TIMES SURABAYA, SIDOARJO – Puluhan aktivis senior audiensi dengan Bupati Sidoarjo, Subandi. Mereka prihatin dengan kondisi hubungan eksekutif dan legislatif pasca penolakan laporan pertanggungjawaban penggunaan APBD 2024.
Sejumlah aktivis yang terlibat dalam gerakan non blok ini salah satunya, Hariadi Siregar, Kasmuin, Badruszaman, Hasan Ubaidillah, Ludy Eko, Nanang Haromain, Mamad, dan lainya. Mereka ditemui Bupati Subandi, Sekda Fenny Apridawati, Asisten I Ainur Rahman dan pejabat lainnya di Opsroom Kantor Bupati Sidoarjo, Rabu (30/7/2025).
Sebelum bertemu dengan Bupati Subandi para aktivis ini terlebih dahulu ingin beraudiensi dengan DPRD Sidoarjo. Namun setelah menunggu kurang lebih tiga jam, tak kunjung ditemui oleh pimpinan dewan.
Mereka berdiskusi cukup intens berdiskusi, Kasmuin menyampaikan konflik ini membuat masyarakat cemas dan tentu berdampak pada pembangunan.
“Persoalan LPP APBD alasanya harus jelas, misalkan ada permainan anggaran, ya harus dibuktikan dengan jelas oleh dewan. Seharusnya yang dinilai dari APBD itu adalah capaian kinerja dan penggunaanya," katanya.
Hasan Ubaidillah menganggap penolakan LPP APBD 2024 oleh DPRD Sidoarjo itu hal yang wajar dan sangat positif. Namun alasanya harus jelas dan terukur. Sehingga bisa dijadikan bahan evaluasi oleh eksekutif.
“Namun apakah alasan penolakan tersebut sudah terukur dan bisa dijadikan bahan evaluasi? itu yang harus diperjelas lagi, ataukah hanya drama politik?,” ujarnya.
Para aktivis senior ini berharap Bupati Subandi bisa melakukan komunikasi politik dengan legislatif. Sehingga persoalan penolakan LPP APBD 2024 bisa dicarikan solusi terbaik.
Bupati Sidoarjo Subandi menyampaikan bahwa komunikasi dengan DPRD sudah dilakukan. Sudah pernah duduk bersama dengan pimpinan dewan. Fraksi-fraksi dan ketua partai juga telah telah dilakukan komunikasi sebelum paripurna pengambilan keputusan LPP APBD.
“Sudah kami lakukan komunikasi dengan ketua dewan, fraksi dan ketua partai. Tapi hasilnya tetap seperti itu (LPP APBD ditolak),” ujarnya.
Bupati Subandi menegaskan, dirinya sebagai pimpinan daerah ingin menjalankan kebijakan sesuai koridor perundang-undangan dan demi kepentingan masyarakat. Supaya tidak ada kebijakan yang kemudian menimbulkan masalah di kemudian hari.
"Kami ingin Bupati, Wakil Bupati, Sekda, maupun seluruh pejabat pemerintahan di Sidoarjo selamat dalam menjalankan tugas melayani masyarakat," jelasnya.
Dihadapan puluhan aktivis ini, Subandi menegaskan bahwa tidak pernah ada konflik dengan Wakil Bupati Mimik Idayana. Hubunganya baik-baik saja.
“Kalau ada penonton yang menganggap ada konflik, ya saya tidak tahu. Yang jelas saya dengan bu mimik tidak ada masalah apapun,” ujar Subandi.
Berkaitan dengan konsekuensi dari penolakan LPP APBD 2024, Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesra, Ainur Rahman menyampaikan bahwa sesuai dengan aturan harus menyerahkan peraturan kepala daerah (Perkada) 7 hari setelah ada penolakan dari dewan. Tanggal 23 Juli Perkada sudah dikirim ke Gubernur Jatim.
“Draf Perkada dalam aturannya maksimal tujuh hari setelah penolakan. Kalau kami tidak mengirimkan perkada, secara aturan kita salah. Dan tanggal 23 Juli kemarin sudah kami kirim ke Gubernur Jatim,” ungkapnya.
Ketika LPP APBD disahkan melalui Perkada maka tidak bisa melaksanakan PAK-APBD 2025. Karena syarat pengesahan PAK setelah LPP APBD setelah penetapan Perda APBD 2024, seperti yang diatur dalam PP 12 tahun 2019, pasal 179.
“Dalam aturan tersebut secara jelas disampaikan, PAK bisa disahkan setelah penetapan Perda pertanggungjawaban,” ungkapnya.
Ainur menambahkan sampai saat ini surat rekomendasi dari hasil konsultasi dengan Kemendagri belum turun. “Mudah-mudahan hari ini sudah bisa kami terima,” tutup Ainur (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: LPP APBD 2024 Ditolak DPRD Sidoarjo, Aktivis Senior Minta Solusi
Pewarta | : Syaiful Bahri |
Editor | : Deasy Mayasari |