https://surabaya.times.co.id/
Berita

Tarif Ojol Naik, Ambang Munculnya Masyarakat Miskin Baru

Senin, 14 Juli 2025 - 18:45
Tarif Ojol Naik, Ambang Munculnya Masyarakat Miskin Baru Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo Phd.(Dok.Unair)

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) dengan dalih meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi, dinilai masih menyimpan tanda tanya besar. Kenaikan tarif hendaknya dilihat dari segala aspek.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo Phd, menilai, kebijakan tersebut harus dilihat secara hati-hati. Karena menyangkut hajat hidup jutaan pekerja informal digital dan konsumen.

“Perlu diklarifikasi dulu, apakah benar kenaikan tarif ini semata-mata demi kesejahteraan driver? Atau justru hanya memunculkan beban tambahan bagi masyarakat luas?” ujar Prof Rossanto penuh nada tanya, Senin (14/7/2025).

Menurutnya, pemerintah perlu lebih transparan dalam menjelaskan tujuan dan skema implementasi kebijakan. Sebab, dalam praktiknya, tidak ada jaminan bahwa setiap kenaikan tarif otomatis akan meningkatkan pendapatan pengemudi.

“Idealnya, kita tidak hanya bicara soal kenaikan tarif, tapi tentang pendapatan minimum yang dijamin diterima oleh pengemudi per transaksi,” ungkapnya.

Prof. Rossanto menambahkan kalau tidak diatur dengan sistem yang tepat, tarif naik pun belum tentu mensejahterakan driver. Malah bisa membebani konsumen. 

Ancaman Munculnya Kemiskinan Baru

Hal yang paling mengkhawatirkan, menurut Prof Rossanto, adalah potensi meningkatnya angka kemiskinan akibat pendapatan pengemudi yang tidak mencukupi kebutuhan dasar keluarga.

“Pemerintah tentu tidak ingin muncul masyarakat miskin baru dari sektor ojol ini,” tegasnya.

Sebagai ilustrasi, ia menjelaskan, bahwa garis kemiskinan di Indonesia saat ini berada di kisaran Rp600 ribu per kapita per bulan. Jika satu keluarga terdiri dari empat orang, maka dibutuhkan minimal Rp2,4 juta per bulan untuk hidup layak.  

Di samping itu, seorang pengemudi ojol sebagai tulang punggung keluarga hanya memperoleh di bawah jumlah tersebut, maka secara statistik keluarga tersebut tergolong miskin.

“Kalau driver ojol bekerja penuh waktu tapi pendapatannya tidak cukup untuk keluarganya, berarti sistemnya bermasalah. Ini bukan hanya soal efisiensi digital, tapi tentang keadilan ekonomi,” ungkapnya.

Pakar ekonomi tersebut menegaskan bahwa negara harus aktif mengatur ekosistem ekonomi digital agar tidak menciptakan ketimpangan baru. Tanpa regulasi yang adil, digitalisasi bisa memperdalam jurang sosial ekonomi, terutama bagi kelompok pekerja informal seperti mitra ojol.

“Kalau kita hanya menyerahkan pada mekanisme pasar, yang kuat akan semakin kuat. Negara harus hadir untuk menyeimbangkan,” ujarnya.

Ia juga mendorong agar kebijakan ini tidak dilihat sebagai keputusan jangka pendek semata, melainkan bagian dari upaya membangun ekosistem transportasi digital yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. (*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.