TIMES SURABAYA, SURABAYA – Komisi B DPRD Jawa Timur menyampaikan Nota Penjelasan atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) inisiatif tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam. Raperda ini diajukan dalam Rapat Paripurna DPRD Jatim pada Kamis (6/11/2025).
Raperda ini dinilai mendesak karena meskipun Jatim berkontribusi besar terhadap kebutuhan nasional, para pelaku usaha menghadapi kendala serius, terutama krisis kualitas garam dan harga yang tidak stabil.
Juru Bicara Komisi B DPRD Jatim, Ibnu Alfandy Yusuf, memaparkan data krusial terkait peran Jatim dan defisit produksi. Ia menegaskan, Jatim adalah penyumbang terbesar produksi garam nasional namun kualitas masih rendah.
“Produksi garam Jawa Timur tahun 2024 hanya mencapai 859 ribu ton atau 42 persen dari total produksi garam Nasional sebesar 2,04 juta ton. Angka ini jauh di bawah kebutuhan nasional yang mencapai 4,5 juta ton," ujar Ibnu mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain itu, Jatim juga menyumbang signifikan pada perikanan budidaya, dengan produksi 1,39 juta ton atau 8,84 persen dari total nasional, melibatkan 159.981 pembudidaya.
Standar Industri Tak Terjangkau Petambak
Ibnu menyoroti masalah utama produksi garam rakyat, yaitu kualitas yang tidak sesuai standar industri. “Permasalahan produksi garam di Jawa Timur, terutama garam rakyat, adalah terkait dengan kualitas garam yang belum sesuai dengan standar industri.” tegas politisi Partai Kesatuan Bangsa (PKB).
Komisi B DPRD Jatim, menekankan bahwa regulasi ini dibutuhkan untuk mengatasi kerentanan petambak terhadap perubahan iklim dan konflik pemanfaatan pesisir.
Perda ini bertujuan menjadi dasar hukum Pemprov untuk memberikan pelindungan dan pemberdayaan bagi 6.613 petambak garam dan 159.981 pembudidaya ikan. Tujuan utamanya adalah menyediakan sarana, meningkatkan SDM, memberikan kepastian usaha yang berkelanjutan, dan bantuan hukum. (*)
| Pewarta | : Zisti Shinta Maharani |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |