TIMES SURABAYA, SURABAYA – Peristiwa penangkapan hakim yang memvonis bebas Ronald Tannur membuka potret suram penegakan hukum di Indonesia. Zarof Ricar, seorang pensiunan dari Mahkamah Agung, terbukti menjadi makelar kasus selama sepuluh tahun, mulai tahun 2012 hingga 2022.
Penemuan barang bukti berupa uang tunai senilai 920 milliar dan emas seberat 51 kilogram, merupakan wujud miris bagaimana wujud hukum di Negara kita. Amat sangat mudah dibeli. Bahkan Zarof Ricar mengakui bahwa selama sepuluh tahun dia telah menjadi makelar dari puluhan kasus, termasuk kasus dari Ronald Tannur tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia masih lemah terhadap patronase. Praktik patronase yang berakar dalam membuat individu-individu tertentu dapat dengan mudah mempengaruhi proses hukum. Ada hubungan patron-klien yang kuat, di mana aktor-aktor berpengaruh dapat memainkan peran penting dalam menentukan hasil hukum.
Patronase memiliki peran besar dalam melemahkan hukum di Indonesia, terutama dalam menciptakan ketimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Patronase, yaitu hubungan timbal balik antara patron (penguasa atau pemimpin) dan klien (pengikut atau bawahan) dalam berbagai bidang, termasuk politik dan birokrasi, telah lama ada dalam masyarakat Indonesia.
Dalam sistem patronase, seorang patron memberikan dukungan, sumber daya, atau keuntungan kepada kliennya, yang kemudian membalasnya dengan loyalitas, dukungan politik, atau bantuan dalam berbagai bentuk. Sistem ini memunculkan jaringan kekuasaan informal yang melampaui hukum, menciptakan ketergantungan yang membuat hukum sulit untuk ditegakkan secara adil dan konsisten.
Salah satu dampak utama dari patronase adalah adanya “perlindungan” bagi klien yang melanggar hukum. Karena klien memiliki ikatan dengan patron yang memiliki kekuasaan, ia sering kali merasa aman dari tindakan hukum. Misalnya, seorang pengusaha atau politikus yang terlibat dalam tindak pidana korupsi mungkin dilindungi oleh pejabat atau pemimpin yang menjadi patronnya, yang dapat memengaruhi aparat penegak hukum untuk menunda atau menghentikan penyelidikan.
Perlindungan ini menghambat hukum untuk berjalan dengan semestinya dan memberikan ketidakadilan kepada masyarakat yang tidak memiliki koneksi seperti itu. Patron yang memiliki pengaruh besar sering kali mencoba mengintervensi proses hukum untuk melindungi klien atau kelompok tertentu.
Intervensi ini bisa terjadi pada berbagai tahap proses hukum, mulai dari penyelidikan hingga pengadilan. Patron dapat memengaruhi polisi, jaksa, atau hakim melalui tekanan politik, ekonomi, atau sosial, yang memungkinkan mereka untuk memanipulasi hasil hukum demi kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Lemahnya Independensi Lembaga Hukum
Patronase memengaruhi independensi lembaga-lembaga penegak hukum, seperti polisi, kejaksaan, dan pengadilan. Karena adanya intervensi dari pihak berkuasa, lembaga-lembaga ini sering kali sulit untuk menjalankan tugasnya secara independen dan profesional. Ketergantungan pada patron atau tekanan politik menghambat mereka untuk menindak kasus secara tegas, apalagi jika kasus tersebut melibatkan pihak yang memiliki kedekatan dengan patron kuat.
Patronase menghasilkan ketimpangan dalam penegakan hukum karena hukum tidak lagi diterapkan secara merata. Mereka yang memiliki koneksi atau dukungan dari patron kuat mendapatkan perlakuan istimewa, sementara masyarakat biasa atau mereka yang tidak memiliki dukungan tersebut mengalami penegakan hukum yang lebih ketat. Diskriminasi ini membuat hukum tampak diskriminatif, hanya berpihak pada kelompok berkuasa, yang menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat umum.
Dalam segi politik, patronase juga memiliki dampak terhadap regulasi hukum. Patronase sering kali melibatkan transaksi berupa dukungan politik sebagai imbalan dari akses ekonomi atau keuntungan lain. Patron yang memiliki pengaruh di kalangan politisi bisa menggunakan kekuasaannya untuk mengubah atau memanipulasi kebijakan, regulasi, atau peraturan yang seharusnya dirancang untuk melindungi masyarakat secara umum.
Contoh, dalam pengadaan proyek pemerintah, sering kali terdapat praktik kolusi di mana perusahaan yang memiliki hubungan dekat dengan penguasa mendapatkan kontrak yang menguntungkan, sementara perusahaan lain yang tidak memiliki hubungan tersebut dipinggirkan. Dalam kasus yang melibatkan Zarof Ricar, peran patronnya tampak jelas sebagai sosok yang memiliki pengaruh besar di antara kalangan penegak hukum.
Sebagai patron, Zarof tidak hanya memainkan peran penting dalam menjaga hubungan baik dengan bawahan dan kolega di instansi hukum, tetapi juga memiliki akses untuk memengaruhi dan memanipulasi proses hukum demi kepentingan dirinya sendiri atau pihak-pihak yang berafiliasi dengannya.
Dengan terungkapnya kasus Zarof Ricar, dan vonis terhadap Ronald Tannur, maka lembaga penegak hukum harus semakin memperkuat semangat reformasi hukum di wilayahnya. Fenomena orang kuat atau patronase dalam hal ini bukan menjadi sebuah halangan untuk terus konsisten dalam menegakkan hukum. Mengatasi makelar kasus dan patronase dalam aspek hukum membutuhkan usaha kolektif, pengawasan ketat, dan komitmen kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, aparat hukum, dan masyarakat.
Reformasi yang komprehensif pada struktur hukum, penerapan teknologi transparan, dan upaya menumbuhkan budaya integritas dapat membantu menurunkan risiko patronase dan makelar kasus. Dengan demikian, integritas hukum di Indonesia dapat terjaga, dan masyarakat bisa merasakan keadilan yang lebih merata dan tanpa diskriminasi.
***
*) Oleh : Arif Budi Prasetya, Mahasiswa Doktoral FISIP Universitas Airlangga.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |