TIMES SURABAYA, JAKARTA – Pilkada 2024 bukan hanya momen demokrasi terbesar dalam sejarah Indonesia, tetapi juga ajang pertarungan melawan ancaman hoaks yang dapat merusak kepercayaan publik. Di tengah derasnya arus informasi, Koalisi Cek Fakta—melibatkan lebih dari 40 media dan komunitas pemeriksa fakta—turun tangan untuk memastikan proses demokrasi berjalan jujur dan transparan.
Sejak dini hari hingga malam hari, tim gabungan yang terdiri atas editor, pemeriksa fakta, dan relawan bekerja secara daring untuk memverifikasi informasi yang beredar.
Temuan mereka langsung dipublikasikan melalui cekfakta.com, memberikan akses cepat dan akurat kepada masyarakat di tengah maraknya berita palsu.
Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Bayu Wardhana mengatakan, kegiatan ini menjadi penting agar masyarakat dapat melakukan pertimbangan secara baik saat hendak menggunakan hak pilihnya.
"Dari beberapa monitoring, hoaks seputar Pilkada ini masih tinggi. Masyarakat mendapat informasi yang salah sehingga besar kemungkinan memilih dengan pertimbangan yang salah. Kegiatan ini salah satu cara untuk melawan hoaks tersebut, sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang tepat," ujar Bayu, dalam keterangannya, Rabu (27/11/2024).
Menurutnya, inisiatif ini adalah langkah nyata untuk membantu masyarakat memilih berdasarkan fakta, bukan kebohongan yang dirancang untuk menyesatkan.
Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika mengatakan, kegiatan live fact-checking yang sudah berlangsung sejak Pemilu 2019 ikut mewarnai proses peralihan kekuasaan politik di indonesia. Aktivitas yang mendapat apresiasi dari beragam pihak ini menjadi ikhtiar positif menjaga ekosistem informasi digital pada masa krusial seperti pemilu dan pilkada.
Bertambahnya jumlah media dan pemeriksa fakta yang terlibat, ungkap Wahyu, memperlihatkan makin signifikannya peran cek fakta sebagai upaya media melayani pembacanya.
"Dalam beberapa aspek, Pilkada bahkan lebih penting ketimbang pemilu dan pilpres, karena membuka kesempatan warga memilih calon favoritnya sebagai kepala daerah dan menghukum petahana yang dinilai tak optimal bekerja. Karena itu peran cekfakta selama hari pencoblosan ini juga luar biasa penting agar suara rakyat benar-benar murni dari nuraninya dan tidak dicemari hoaks maupun upaya disinformasi apapun," tambah Wahyu.
Tantangan ini tidak main-main. Data dari MAFINDO mencatat, dari Januari hingga Juni 2024, terdapat 670 hoaks terkait pemilu yang terdeteksi. Hoaks beredar melalui platform seperti TikTok (26,7%), YouTube (25,4%), Facebook (23,7%), Twitter (12.8%), WhatsApp (5,2%).
Ketua Presidium MAFINDO, Septiaji mengungkapkan, Pilkada 2024 sebagai puncak konsentrasi informasi pada tahun pemilu. Potensi misinformasi semasa pencoblosan hingga penghitungan suara dapat mengganggu proses demokrasi.
“Tahun politik selalu menjadi puncak konsentrasi hoaks. Kami hadir untuk memastikan Pilkada berjalan damai, dengan integritas informasi yang terjaga,” ujar Septiaji.
Menanggapi ancaman disinformasi tersebut, Koordinator Cek Fakta TIMES Indonesia, Ferry Agusta, menyatakan bahwa peran media sangat vital dalam mengawal Pilkada yang aman dan bebas dari hoaks.
“Melalui kolaborasi ini, kami memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan dapat dipercaya. Ini adalah langkah konkret untuk melindungi demokrasi dari polarisasi akibat disinformasi,” ujarnya.
Kegiatan pemeriksaan fakta yang mendapatkan dukungan dari Google News Initiative ini merupakan bagian dari upaya koalisi memeriksa temuan serta memperlambat peredaran informasi yang mengandung kebohongan selama hari pemungutan suara kepala daerah. Tujuannya agar publik mendapat informasi sesuai dengan fakta yang akurat. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |