TIMES SURABAYA, SURABAYA – Fraksi NasDem DPRD Jawa Timur menyuarakan kekhawatiran serius terkait perubahan Raperda Penanggulangan Bencana. Mereka menilai, meskipun payung hukum diperkuat, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, media, dan masyarakat (pentahelix) masih berpotensi 'mangkrak' jika tidak diatur dengan mekanisme yang jelas dan akuntabel.

Juru Bicara Fraksi NasDem, Deni Prasetya, menyambut baik penambahan kewenangan BPBD, namun ia menegaskan bahwa penguatan kelembagaan itu harus dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sistem yang terintegrasi.

“Prinsip kolaboratif menjadi fondasi kuat bagi ketahanan daerah menghadapi bencana,” ujar Deni di sela pembahasan raperda pada Rapat Paripurna.

Menurut Deni, selama ini seringkali kolaborasi bersifat seremonial, tanpa adanya pembagian peran dan tanggung jawab yang tegas. Hal ini, kata dia, berisiko membuat kebijakan penanggulangan bencana menjadi sekadar dokumen administratif tanpa dampak nyata di lapangan.

Fraksi NasDem juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi kelompok rentan seperti disabilitas, perempuan, dan anak-anak. Mereka mengapresiasi dimasukkannya pasal ini, namun mengingatkan perlunya standar operasional dan indikator kinerja yang jelas agar implementasinya tidak berhenti di tataran teori.

“Kami menilai penting adanya standar operasional dan indikator kinerja yang jelas agar implementasi kebijakan ini tidak berhenti pada tataran administratif,” kata Deni.

Selain itu, NasDem mendorong integrasi dokumen perencanaan bencana dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) agar upaya mitigasi dan penanggulangan bencana menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan daerah.

"Tanpa integrasi yang solid, kebijakan penanggulangan bencana hanya akan menjadi dokumen administratif tanpa implikasi nyata pada pembangunan daerah," pungkas Deni. (*)