TIMES SURABAYA, JAKARTA – Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 yang diumumkan sejak 24 Desember lalu memunculkan alarm serius bagi dunia pendidikan nasional. Data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mencatat, dua mata pelajaran wajib—Bahasa Inggris dan Matematika—menjadi penyumbang nilai terendah secara nasional di jenjang SMA/sederajat.
Rerata nasional nilai TKA Bahasa Inggris hanya mencapai 24,93 dari skala 100, sementara Matematika berada di angka 36,10. Capaian ini langsung memantik perhatian publik, termasuk Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menilai rendahnya skor tersebut tidak bisa dilihat semata sebagai kegagalan siswa. Menurutnya, hasil TKA justru mengungkap persoalan mendasar dalam sistem pembelajaran di sekolah.
“Rendahnya nilai TKA Bahasa Inggris dan Matematika perlu dilihat sebagai peringatan bahwa ada persoalan struktural dalam pembelajaran, bukan semata kelemahan siswa,” kata Hetifah, Jumat (26/12/2025).
Ia menyoroti kualitas dan pemerataan guru yang belum optimal, serta metode pengajaran yang dinilai masih kurang kontekstual dan relevan dengan kebutuhan siswa. Dalam konteks ini, TKA seharusnya berfungsi sebagai alat evaluasi kebijakan pendidikan, bukan sekadar penilaian hasil akhir belajar.
Hetifah juga menyinggung pembelajaran Bahasa Inggris yang belum menjadi bagian dari keseharian siswa. Minimnya paparan praktik berbahasa dinilai membuat siswa kesulitan menguasai kemampuan fungsional Bahasa Inggris.
“Bahasa Inggris belum digunakan secara aktif dalam keseharian belajar. Padahal, penguasaan bahasa ini sangat bergantung pada praktik dan konteks,” ujarnya.
Komisi X DPR RI pun mendorong Kemendikdasmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kurikulum dan materi ajar, sekaligus memperkuat kapasitas guru. Hetifah menegaskan, perbaikan kualitas pembelajaran harus menjadi prioritas, bukan menambah beban asesmen bagi siswa.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, menyebut hasil TKA sebagai sinyal peringatan serius bagi arah kebijakan pendidikan nasional. Ia menekankan pentingnya evaluasi berbasis data, mulai dari kurikulum, metode pengajaran, hingga dukungan terhadap guru.
“Evaluasi ini penting agar kebijakan pendidikan ke depan benar-benar berbasis data dan mampu menjawab masalah nyata di lapangan,” ujarnya.
Lalu juga mengusulkan adanya program remedial terstruktur bagi siswa dengan capaian rendah. Program tersebut, menurutnya, harus melibatkan sekolah, pemerintah daerah, serta dukungan orang tua agar intervensi berjalan efektif.
Dengan hasil TKA ini, DPR berharap pemerintah tidak berhenti pada publikasi angka semata, melainkan menjadikannya pijakan untuk membenahi fondasi pembelajaran demi peningkatan kualitas pendidikan nasional secara berkelanjutan.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Nilai TKA Bahasa Inggris dan Matematika Anjlok, DPR Soroti Masalah Struktural Pendidikan
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Imadudin Muhammad |