TIMES SURABAYA, SURABAYA – Menanggapi kondisi lingkungan yang kian memburuk mulai dari kenaikan suhu hingga degradasi kualitas air inisiatif ALLSYNC 2025 resmi digelar di Ground Floor, Praxis, Surabaya 4-6 Desember 2025. Mengusung tema "Recycle, Reimagine, Recreate," acara ini menjadi platform kolaboratif yang mendorong kesadaran lingkungan melalui kreativitas dan inovasi produk berbasis limbah.
ALLSYNC 2025 lahir dari kekhawatiran mendalam para inisiator terhadap masa depan bumi. Galih Jalu, Community & Partnership Coordinator, menegaskan bahwa kondisi alam lima tahun terakhir telah mencapai penurunan drastis, menjadikannya isu yang tak terhindarkan.
"Kondisi alam dalam lima tahun terakhir telah mengalami penurunan drastis, suhu bumi meningkat, kualitas air memburuk, dan tanah semakin rusak. Semua ini merupakan konsekuensi dari perilaku kita selama ini," tegas Galih Jalu, Jumat (5/12/2025).
Ia menekankan, "Kitalah yang sangat membutuhkan alam, bukan sebaliknya." Sentimen ini menjadi latar belakang bagi brand yang terlibat untuk bergerak dari sekadar keresahan menjadi solusi nyata, mengubah limbah yang literal menjadi sampah tak terkelola menjadi produk bernilai tinggi yang menyasar aspirasi Gen Z.
Incredible Floaties (Inflo) menjadi salah satu sorotan utama dengan peluncuran tas mininya yang revolusioner. CEO Inflo, Diajeng, mengungkapkan bahwa brand ini lahir dari transisi emosional seorang founder yang merasa gagal berdampak positif pada lingkungan. Inflo kini mengubah limbah pelampung (floaties) yang sulit diurai menjadi produk fashion dengan konsep Second Life Luxury.
Prosesnya tidak sederhana dari limbah floaties harus melalui tahapan akurasi, pencucian, sterilisasi, hingga penjemuran, membuktikan bahwa upcycling menuntut kualitas dan ketelitian. Secara kuantitas, satu floaties besar dapat menghasilkan 5 hingga 10 tas mini, sebuah efisiensi yang krusial dalam mitigasi sampah.
“Maknanya produk ini seperti kehidupan kembali setelah jadi sebuah limbah atau sampah. Yang sesuatu yang enggak berharga itu bisa jadi termaksimalkan,” jelas Diajeng, menyoroti filosofi di balik produknya.
Lebih dari sekadar bisnis, Inflo juga memiliki misi sosial untuk memberdayakan ekonomi dan membantu masyarakat yang bingung membuang sampah floaties mereka, menjadikannya pionir brand tas upcycling floaties di Indonesia.
Berbeda dengan Inflo yang menyasar segmen luxury dengan membandrol mulai Rp300 ribuan, CPOP Watch fokus pada demokratisasi sustainability, membuktikan bahwa kesadaran lingkungan dapat dijangkau semua kalangan. CPOP meluncurkan jam tangan dengan casing yang diolah dari limbah tutup botol plastik. CEO CPOP, Senja, menjamin produk upcycling ini tetap affordable untuk Gen Z.
"Sekarang kita tuh ada di online dengan Rp 230 ribu mendapatkan Harga terjangkau dan stylish untuk para Gen Z” ucap Senja.
CPOP tidak berhenti pada jam tangan; mereka berencana memperluas jangkauan ke dekorasi rumah, seperti jam dinding, dan backcharm berkarakter, menunjukkan komitmen jangka panjang dalam mengubah limbah menjadi nilai estetika.
Inisiatif ALLSYNC tidak hanya menampilkan produk, tetapi juga memfasilitasi edukasi dan solusi komunitas. Brand seperti Dauroma, yang menggunakan limbah organik, turut berpartisipasi dan mengalokasikan hasil penjualannya untuk pembuatan ecoenzym yang digunakan untuk menjernihkan sungai-sungai yang tercemar.
Melalui workshop dan talkshow edukatif, ALLSYNC berharap dapat mengubah stigma bahwa sampah itu 'kusut dan jelek,' melainkan dapat menjadi sumber daya yang punya nilai.
ALLSYNC 2025 menjadi titik balik bagi Surabaya, menandai bahwa perubahan iklim dan masalah sampah harus dijawab dengan kreativitas, transparansi proses, dan semangat kolaboratif. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: ALLSYNC 2025: Isu Lingkungan Dijawab dengan Upcycling Kreatif
| Pewarta | : Zisti Shinta Maharani |
| Editor | : Deasy Mayasari |