TIMES SURABAYA, JAKARTA – Masjid Istiqlal kembali mencatat momen penting dalam upaya melahirkan ulama-ulama moderat dari Tanah Air.
Puluhan mahasiswa dan mahasiswi Program Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI) resmi dikukuhkan sebagai wisudawan dan wisudawati Angkatan ke-2 Tahun 2025, dalam acara yang berlangsung di Lantai Utama Masjid Istiqlal, Sabtu (22/11/2025).
Acara pengukuhan ini dihadiri langsung oleh Imam Besar Masjid Istiqlal sekaligus Menteri Agama RI, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA; Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi; perwakilan Kedubes AS, Mesir, dan Maroko; serta para dosen dan orang tua peserta.

Direktur PKU-MI, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, menjelaskan bahwa peserta angkatan kedua ini telah melalui tahapan kelulusan yang sangat ketat—mulai dari kemampuan akademik, penguasaan dasar keilmuan agama, hingga komitmen dalam pengabdian masyarakat. Hasilnya, sekitar 90 persen dari mereka berhasil meraih predikat cumlaude.
Para kader ulama yang dikukuhkan berasal dari berbagai jenjang: 35 lulusan S-2, 31 lulusan S-2 khusus kader ulama perempuan, dan 19 lulusan S-3. Mereka resmi menyandang gelar Magister dan Doktor-KUMI.
“Para kader ulama ini tidak hanya kami siapkan untuk menjadi ulama lokal. Targetnya, mereka juga bisa tampil sebagai ulama internasional. Karena itu, selain mengikuti pendidikan di dalam negeri, mereka juga kami kirim ke berbagai kampus di Timur Tengah dan Amerika Serikat,” ujar Thib Raya.
Ia menjelaskan, para peserta menjalani short course selama enam bulan di berbagai universitas ternama seperti Al-Azhar University (Mesir), Qarawiyyin University (Maroko), California University Riverside, dan Hatford International University (Amerika Serikat).
Program ini merupakan hasil kerja sama antara Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (UPTIQ) dan Masjid Istiqlal, dengan pendanaan LPDP serta dukungan penuh dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kaderisasi Ulama Pertama
Dalam sambutannya, Imam Besar Nasaruddin Umar menegaskan bahwa secara formal, Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal merupakan yang pertama di dunia Islam—terutama dalam hal kaderisasi ulama perempuan.
Ia menekankan bahwa Indonesia membutuhkan ulama berwawasan luas yang mampu menyebarkan nilai-nilai harmoni, peduli terhadap krisis lingkungan dan iklim, serta mampu menjawab dinamika global dengan bekal keilmuan kuat dan pemahaman teknologi mutakhir, termasuk Artificial Intelligence (AI).

“Di tengah kemajuan teknologi, ulama dibutuhkan untuk menjaga nilai moral agar perkembangan IT tidak kehilangan arah. Tanpa panduan agama, akan muncul demoralisasi,” ujarnya.
Nasaruddin juga menekankan pentingnya ulama memahami dua ‘teks’ sekaligus: teks tertulis dalam mikrokosmos (Al-Qur’an) dan teks kehidupan dalam makrokosmos (alam semesta). Menurutnya, keduanya tidak akan bertentangan karena berasal dari satu sumber yang sama, yaitu Allah SWT.
Di akhir sambutannya, Imam Besar kembali menegaskan pesan yang menjadi sorotan utama acara ini.
“Kami tidak ingin meng-Arabkan Indonesia, tidak ingin me-Mesirkan Indonesia, atau meng-Amerikakan Indonesia. Kami ingin meng-Indonesiakan dunia melalui peran ulama Nusantara yang moderat dan mendunia,” tegasnya.
Nilai Kebangsaan Islam Nusantara
Sementara dalam orasi ilmiah, pemikir Gerakan Islam Kontemporer asal Mesir, Dr. Mustafa Zahran, menguatkan pesan tersebut.
Ia menyebut para kader ulama harus melanjutkan garis pemikiran tokoh-tokoh besar Indonesia seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Gus Dur, hingga Nasaruddin Umar yang menegaskan integrasi Islam Nusantara dengan nilai-nilai kebangsaan.
Menurutnya, Indonesia sudah tuntas dengan perdebatan besar seputar relasi agama dan negara. “Indonesia tidak lagi terjebak dalam diskursus seperti jihad, khilafah, atau pertentangan Islam–politik seperti yang masih marak di beberapa negara Timur Tengah,” jelasnya.
Program PKU-MI sendiri telah berjalan sejak 2021. Kurikulumnya dirancang untuk melahirkan ulama berwawasan luas melalui pendekatan integratif yang mencakup ilmu syariah, sosial-keagamaan, kepemimpinan, komunikasi publik, humaniora, budaya, keindonesiaan, politik Islam, hingga isu-isu global.
Acara ditutup dengan prosesi pengukuhan, penyerahan ijazah, dan foto bersama jajaran pimpinan Masjid Istiqlal serta para dosen.
Dengan dikukuhkannya angkatan kedua ini, Masjid Istiqlal kembali menegaskan perannya sebagai pusat kaderisasi ulama moderat yang siap berkontribusi bagi kemajuan Islam Indonesia dan membawa wajah Indonesia ke panggung dunia. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kukuhkan Kader Ulama, Imam Besar Masjid Istiqlal: saatnya Meng-Indonesiakan Dunia
| Pewarta | : Yusuf Arifai |
| Editor | : Ronny Wicaksono |