TIMES SURABAYA, MALANG – Tragedi Stadion Kanjuruhan, usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022) malam hingga saat ini korban terus bertambah. Data terbaru, secara resmi korban meninggal mencapai 129 orang, pada Minggu (2/10/2022).
Saksi mata Tragedi Stadion Aremania, Faris A (25) warga Bululawang, Kabupaten Malang menceritakan detik-detik tragedi menakutkan yang dia alami, dan insiden terburuk dalam sejarah Sepakbola Indonesia itu.
Faris awalnya berniat melihat langsung tim kesayangannya Arema FC melawan tim Persebaya Surabaya di dalam Stadion Kanjuruhan, Malang. Faris bersama keponakanya yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) melihat dari tribun 10 kursi penonton.
"Memang Stadion penuh sesak dipenuhi suporter. Tak ada kursi bangku kosong, stadion Kanjuruhan dipenuhi lautan manusia," kata Faris pada TIMES Indonesia, Minggu (2/10/2022).
Sepanjang laga, Aremania sangat bersemangat memberikan dukungan untuk tim kebanggaannya. Nyanyian dukungan Aremania maupun Aremenita untuk Arema FC bisa mengalahkan Persebaya Surabaya.
Faris mengatakan sebelum tragedi Kanjuruhan Malang itu situasi sebenarnya tertib sejak pemanasan hingga pertandingan akan dimulai pukul 20.00 WIB. Usai laga dimana Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya ada sejumlah suporter yang masuk kedalam lapangan.
Faris mengatakan rekan Aremania ada yang turun ke lapangan bukan untuk menyerang pemain tapi memberikan suport pada pemain. Mereka memberi suport karena Arema baru saja kalah dari Persebaya dengan skor 2-3. Tetapi Aremania itu dikejar-kejar oleh aparat hingga memancing reaksi Aremania lainnya. Banyak dari Aremania yang menerima pukulan dari petugas keamanan.
"Laga berakhir, ada suporter masuk k elapangan, kemudian pihak keamanan memukul mundur supoter yang ditribun agar tak ikut masuk lapangan, tetapi pihak keamanan dalam hal ini kepolisian melakukan kekerasan dengan memukul suporter kemudian dibalas dengan suporter lain karena tak terima jika temanya di perlakukan seperti itu oleh oknum Polisi,'' ungkap Faris.
Tembakan Gas Air Mata Tragedi Stadion Kanjuruhan
Tanpa mengurangi rasa hormat untuk para keluarga korban Tragedi Stadion Kanjuruhan, Aremania ini melanjutkan cerita kronologi yang saya alami secara pribadi kepada TIMES Indonesia.
"Saat Polisi berusaha memukul mundur suporter yang berada di tribun penonton agar tak masuk kelapangan, kemudian ada tembakan gas air mata berkali-kali ke tribun yang dipenuhi suporter. Dan yang saya lihat di tribun 10 yang paling parah, penuh dengan asap gas air mata," katanya.
"Anggota kepolisian melakukan sikap yang sangat keras terhadap para suporter. Saya lihat mereka (suporter-red) dipukul dengan tongkat panjang dan tameng, ada suporter yang dikeroyok juga,"imbuhnya
Lebih jauh Faris menambahkan jika saat tribun yang dia bersama ponakannya dipenuhi asap gas air mata, dirinya beserta sang ponakan berusaha keluar dari stadion dan keluar menuju pintu keluar tribun 7 stadion Kanjuruhan.
"Saya dan keponakan turun berusaha keluar stadion, tetapi pintu di tribun 7 penuh sesak suporter yang ingin keluar stadion. Mata saya perih, ponakan saya mulai lemas dan sesak akibat asap gas air mata, saya pun langsung mengajak keponakan saya naik ke tribun lagi untuk mencari udara karena keadaan kami sudah sesak dan lemas," jelasnya.
Seorang Ibu Pingsan Setelah Tembakan Gas Air Mata
Tak hanya itu, Faris menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri saat seorang ibu dengan mengendong anak balitanya yang berumur sekitar 4 tahun tiba-tiba pingsan di depannya.
"Ibu itu pingsan, anaknya nangis, kemudian di tolong suporter lainya beserta salah satu anggota TNI. Tidak tahu apakah Ibu itu selamat atau juga menjadi salah satu korban," paparnya.
Usai kembali berada di atas tribun penonton, Faris melihat asap tebal yang memenuhi hampir di semua tribun penonton Stadion Kanjuruhan, Malang. Lalu lalang orang dengan membokong dan mengendong korban saya lihat, entah hanya pingsan atau sudah meninggal.
"Di dalam stadion suporter sesak karena gas air mata dari berbagai arah. Sedangkan upaya keluar pun tidak bisa karena sesak di pintu keluar. Saya lihat banyak yang berjatuhan pingsan dan ditolong suporter lainya, ada yang dibopong ada yang digendong. Sangat mencekam kondisi stadion tadi malam," cerita sedihnya.
Terikan Minta Tolong di Tragedi Stadion Kanjuruhan
Faris juga mendengar teriakan makian, tangisan anak-anak, tangisan wanita, hingga suara minta tolong didalam Stadion. Saya melihat Ibu-ibu mengendong anaknya meminta tolong karena berdesakan ingin keluar stadion, tetapi saya tidak bisa menolong, karena saya juga tertahan dan harus menyelamatkan ponakannya.
"Sekitar jam 23:30 wib saya dan ponakan saya bisa keluar dari Stadion, saya melihat banyak suporter yang bergelimpangan, entah itu pingsan atau apa. Saya trauma, sangat terpukul dengan adanya insiden yang saya lihat langsung ini," sedihnya.
"Semoga jangan sampai terjadi tragedi seperti ini lagi di dunia olahraga kita. Bagaimana aturan jelas FIFA tidak boleh adanya gas air mata dilapangan, tetapi itu terjadi di Kanjuruhan tadi malam, hingga banyak korban dari teman suporter Arema dan Aremanita," kata Faris.
"Semoga kejadian ini menjadi pelajaran kita bersama dan pihak terkait untuk memperbaiki keamanan dan kenyamanan penikmat olahraga sepak bola di dalam Stadion," pungkas Aremania yang menjadi saksi mata Tragedi Stadion Kanjuruhan.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Cerita Tragedi Stadion Kanjuruhan, Supporter Berjatuhan Usai Tembakan Gas Air Mata
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Imadudin Muhammad |