TIMES SURABAYA, SURABAYA – Pantai Kenjeran Surabaya mengalami pendangkalan sejak 2010. Dari tahun ke tahun kondisinya semakin kritis sehingga menganggu lalu lintas pelayaran. Pendangkalan itu berupa sedimentasi lumpur.
Di daerah ini terdapat 39 nelayan. Mencari ikan merupakan mata pencaharian utama. Mereka mengeluh tak bisa sandar cepat. Ikan tangkapan menjadi busuk.
"Saya ingin mencari tahu lumpur ini dari mana? Kok datang kira-kira datang sekitar 2010-2012. Paling tinggi 2018," kata Ketua Dewan Penasehat DPD Gerindra Jatim Bambang Haryo Soekartono saat bertemu belasan nelayan anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB) Ikan Belanak di Pantai Kenjeran, Senin (4/12/2023).
Bambang Haryo menjelaskan kandungan sedimentasi di Kenjeran ada indikasi sama persis dengan yang terjadi di lumpur Sidoarjo berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dari ITS. Semenjak adanya lumpur, pendangkalan semakin tinggi.
"Jika memang benar, saya akan mengajukan kepada Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Karena Lapindo telah diambil alih oleh pemerintah dan menjadi bencana nasional," ucapnya.
Menurut pria yang akrab disapa BHS ini, pembersihan lumpur merupakan tugas pemerintah.
"Tugas pemerintah adalah membersihkan lumpur yang ada sampai tuntas. Sampai di bawah Jembatan Suramadu," ujarnya seraya menunjuk ujung jembatan yang nampak membentang.
Sebelumnya, Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Ikan Belanak, Maulana Satar, mengaku pendangkalan terjadi mulai 2010. Lumpur menimbulkan sedimentasi yang sangat tinggi sehingga merugikan lalu lintas angkutan ikan.
Nelayan harus menunggu air laut pasang baru bisa merapat, ikan tangkapan menjadi busuk. Bahkan, kerang-kerang di pinggir pantai juga mati.
"Kami harus menunggu radius dua kilometer mulai pukul 9 pagi. Sore baru bisa sandar," tandasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Nelayan Keluhkan Pendangkalan di Pantai Kenjeran
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Irfan Anshori |