TIMES SURABAYA, SURABAYA – Merespons kasus dugaan pengusiran yang menimpa Nenek Elina oleh oknum organisasi kemasyarakatan (Ormas), Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi akan membentuk satgas antipreman sebagai upaya menjaga kondusivitas kota.
Eri menegaskan bahwa Surabaya adalah kota yang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan dan persatuan. Ia tidak mentoleransi adanya tindakan semena-mena, terlebih jika korbannya adalah warga lanjut usia.
"Maka di Surabaya ini akan kita bentuk Satgas antipreman. Di dalamnya ada unsur TNI, Polri, dan melibatkan seluruh suku yang ada di Kota Surabaya," ujarnya, Sabtu (27/12/2025).
Menurut Eri, pembentukan Satgas ini bukan sekadar respons sesaat, melainkan upaya membangun kembali kepercayaan (trust) masyarakat terhadap keamanan di Surabaya. Ia ingin memastikan bahwa tidak ada lagi warga yang merasa terancam di rumahnya sendiri.
Terkait proses hukum kasus Nenek Elina, Eri menyatakan bahwa perkara tersebut sudah ditangani oleh pihak Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Ia berkomitmen untuk mengawal langsung kasus ini.
"Kejadian ini sudah ditangani Polda. Nanti insya Allah saya akan ke Polda untuk memastikan ini menjadi atensi. Masalah ini harus cepat selesai agar ada rasa aman bagi warga Surabaya," imbuhnya.
Orang nomor satu di Surabaya ini juga meminta warganya yang berasal dari berbagai latar belakang suku, untuk tetap solid dan berani melawan segala bentuk kejahatan, namun harus tetap dalam koridor hukum.
"Kita ini adalah warga Surabaya. Mau suku apapun, semuanya ada di Surabaya. Tidak mengenal suku, tapi saling menjaga. Tidak boleh ada yang mencuri, menipu, atau berbuat semena-mena terhadap orang Surabaya. Kalau ada yang seperti itu, ayo kita lawan bareng-bareng," seru Eri.
"Hukum tidak boleh berhenti, tapi jangan sampai terjadi benturan antar warga Surabaya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Elina Wijayanti (80) telah tinggal di rumah yang berada di kawasan Dukuh Kuwukan No.27 RT.005 RW.006, Kelurahan Lontar, Surabaya sejak 2011. Namun secara tiba-tiba mereka dipaksa angkat kaki dari rumahnya.
Sementara itu, Samuel, pihak yang mengaku telah membeli rumah Elina, mengklaim telah membelinya secara sah dari Elisabeth, saudara kandung Elina, pada tahun 2014. Ia mengaku harus melakukan pembongkaran secara paksa karena pihak keluarga menghiraukan peringatan yang telah diberikan beberapa kali. (*)
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Imadudin Muhammad |