TIMES SURABAYA, MALANG – Langkah besar dilakukan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang, untuk mewujudkan pertanian yang benar-benar mampu mensejahterakan. Yakni, dengan mendorong ekosistem pertanian terpadu yang bisa diandalkan hasilnya secara maksimal.
Inovasi penting dan mendasar yang sudah dibangun DTPHP Kabupaten Malang ini berupa model pertanian Kembange Tani Bersiul, singkatan dari Kolaborasi Pembangunan Ekosistem Pertanian berbasis Keunggulan lokal.
"Ini merupakan sebuah model kawasan (pertanian) dengan ekosistem kemitraan moderen yang terintegrasi atau terpadu, mulai hulu sampai hilir. Sudah kami coba terapkan setahun terakhir," terang Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Malang, Avicenna Medisca Saniputra, ditemui di kantornya, Jumat (15/11/2024) lalu.
Ia menjelaskan, dengan pola kemitraan dalam ekosistem ini, melibatkan banyak stakeholder, sejak mulai penyediaan benih atau bibit. Kemudian, selama proses budidaya yang yang dilakukan masyarakat atau kelompok tani, sampai hilirisasi pasca panen.
"Di hilir, tentu juga butuh dukungan mitra off taker, industri dan pasar untuk komoditi pasca panen petani. Jadi, produksi, budidaya kita genjot, tetapi pasarnya tidak siap, pasca panen tidak terserap. Ini tidak boleh terjadi, harus dipastikan siapa yang menyediakan pasarnya. Nah, semua harus berperan," jelas Avicenna.
Dalam ekosistem ini, lanjutnya, melibatkan kerja sama pemerintah daerah, kelembagaan dan tata kelola yang dimiliki petani, sektor swasta, dan dunia akademisi.
"Dengan ekosistem tersebut, semua berjalan sesuai siklusnya. Tinggal skalanya sebesar apa, bergantung komoditi unggulan yang bisa dihasilkan," imbuhnya.
Menurut Avicenna, ketika konsep ekosistem berbasis kawasan dan kewilayahan ini diterapkan, maka segala bentuk intervensi dan pola kemitraan akan bisa diterapkan lebih fokus, terukur, dan dampaknya lebih nyata terutama bagi kesejahteraan petani.
Terlebih, menurutnya potensi sektor pertanian di Kabupaten Malang ini kaya dengan sejumlah komoditi unggulan. Seperti halnya, kopi, alpukat Pameling, bawang merah, terlebih komoditi kentang.
Dikatakan Avicenna, inovasi ekosistem pertanian dengan pola kemitraan moderen terpadu ini, sementara memang lebih banyak diterapkan pada komoditi kentang, yang berada di kawasan pertanian Desa Ngadas, Poncokusumo, Kabupaten Malang.
Dengan dukungan intervensi hibah kompetisi terhadap petani milenial, lanjutnya, komoditi kentang di Ngadas potensinya meningkat luar biasa. Dukungan yang ada, dengan kerja sama kemitraan beberapa pihak penyedia bibit, ahli pertanian, sampai industri yang juga eksportir, sudah mulai diterapkan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang, Avicenna Medisca Saniputra, di ruang kerjanya. (Foto: Amin/TIMES Indonesia)
"Hibah kompetisi kepada petani milenial untuk komoditi kentang di Ngadas, bantuanya Rp 140 juta. Tetapi, hasil panennya bisa hampir 450 juta. Jika biasanya 1 hektar lahan hanya menghasilkan Rp 80 juta sekali panen, dengan benih berkualitas sekarang, bisa mencapai empat kali lipat hasil panennya," beber Avicenna.
Jika ekosistem kawasan pertanian kentang yang diterapkan berhasil kedepannya, maka dalam setahun omset penghasilan petani kentang di Ngadas produksinya akan bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Hitungan perputaran nilai ekonomi yang akan dihasilkan, bisa sampai Rp 80 miliar pertahun.
Praktik baik dan kisah sukses petani milenial komoditi kentang di Ngadas ini, menurutnya yang diharapkan akan mampu menarik sumberdaya petani usia muda mendatang. Karena, kata Avi, pada kenyataannya juga produksi kentang yang menjadi komoditi seksi dan punya prospek pasar bagus, saat ini juga belum mencukupi kebutuhan lokal.
"Komoditi pertanian kita sangat dibutuhkan untuk konsumsi lokal Jawa Timur, secara nasional juga besar kontribusinya. Dengan program makan bergizi Presiden Prabowo nantinya, juga sangat dibutuhkan. Nah, model ekosistem terpadu komoditi unggulan ini yang akan terus kami dorong," tandasnya.
Meski demikian, Avi menyatakan bukan berarti mengabaikan komoditi lainnnya. Selain kentang, menurutnya yang bisa dikembangkan dengan pola Kembange Tani Bersiul adalah komoditi tanaman bawang merah yang sentranya di wilayah kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang.
Tingkatkan Nilai Tambah Petani
Model ekosistem pertanian berbasis unggulan lokal ini, dimaksudkan menjadi salah satu daya dukung bagi pengembangan pertanian, yang juga bisa meningkatkan nilai tambah petani.
Dimana, melalui ekosistem ini bisa memfasilitasi berbagai hal yang mendorong keberhasilan pertanian, sekiligus memunculkan prospek komoditi unggulan di Kabupaten Malang.
Pengembangan ekosistem berbasis unggulan lokal ini adalah kunci, juga untuk memastikan bahwa petani tidak sekadar bertahan, akan tetapi juga mampu berkembang dan bersaing di tingkat regional bahkan menembus pasar ekspor.
Avicenna mengungkapkan, dalam ekosistem pertanian ini dilakukan pola kemitraan mulai hulu sampai hilir melibatkan banyak pihak, mulai pengadaan benih sampai yang bisa membuka akses pemasaran bagi hasil pertaniannya. Selain itu, ada pemberdayaan kelompok tani dan petani milenialnya.
"Pemodelan ekosistem pertanian dengan kemitraan ini akan dilihat perkembangannya, sehingga nantinya diharapkan juga bisa direplikasi untuk pertanian lainnya. Selama ini, banyak keunggulan lokal, namun masih spot-spot. Nah, ekosistem ini akan mengintegrasikan semua sumberdaya lebih fokus," jelasnya.
Sehingga, petani juga punya mindset kuat bahwa pertanian adalah investasi masa depan. Harapannya, semakin banyak sumberdaya petani yang tertarik mengembangkan sumber pendapatan dari hasil produksi pertaniannya.
Ia meyakini, bahwa negara Indonesia bisa sejahtera, ketika petaninya juga sejahtera, dan ketahanan pangan di Indonesia akan kuat, ketika petaninya juga semangat.
"Kami menyadari sejauh ini, bagaimana petani tidak punya nilai tawar yang tinggi, mengalami disparitas harga, dan fluktuasi harga panennya. Semua kondisinya ujung-ujungnya petani yang menjadi korban," ungkap Avicenna.
Maka, menurutnya tugas pemerintah melalui model ekosistem kemitraan ini, petani bisa lebih survive.
"Kami mendorong, kemitraan ini selalu sehat, petani merasa aman dengan harga panen terjaga, sementara investor juga tidak merugi," imbuhnya.
Insinyur Sipil yang Adaptif Soal Pertanian
Avicenna M Saniputera sejatinya seorang dengan latar belakang profesional Teknik Sipil. Ia merupakan pejabat yang mempunyai gelar Magister Teknik, juga Magister Hukum.
Sebelum kini menjabat Kepala Dinas TPHP Kabupaten Malang, ia bekerja di satuan kerja di bawah Kementerian PUPR. Yakni, pernah menjabat pimpinan di Dinas PU Bina Marga, dan empat tahun mengepalai Dinas Pekerjaan Umum Sumberdaya Air (PU SDA).
"Ya, menjadi ASN dan pimpinan itu memang harus adaptif dengan semua perubahan dan perkembangan. Saya akui, transformasi wawasan Saya soal pertanian ini, didapatkan ketika di PU SDA, yang mengurusi juga soal irigasi pertanian," demikian pejabat yang baru menyelesaikan Pendidikan Kepemimpinan Nasional 2024 ini. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |