TIMES SURABAYA, KEDIRI – Banyak orang lebih mengenal jaranan sebagai seni pertunjukan yang menggabungkan sendratari, musik, dan juga syair/mantra. Padahal dalam budaya Jawa Timur, masih ada seni pertunjukan Bantengan yang tidak kalah menarik.
Tradisi seni pertunjukan Bantengan memiliki sejarah panjang, dimana tradisi ini sudah ada sejak zaman kerajaan Singosari dan Majapahit. Jejak tradisi Bantengan pada relief-relief sejumlah candi, menandakan seni pertunjukan ini merupakan salah satu seni yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Terutama di wilayah-wilayah Jawa Timur yang pernah menjadi bagian dari kerajaan Singosari dan Majapahit seperti Mojokerto, Batu, Malang dan Kabupaten Kediri.
Seni Bantengan memiliki 4 unsur utama yakni sendratari, silat, musik, dan mantra. Ketika era agama Islam mulai masuk ke wilayah Jawa Timur, Bantengan turut menyerap ajarannya dengan memasukkan shalawat sebagai pengiring penampilan para senimannya.
"Ini adalah sebuah alkuturasi budaya. Sejumlah aspek aslinya yakni silat, mantra, tari tetap terjalin. Yang membedakan adalah kehadiran shalawat tadi. Artinya seni Bantengan ini sudah ratusan tahun," tutur Ketua Dewan Kebudayaan dan Kesenian Kabupaten Kediri Imam Mubarok, Sabtu, (29/10/2022).
Di wilayah Kabupaten Kediri, meski tidak selalu tampil setiap hari seperti jaranan, Bantengan tetap tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kesenian khas Kediri. Terutama di sekitar wilayah desa Keling, Kecamatan Kepung.
Wilayah Kepung sendiri dipercaya sebagai salah satu wilayah dari Wilwatikta-Janggala-Kadiri atau era Majapahit akhir.
"Sehingga pada perkembangannya, daerah Keling dan Kepung ini, seni Bantengan lebih dominan," tambah Imam Mubarok lagi.
Dalam seni Bantengan sendiri terdapat sejumlah karakter pendukung. Selain sosok Banteng, dalam setiap pertunjukan juga terdapat pendekar pengendali banteng, sesepuh, pendekar pemimpin (biasanya membawa pecut), serta dua macanan dan satu monyetan.
Sosok macanan dan monyetan dalam alur pertunjukan, bertugas mengganggu atau memprovokasi banteng-banteng tadi. Kedua binatang itu menjadi simbol sifat buruk manusia meskipun pada akhirnya tetap pertarungan dimenangkan oleh sosok banteng.
"Bagaimana meski diberikan kekuatan, tetap bisa mengendalikan dirinya," tuturnya Imam Mubarok.
Sementara itu Kepala Desa Keling Rofi'i Lukman menuturkan seni Bantengan di wilayah tersebut pada era sebelum tahun 90an, kesenian Bantengan digelar pada momen-momen seperti peringatan malam Suro, Maulid Nabi, dan menghadapi bulan suci Ramadhan.
"Pada momen tersebut Bantengan diarak keliling setiap dusun di desa Keling. Setelah era modern, Bantengan digelar pada bulan Agustus dan saat karnaval," tukas Rofi'i.
Ia juga menuturkan masih banyak grup Bantengan yang aktif dan berlatih di sekitar wilayah Keling dan Kepung.
Festival Bantengan Kediri Pertama Berlangsung Semarak
Untuk melestarikan kesenian yang sudah berusia ratusan tahun ini, pada Minggu, (29/10/2022) dihelat Festival Bantengan Kediri di lapangan desa Keling, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri.
Perhelatan yang untuk pertama kali digelar ini diikuti belasan grup Bantengan dari wilayah sekitar Kepung seperti Kecamatan Puncu serta Kandangan dan juga luar wilayah Kabupaten Kediri, seperti dari Mojokerto dan Batu.
Festival Bantengan yang merupakan kolaborasi Lesbumi NU, Pemkab Kediri, Pemdes Keling (Desa Wisata Keling), DK4 itu juga digelar dalam rangka peringatan Hari Santri. "Dalam proses akulturasi, Islam juga masuk melalui kebudayaan," ujar Imam Mubarok lagi.
Diharapkan dengan festival ini, lebih banyak masyarakat kembali mengenal dan mengingat seni Bantengan. Dengan seni Bantengan lebih lestari lagi, masyarakat juga memiliki pertunjukan seni budaya lain untuk dipilih, tidak hanya jaranan.
Dalam Festival Bantengan Kediri yang dinilai adalah poin kekompakan, gerak dan keunikan. Dengan antusiasme masyarakat terhadap Festival Bantengan Kediri pertama ini, kedepan festival serupa akan kemungkinan akan digelar lebih besar lagi.
Saat ini sendiri, di Kabupaten Kediri setidaknya ada 1700 lebih kesenian yang telah didaftarkan (termasuk di dalamnya Bantengan). Dan 800 diantaranya adalah kesenian jaranan. "Sehingga menjadi suatu destinasi wisata tersendiri selain jaranan. Kekayaan, kesenian, dan budaya yang kita miliki itu luar biasa," pungkas Imam Mubarok. (*)
Pewarta | : Yobby Lonard Antama Putra |
Editor | : Faizal R Arief |