TIMES SURABAYA, PONOROGO – Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati oleh umat Islam sebagai bentuk wujud rasa cinta kepada Rasulullah. Di Ponorogo peringatan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati dengan beragam cara mulai dari pengajian umum hingga gelaran kesenian khas daerah yakni seni Gajah-gajahan.
Seperti yang dilakukan warga Desa Sawuh Kecamatan Siman Ponorogo, dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, Kamis (6/10/2022) sore menggelar kesenian gajah-gajahan.
Kesenian gajah-gajahan sendiri di Ponorogo juga menjadi kesenian khas selain reog. Kesenian gajah-gajahan di Ponorogo ini lekat dengan keIslaman lantaran berakar dengan binatang gajah yang memiliki sejarah besar dalam dunia Islam.
"Seperti yang kita tahu Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang membawa agama Islam dilahirkan pada tahun yang dinamai Tahun Gajah. Dalam sejarahnya beliau dilahirkan di kota Makkah dan pada saat kelahirannya diserbu oleh pasukan yang menunggangi gajah-gajah, namun atas kuasa Allah SWT penyerbuan tersebut gagal karena pasukan gajah-gajah itu kalah," kata Endang Lestari, yang menginisiasi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan menggelar seni gajah-gajahan.\
Atas dasar itulah Endang Lestari bersama-sama warga di Desanya menggelar kesenian gajah-gajahan.
Gelaran kesenian tersebut mendapat sambutan meriah oleh warga setempat, selain berjoget mereka juga mengumandangkan lagu-lagu shalawatan memuji Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Instrumen kesenian gajah-gajahan yang terdiri dari jedor, gendang, kentrung, kenong, dan kecer, mengalun indah apalagi ditambah suara penyanyi yang merdu.
"Memang banyak versi tentang kesenian gajah-gajahan ini, tapi hari ini kesenian gajah-gajahan untuk memperingati hari kelahiran junjungan kita Nabi Muhammad SAW," ulas Endang Sulastri.
Sementara Sunarso, salah satu sesepuh kesenian gajah-gajahan, kepada TIMES Indonesia mengaku sangat setuju kalau kesenian gajah-gajahan digelar pada saat bulan Maulid seperti sekarang ini.
"Ini luar biasa sekali, cocok dengan cerita beliau Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang lahir pada tahun gajah," ucapnya.
Menurutnya, tidak sekedar nguri-uri kesenian gajah-gajahan saja, tapi juga sebagai wujud rasa cinta kepada Rasulullah sebagai panutan umat Islam seluruh dunia.
Diceritakan oleh Sunarso ada beberapa versi kesenian gajah-gajahan, diantaranya mengisahkan tentang perjalanan raja Brahah (cerita yang dimuat dalam Al-Qur'an) yang hendak menyerang Ka'bah, karenanya dalam pertunjukan seni gajah-gajahan tersebut digambarkan seorang yang berpakaian raja/Khalifah yang sedang mengendarai seekor gajah yang diiringi prajuritnya.
Versi lain, seni gajah-gajahan ini menggambarkan tentang perjalanan seorang tokoh pendiri Ponorogo yang hendak menyebarkan agama Islam di Ponorogo.
"Seni gajah-gajahan ini ada sejak tahun 1965 an sebagai penyeimbang dari reog. Karenanya seni gajah-gajahan merupakan bentuk seni kreasi, makanya tidak ada pakem tertentu seperti reog," jelas Sunarso.
Sehingga tidak ada keharusan berseragam dan lainnya. Patung gajah yang terbuat dari kertas karton yang dilekatkan pada kerangka bambu, dari segi simbol binatang yaitu gajah yang dijadikan salah satu alatnya menunjukkan bahwa gajah adalah binatang yang mudah ditundukkan, santun serta banyak membantu pekerjaan manusia.
"Iringan musik dalam seni gajah-gajahan berirama gembira atau pembangkit semangat. Seperti yang kita saksikan hari ini, bila mendengar iringan musik seni gajah-gajahan pasti banyak orang berdatangan," tukas sesepuh seni Gajah-gajahan Ponorogo Sunarso. (*)
Pewarta | : M. Marhaban |
Editor | : Deasy Mayasari |