TIMES SURABAYA, SURABAYA – Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) melakukan tiga tahun perjalanan sensus sampah plastik di 32 provinsi untuk mengetahui dalang di balik pencemaran sungai maupun laut.
Permasalahan pencemaran plastik global memang sudah mengkhawatirkan. Berdasarkan data BRUIN, lautan di dunia saat ini sudah terbebani 150 juta ton plastik.
Sementara secara nasional di Indonesia menghasilkan 3,2 juta ton sampah plastik tiap tahun. Industri makanan dan minuman (FMCG) menyumbang hampir 60 persen sampah plastik tersebut.
Founder Ecoton, Prigi Arisandi turut mengapresiasi peluncuran buku Sensus Sampah Plastik karya Peneliti BRUIN M Kholid Basyaiban, Kamis (26/6/2025). (FOTO: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Tiga penyebab polusi sampah plastik di Indonesia antara lain pengelolaan sampah padat yang kurang berkembang, terutama di Kawasan Indonesia bagian timur. Hal ini diperparah penggunaan sampah plastik yang berlebihan.
Nilai after use yang rendah, membuat sampah konsumsi residu seperti styrofoam dan sachet semakin melimpah.
Sampah kemasan ini memang cenderung digunakan oleh negara-negara berkembang dengan pangsa pasar masyarakat berpenghasilan rendah.
Padahal, Peraturan Menteri LHK Nomor 75 sebagai turunan UU Nomor 18 Tahun 2008 mewajibkan setiap perusahaan mengelola sampah yang mereka hasilkan karena tidak bisa dihancurkan oleh alam. Namun demikian, kebijakan itu belum tercapai sehingga pencemaran terus terjadi.
Seluruh Dokumen tersebut terungkap dalam buku "Sensus Sampah Plastik: Mengungkap Fakta, Menggerakkan Aksi" karya M Kholid Basyaiban, Koordinator Riset Sensus Sampah Plastik BRUIN.
Buku ini menguak sejumlah data riset kolaboratif bersama komunitas di Indonesia tentang sensus sampah plastik. Termasuk mendeteksi keberadaan, jenis, sumber pencemaran hingga peta wilayah sehingga bertujuan perusahaan memperhatikan pengelolaan sampah pasca produksi. Penelitian melalui teknik kualitatif dan kuantitatif ini menyasar sebagian besar perairan.
Sensus sampah plastik sendiri adalah kegiatan riset yang mengidentifikasi semua sampah yang ditemukan berdasarkan merek kemasan, tipe produk hingga tipe lapisan untuk mengetahui sampah plastik yang menyebabkan banyak pencemaran lingkungan.
Ada empat tahapan sebelum melakukan sensus sampah plastik. Mulai identifikasi sampel sampah plastik, identifikasi ekosistem bersama kolaborator, jurnalisasi serta survei menyasar pembuangan sampah ilegal menggunakan transek.
Berfokus pada sampah yang masuk dalam wilayah transek itu. Sensus melibatkan 167 kolabotor mitra dari akademisi, mahasiswa hingga pemerintah, menjangkau 35 sungai di 49 kota/kabupaten, 17 sungai dan 40 titik mangrove. Mengumpulkan 76.999 pcs sampah plastik.
Buku karya Kholid Basyaiban juga mengungkap secara gamblang nama-nama perusahaan consumer goods yang menyumbang sampah plastik di kawasan perairan.
Top 10 pencemar sampah plastik di perairan Indonesia sepanjang 2022-2024 antara lain seperti produsen minuman kemasan, sabun cuci hingga mie instan dan bumbu dapur. Sampah sachet menempati urutan penyumbang pencemaran pertama.
"Ada lima brand yang paling banyak kita temukan," kata Kholid saat bedah buku di Riset Center Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya yang turut mengundang Aziz, Direktur BRUIN, Kamis (26/6/2025).
Keterbatasan bank sampah di Indonesia disebut Kholid menjadi salah satu solusi yang masih jarang ditemukan. Aturan Baku Mutu Lingkungan Hidup yang tertuang PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga belum diterapkan sepenuhnya.
"Problematika saat ini hampir semua sungai terbanjiri oleh sampah plastik," katanya.
Target 30 persen pengurangan material plastik pada produsen yang disebut sebagaimana regulasi juga tidak terlaksana. Di sisi lain, buku itu juga menguak peta jalan pengelolaan sampah plastik.
Founder Ecoton, Prigi Arisandi mengungkapkan bahwa Indonesia memang memiliki sistem pengelolaan sampah yang buruk bahkan nomor dua di dunia setelah China. Paling banyak penyumbang adalah sampah sachet.
Tidak semua pemerintah kabupaten kota memiliki peraturan daerah terkait pembatasan maupun pengelolaan sampah dan masih jarang memandang sampah plastik sebagai masalah.
"Saya sangat mengapresiasi BRUIN atas peluncuran buku ini," ujar Prigi Arisandi yang aktif menyuarakan keseimbangan lingkungan hidup melalui organisasinya. (*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |