TIMES SURABAYA, SURABAYA – Pagelaran budaya Wayang Wali di Universitas Airlangga (Unair), Minggu (30/11/2025) malam, bukan sekadar pelestarian seni, melainkan strategi terencana Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Timur (Bakesbangpol Jatim ) dan Fakultas Vokasi UNAIR untuk membekali Generasi Z dengan etika politik dan kearifan lokal.
Acara ini diselenggarakan sebagai upaya sistematis untuk menangkal dampak negatif media sosial dan mempersiapkan pemilih pemula menghadapi tantangan global.
Kepala Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur, Eddy Supriyanto, mengungkapkan bahwa seni budaya dipilih sebagai medium karena dinilai efektif menyalurkan pesan ke bawah sadar masyarakat, khususnya generasi muda.
"Tusi Bakesbangpol salah satunya berkait dengan politik dalam negeri, fasilitasi pemilu, pendidikan politik. Tidak harus dengan kegiatan di dalam ruangan, diskusi, tapi kita mempunyai beberapa kegiatan yang menjadi kayak seni budaya. Di dalamnya ada pesan-pesan terkait bagaimana berdemokrasi, bagaimana edukasi tentang pendidikan politik," jelas Eddy Supriyanto.
Menurutnya, generasi muda saat ini, yang ia sebut generasi emas, menghadapi tantangan besar karena cenderung mencari jalan pintas dan mudah terprovokasi oleh konten media sosial. Oleh karena itu, Wayang Wali digunakan untuk menanamkan penggunaan media sosial dengan bijak dan membekali mereka dengan keterampilan agar tidak menjadi generasi yang manja.
"Di dalam budaya-budaya seni-sini kita itu juga ada petua-petua tentang kebaikan keburukan. Karena anak-anak kita sekarang itu banyak menyerap budaya-budaya dari luar," tegasnya dalam menyoroti pentingnya budaya sebagai benteng moral. Ia menambahkan bahwa wayang mengajarkan nilai-nilai luhur seperti sopansantun dan menghargai orang tua, yang mulai terkikis.
Untuk memastikan pesan kebangsaan ini tersampaikan tanpa terjadi distorsi, Unair memilih seniman muda sekaligus vokalis Letto Band, Sabrang 'Noe', untuk berdialog melalui pagelaran wayang.
Dosen Unair, Suko Widodo, menjelaskan pemilihan tokoh muda ini sebagai strategi komunikasi yang relevan dengan Gen Z.
"Dia bisa memahami dengan usia-usia generasi muda itu, dia bisa menjembatani pesan-pesan kebangsaan pada anak muda. Kalau yang nanti mengajarkan orang-orang tua biasanya terjadi distorsi yang cukup besar," terang Suko Widodo.
Suko menyoroti betapa krusialnya peran Gen Z dalam dinamika politik masa depan karena mereka adalah penentu arah bangsa.
"Gen Z itu kalau dari politik, 21% total pemilih pemula di 2024. Maka sedari dini mereka sudah diingatkan bahayanya jika tidak bersatu, bahayanya jika tidak rukun. Caranya tidak lagi bisa dicekoki satu pihak, tapi harus ada dialog," tambahnya.
Dialog melalui seni, menurut Suko, akan lebih mudah ditangkap daripada pendekatan konvensional.
Dekan Fakultas Vokasi Unair, Prof. Dian Yulie Reindrawati, melihat kegiatan ini sebagai pemicu agar kaum muda menjaga warisan budaya wayang kulit sebagai kearifan lokal.
"Hal ini menjadi stimulus terutama bagi kaum muda dalam menjaga seta melestarikan bagaimana budaya wayang ini menjadi kearifan lokal," ujar Prof. Dian Yulie.
Secara jangka panjang, Bakesbangpol Jatim bersama berbagai pemangku kepentingan seperti kampus, sekolah, dan tokoh masyarakat, berupaya menyiapkan generasi muda yang siap skill, siap etik, dan siap adab untuk menghadapi tantangan dunia ke depan. Upaya ini menjadi sinergi pemerintah daerah dan akademisi dalam menginvestasikan modal sosial dan etika bagi Generasi Z Jawa Timur. (*)
| Pewarta | : Zisti Shinta Maharani |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |