TIMES SURABAYA, SURABAYA – Perayaan Imlek menjadi momen yang sarat makna bagi masyarakat Tionghoa, termasuk di Indonesia. Namun, di balik gemerlap lampion merah dan tradisi angpao, masih ada beberapa kesalahpahaman tentang makna Imlek yang perlu diluruskan.
Menurut Elisa Christiana, B.A., M.A., M.Pd., dosen Chinese Department Petra Christian University (PCU), selama ini sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap Imlek sebagai ritual keagamaan. Faktanya, Imlek bukanlah perayaan keagamaan, melainkan bagian dari tradisi budaya Tionghoa.
“Imlek adalah pertanda memasuki musim baru. Penanggalan Tionghoa ini berbasis musim, dan Imlek menandai musim semi atau ‘sin chun’,” jelasnya.
Salah satu tradisi yang paling ditunggu saat Imlek, tak lain adalah angpao. Elisa menuturkan, nilai utama dari angpao bukanlah jumlah uang di dalamnya, melainkan makna amplop berwarna merah yang biasa digunakan untuk memberi angpao.
“Amplop merah melambangkan doa dan harapan dari orang yang lebih tua kepada anak-anak, agar mereka tumbuh sehat, bijaksana, dan sukses,” tambah wanita berambut ikal itu.
Sayangnya, modernisasi seringkali menggeser makna ini, sehingga banyak orang lebih memfokuskan pada jumlah uang yang diterima, ketimbang nilai simboliknya.
Tahun 2025 juga menjadi perhatian khusus, karena dikenal sebagai Tahun Ular Kayu. Namun ternyata, ada makna tersembunyi di balik shio tahun ini.
“Dalam budaya Tionghoa, tahun ini sebenarnya merepresentasikan kombinasi antara unsur api dan kayu yang saling mendukung. Kayu membakar api, melahirkan simbol terang yang menjadi petunjuk dan harapan untuk masa depan. Jadi, ini adalah tahun yang baik untuk memasuki fase baru dengan optimisme,” ungkap Elisa.
Ia juga menekankan bahwa unsur api dalam tahun ini memberikan energi dan simbol kehidupan. Penafsiran ini menunjukkan bagaimana tradisi Tionghoa selalu berupaya mencari harmoni dalam setiap elemen kehidupan. Termasuk dalam penggunaan dekorasi selama Imlek, ada makna yang diyakini oleh masyarakat Tionghoa.
Lanjut Elisa, dekorasi tidak harus mahal, tapi dekorasi harus mampu menghadirkan kebahagiaan dan semangat baru. “Misalnya, bunga musim semi maupun buah kimkit yang melambangkan rezeki, serta hiasan bambu. Dekorasi ini tidak hanya estetis, tapi juga menyampaikan harapan akan keberuntungan di tahun baru,” ungkapnya.
Di tahun Ular Kayu ini, dekorasi khusus yang menonjolkan simbol ular juga bisa menjadi pilihan menarik. Selain mempersiapkan dekorasi, penting untuk memahami pantangan Imlek. Salah satunya, tidak menyapu pada hari pertama tahun baru.
“Ini bukan hanya soal pantangan, tetapi lebih pada filosofi dalam menghormati hoki yang dianggap datang pada hari tersebut. Kita juga diingatkan untuk tidak bertengkar atau memecahkan barang, karena hal ini dipercaya dapat memengaruhi harmoni di sepanjang tahun,” ujar Elisa.
Perayaan Imlek dengan semua tradisi dan filosofinya merupakan salah satu cara masyarakat Tionghoa menjaga warisan budaya mereka.
“Imlek adalah perayaan penuh harapan, menyambut musim baru dengan optimisme. Jika kita memahami makna di balik tradisi ini, kita bisa merayakannya dengan cara yang lebih autentik dan bermakna,” tutup Elisa. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Arti Tahun Ular Kayu, Ini Penjelasan Dosen Chinese Department UK Petra
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Deasy Mayasari |