir dengan akal sehat. Atas nama solidaritas profesi.
Masyarakat perlu paham, bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Komitmen ini diwujudkan dalam anggaran pendidikan, salah satunya adalah komponen penghasilan dosen. Tampak, pemerintah berusaha lepas tangan dari kewajiban ini. Lepas tangan dari utang sepuluh tahun, yang sebenarnya sudah diberikan diskon menjadi hanya lima tahun saja.
Harapan dosen hanya di tangan presiden. Dosen masih berkeyakinan bahwa Presiden Prabowo dapat melihat masalah tunjangan kinerja ini dengan arif dan bijaksana. Pun demikian dengan menteri terkait, yaitu Mendiktisaintek, Menkeu, dan Menpanrb.
Selama ini pejabat di kementerian tersebut, sebagian diisi oleh dosen. Namun entah mengapa di kala menjabat, mereka lupa dengan saudara sejawatnya. Mungkin karena mereka sebagian besar berasal dari kampus besar, yang sudah lama tidak memikirkan tunjangan kinerja, karena sudah ada remunerasi.
Semoga dengan tulisan singkat ini bisa mengajak kampus besar turut bersuara untuk terus menggulirkan isu tunjangan kinerja ini. Dosen ASN di mana pun kampusnya, sama beban kerjanya. Terlebih tuntutan dosen adalah tunjangan kinerja untuk semua dosen ASN, tanpa membedakan bentuk perguruan tingginya.
Apabila pemerintah menjamin salah satu komponen biaya pendidikan berupa tunjangan kinerja dosen, maka anggaran untuk pembelajaran dan riset yang berasal dari PNBP akan semakin meningkat. Indonesia emas bukan mimpi. World Class University bukan harapan semu. Kini, saatnya kampus besar turut bersuara. (*)
* oleh: S. Joko Utomo, anggota Asosiasi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) Jawa Timur
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kampus Besar, di Mana Suaramu Terkait Isu Tunjangan Kinerja Dosen?
Pewarta | : XX |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |