https://surabaya.times.co.id/
Opini

Halalbihalal: Nilai Lama, Energi Baru di Era Digital

Rabu, 16 April 2025 - 12:47
Halalbihalal: Nilai Lama, Energi Baru di Era Digital Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Pengajar MSDM di FEB Universitas Negeri Surabaya & Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Seiring waktu yang terus berlari, dunia kerja berubah begitu cepat. Teknologi telah mengubah lanskap organisasi menjadi lebih efisien, lebih cepat, dan sering kali lebih sunyi. Dalam ruang-ruang kerja digital, hubungan antar manusia direduksi menjadi notifikasi, rapat daring, dan daftar target yang harus dicapai setiap hari. Di tengah ritme yang kian mekanis itu, Halalbihalal hadir sebagai jeda yang manusiawi, ruang sakral tempat kita bisa bernafas sejenak sebagai manusia, bukan hanya sebagai pekerja.

Halal bi Halal bukan sekadar tradisi pasca Lebaran. Ia adalah praktik sosial yang kaya makna, ruang perjumpaan yang menghadirkan ulang suasana batin yang lembut, hangat, dan jujur. Ketika tangan dijabat dan maaf dilafazkan, bukan hanya hubungan personal yang dipulihkan, tetapi juga jembatan kepercayaan dalam organisasi yang dibangun ulang. Di sinilah Halalbihalal menemukan relevansi kontemporernya: sebagai penyemai semangat, penyatu hati, dan penggerak performa kerja di era digital.

Dalam dunia manajemen modern, motivasi karyawan tidak semata-mata dibentuk oleh angka, insentif, atau sistem. Frederick Herzberg membedakan antara hygiene factors dan motivators dalam teori dua faktornya. 

Gaji, fasilitas, atau stabilitas pekerjaan memang penting, tetapi yang benar-benar membuat seseorang bertahan dan bersedia memberi lebih adalah motivators: rasa dihargai, rasa memiliki, dan rasa terhubung secara emosional dengan nilai dan tujuan bersama. Di sinilah Halal bi Halal menjadi oase. Ia memperbaharui keterikatan yang sering kali terkikis oleh rutinitas dan tekanan kerja.

Saya teringat pada konsep performance review, yang dalam banyak organisasi progresif tak lagi sekadar menjadi forum menilai kinerja, tetapi juga ruang reflektif untuk memperbaiki komunikasi dan membangun empati. 

Menariknya, Halalbihalal memiliki nuansa serupa: ruang evaluasi yang tidak teknokratis, melainkan emosional. Dalam suasana yang cair dan hangat, kita saling memeriksa, bukan hanya pekerjaan, tetapi juga relasi: adakah hal-hal yang perlu dimaafkan, diluruskan, atau dijalin kembali?

Lalu, lebih jauh lagi, Halalbihalal bisa menjadi bagian dari model kepemimpinan yang membumi. Kepemimpinan yang tidak hanya fokus pada strategi, tetapi juga peka terhadap dinamika emosional tim. Pemimpin seperti ini memahami bahwa produktivitas tidak tumbuh di tanah yang gersang oleh konflik dan kelelahan emosional. 

Maka memberi ruang pada nilai, seperti saling memaafkan, saling memahami, dan saling menguatkan adalah tindakan strategis. Karena pada akhirnya, kerja adalah urusan kolektif. Dan tanpa harmoni, tidak akan ada energi yang mengalir secara utuh.

Tradisi ini juga menjadi pengingat bahwa di balik peran profesional, kita tetaplah manusia yang bisa lelah, kecewa, atau bahkan khilaf. Dalam Halalbihalal, kita melihat rekan kerja bukan hanya sebagai bagian dari struktur organisasi, tapi sebagai sesama yang layak dimengerti dan dimaafkan. 

Konflik yang tak terselesaikan kadang menjadi benih disharmoni yang membebani sistem. Dan tidak semua konflik harus diselesaikan lewat prosedur. Kadang cukup dengan hati yang terbuka dan kalimat sederhana: “Maaf, mari kita mulai kembali.”

Di beberapa instansi pemerintahan, institusi pendidikan dan kantor-kantor BUMN, Halalbihalal bahkan dijadikan momentum tahunan untuk membangun kembali komitmen kolektif. Bukan hanya ramah tamah, tapi juga ruang pengarahan ulang visi, rekonsiliasi antara unit kerja, dan pembaruan ikrar pelayanan publik. 

Nilai spiritualitas yang menyatu dengan manajemen organisasi inilah yang membentuk integritas lembaga dalam jangka panjang. Ini membuktikan bahwa praktik lokal dapat bertransformasi menjadi strategi organisasi yang bernilai tinggi.

Organisasi yang kuat bukanlah yang kaku pada struktur dan angka, tetapi yang lentur dalam menghadapi zaman, tanpa tercerabut dari nilai-nilai lokal yang mengakar. Halalbihalal adalah salah satu bentuk nilai itu. 

Praktik sosial yang secara organik membentuk budaya kerja yang tidak hanya kompetitif, tetapi juga peduli dan saling menopang. Dalam kebersamaan yang tulus, lahirlah resiliensi kolektif yang membuat organisasi mampu beradaptasi dan terus berkembang.

Barangkali sudah saatnya kita memandang Halalbihalal bukan sekadar agenda seremonial tahunan, tetapi sebagai bagian dari organizational soul (jiwa organisasi) yang merawat ikatan dan menyalakan kembali bara semangat kebersamaan. Ia bisa dikembangkan menjadi forum reflektif yang hangat, tempat harapan dibagi, harmoni dirajut ulang, dan kepercayaan dibangun kembali.

Karena dalam genggaman tangan dan untaian maaf yang terucap, mengalir kekuatan yang tak selalu tampak, tetapi sangat dirasakan, kekuatan yang menyatukan, menyembuhkan, dan menggerakkan. Dan di tengah dunia kerja yang terus berubah, kekuatan seperti inilah yang paling kita butuhkan: nilai lama, yang terus memberi energi baru.

***

*) Oleh : Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Pengajar MSDM di FEB Universitas Negeri Surabaya & Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.