TIMES SURABAYA, SIDOARJO – Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) bersama Badan Standarisasi Nasional (BSN) menggelar sosialisasi Sertifikasi Nasional Indonesia (SNI) dan penilaian kesesuaian bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Surabaya, Sabtu (11/10/2025).
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pelaku UMKM terhadap pentingnya penerapan SNI sebagai upaya memperkuat daya saing produk nasional.
Sebagai tulang punggung perekonomian, UMKM di Indonesia menyumbang sebagian besar Produk Domestik Bruto (PDB) dengan kontribusi mencapai sekitar 60% hingga 61%, menjadikannya tulang punggung ekonomi nasional. Total ada 64 juta unit UMKM di Indonesia.
Selain itu, UMKM juga menjadi penyerap tenaga kerja terbesar, mempekerjakan hampir 97% dari total tenaga kerja.
"Serapan tenaga kerja secara nasional mencapai 97 persen, sementara industri hanya memberikan kontribusi 3 persen saja," kata Bambang Haryo.
Data ini menunjukkan posisi UMKM sebagai pilar penting perekonomian yang didukung oleh berbagai program pemerintah seperti subsidi modal, pelatihan digital, fasilitasi promosi, dan pendampingan untuk membantu UMKM naik kelas.
Sementara, penerapan dan sertifikasi SNI turut mendukung kualitas produk tenant dan UMKM menuju pasar global.
Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono bertukar cinderamata dengan Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya Febrina Kusumawati, Sabtu (11/10/2025).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Sertifikasi SNI dinilai mampu menekan biaya produksi, mempercepat waktu distribusi, dan memperluas akses pasar.
"Dengan SNI Bina UMKM, akan dapat dirasakan produknya oleh masyarakat Surabaya dan sekitarnya, bahkan Jatim, nasional, maupun internasional," kata Kapoksi DPR RI Fraksi Partai Gerindra Komisi ini.
Menurutnya, penerapan SNI secara konsisten juga bisa memperkuat posisi UMKM dalam rantai pasok nasional maupun internasional.
SNI sendiri bukan sekadar label mutu, melainkan instrumen strategis untuk mendorong efisiensi, inovasi, dan kepercayaan pasar.
Namun demikian, Bambang Haryo menilai anggaran untuk proses standarisasi masih sangat minim. Hanya di angka Rp144 miliar dan cuma tersebar di tiga wilayah Jatim dan Bali.
Pihaknya mendorong pemerintah meningkatkan anggaran serta dukungan sumber daya manusia pada program tersebut, bersamaan ia juga inisiatif melakukan upaya percepatan.
"Akhirnya saya kolaborasikan dengan dinas yang terkait yang ada di Sidoarjo maupun Surabaya untuk bersinergi mempercepat standarisasi UMKM," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopumdag) Kota Surabaya Febrina Kusumawati, S.Si, M.M. menuturkan, ada 106 ribu UMKM di Kota Surabaya.
"Di mana yang terstandarisasi Bina UMKM sudah 8.000 unit di Surabaya," katanya.
Standarisasi ini diharapkan dapat mendorong kepercayaan konsumen.
"Kita akan segerakan proses koordinasi dengan BSN agar betul-betul bisa menerapkan SNI, dan kita akan mendampingi prasyarat yang bisa dipenuhi untuk bisa mendapatkan SNI," ujar Febrina.
Sinergi bersama Dinas Koperasi ini menjadi rujukan bagi BSN untuk melakukan pendataan Program Standarisasi Bina UMKM dan pendampingan secara gratis.
Kepala Kantor Layanan Teknis BSN Jatim, Faris menambahkan, hingga saat ini sudah ada sekitar 98.000 UMKM di Jatim terdaftar dalam program SNI Bina UMKM. Sementara pendaftar reguler masih berada di angka 60 an.
BSN senantiasa berkomitmen mendampingi UMKM yang memiliki kualitas produk agar dapat memperluas jangkauan pemasaran.
"SNI ini memilki dua prinsip yakni kualitas produk dan penataan sistem produksi secara tertata, rapi, dan efisien," katanya.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Imadudin Muhammad |