https://surabaya.times.co.id/
Opini

Santripreneur dan Kemerdekaan Ekonomi Umat

Jumat, 15 Agustus 2025 - 18:02
Santripreneur dan Kemerdekaan Ekonomi Umat Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Surabaya, dan Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia.

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Tahun 2025 ini Indonesia merayakan 80 tahun kemerdekaan. Lomba-lomba rakyat, upacara bendera, dan karnaval budaya menghiasi berbagai daerah. Namun di balik kemeriahan itu, ada pertanyaan yang layak kita renungkan: apakah bangsa ini sudah benar-benar merdeka secara ekonomi?

Kemerdekaan politik memang telah kita genggam sejak 1945. Kita bebas menentukan pemerintahan, membuat hukum sendiri, dan menjalankan diplomasi tanpa campur tangan kolonial. 

Namun, kemerdekaan ekonomi; yang berarti kemandirian, kemampuan menentukan arah pembangunan tanpa ketergantungan, dan kekuatan mengelola sumber daya sendiri masih menjadi pekerjaan besar yang belum tuntas.

Di tengah arus globalisasi, disrupsi teknologi, dan persaingan pasar bebas, kedaulatan ekonomi menuntut strategi baru. Bukan sekadar strategi teknis, tetapi strategi yang berakar pada kekuatan internal bangsa. Di sinilah pesantren dan santri memiliki posisi strategis.

Pesantren sebagai Katalis Ekonomi Umat 

Pesantren bukan hanya lembaga pendidikan agama. Ia adalah pusat pembentukan karakter, modal sosial, dan kekuatan spiritual umat. Di sana, nilai-nilai seperti kejujuran, kerja keras, disiplin, dan kepedulian sosial tertanam sejak dini. Nilai-nilai inilah yang menjadi fondasi penting bagi pelaku usaha yang tangguh.

Sejarah mencatat, para ulama tidak pernah memisahkan dakwah dari pemberdayaan ekonomi. KH Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatut Tujjar untuk memperkuat pedagang santri dan menopang dakwah. KH Ahmad Dahlan membangun amal usaha mandiri agar aktivitas pendidikan dan sosial Muhammadiyah tidak bergantung pada bantuan luar.

Warisan semangat ini perlu dihidupkan kembali dalam konteks modern melalui gerakan santripreneur. Konsep ini memadukan kecerdasan bisnis dengan misi sosial, sehingga usaha yang dijalankan tidak hanya mengejar keuntungan (profit-oriented), tetapi juga menyelesaikan persoalan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan distribusi.

Dalam perspektif resource-based theory, kombinasi modal sosial pesantren, nilai moral, dan inovasi adalah sumber daya yang langka, bernilai tinggi (valuable), dan sulit ditiru (inimitable). 

Dengan fondasi ini, pesantren dapat menjadi motor penggerak ekonomi umat yang tahan terhadap krisis dan kompetitif di pasar global.

Langkah Menuju Indonesia Emas 2025

Visi Indonesia Emas 2045 menggambarkan Indonesia sebagai negara mandiri, maju, dan berkeadilan. Ukuran keberhasilan tidak semata diukur dari angka pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dari sejauh mana pemerataan kesejahteraan benar-benar dirasakan masyarakat. Dalam konteks inilah, pesantren memiliki peluang besar untuk menjadi motor penggerak melalui sejumlah langkah strategis.

Langkah pertama adalah menumbuhkan kewirausahaan adaptif di kalangan santri. Mereka perlu dibekali entrepreneurial mindset; cara berpikir kreatif, inovatif, dan berani menangkap peluang baru. 

Di era yang serba digital, literasi teknologi menjadi kunci. Penguasaan keterampilan manajemen modern, mulai dari pengelolaan keuangan hingga pemasaran berbasis data, akan menentukan kemampuan bersaing di pasar nasional bahkan internasional. 

Sudah ada contoh nyata, seperti usaha kuliner halal dari alumni pesantren yang memanfaatkan platform marketplace untuk menjangkau konsumen hingga ke luar negeri. Transformasi semacam ini memerlukan perpaduan pengetahuan agama, keterampilan bisnis, dan penguasaan teknologi.

Langkah kedua adalah memperkuat kolaborasi jaringan. Pesantren tidak bisa berjalan sendirian dalam membangun ekosistem ekonomi umat. Dukungan dari alumni, pelaku usaha, BUMN, pemerintah daerah, hingga investor syariah perlu dirangkai menjadi kemitraan yang solid. 

Kolaborasi ini akan membuka akses permodalan, memperluas pasar, dan mempercepat transfer teknologi. Sudah terbukti, kemitraan pesantren dengan koperasi modern atau perusahaan rintisan (start-up) dapat melahirkan model bisnis inklusif yang menguntungkan semua pihak. 

Ke depan, sebuah platform seperti Santripreneur Network dapat berfungsi sebagai simpul penghubung yang menyatukan potensi-potensi tersebut secara lebih sistematis.

Langkah ketiga adalah membangun ekonomi berbasis nilai. Usaha yang dijalankan pesantren harus selaras dengan maqashid syariah, khususnya prinsip hifz al-mal (menjaga harta). 

Artinya, kegiatan bisnis tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan keuntungan finansial, tetapi juga memastikan keadilan distribusi, keberlanjutan usaha, dan bebas dari praktik yang merugikan masyarakat. 

Industri halal, agroteknologi ramah lingkungan, dan fintech syariah adalah contoh sektor yang sejalan dengan prinsip ini. Dengan mengedepankan nilai, pesantren bukan hanya menjadi pemain ekonomi, tetapi juga penjaga etika bisnis di tengah derasnya arus kapitalisme global.

Agar langkah-langkah tersebut dapat berjalan efektif, kepemimpinan kiai dan pengelola pesantren perlu mengadopsi model transformational leadership pemimpin yang tidak hanya mengatur, tetapi juga mampu menginspirasi, memberdayakan, dan memobilisasi seluruh sumber daya untuk mencapai tujuan bersama yang lebih besar.

HUT RI ke-80 adalah momentum refleksi dan lompatan. Jika kemerdekaan politik sudah kita rayakan sejak 1945, maka kemerdekaan ekonomi adalah bab berikutnya yang harus kita tuntaskan. 

Di era digital, santripreneur tidak lagi hanya berdagang di pasar lokal. Mereka dapat bersaing di ekosistem global, memasarkan produk halal ke Eropa, mengembangkan aplikasi pendidikan berbasis pesantren, atau menciptakan inovasi agroteknologi yang mendunia.

Kemerdekaan ekonomi umat tidak akan datang dengan sendirinya. Ia lahir dari keberanian mengambil keputusan strategis, konsistensi dalam eksekusi, dan keberpihakan pada kesejahteraan rakyat. 

Jika modal sosial pesantren dipadukan dengan strategi bisnis modern dan nilai-nilai maqashid syariah, Indonesia tidak hanya akan merdeka secara politik. Kita akan merdeka secara ekonomi mandiri, berdaya, dan memberi manfaat luas.

Karena kemerdekaan sejati adalah ketika setiap anak bangsa dapat berdiri di atas kaki sendiri. Dan pesantren, dengan kekuatan sejarah dan inovasinya, siap menjadi salah satu penopang utama Indonesia menuju masa depan emasnya. (*)

***

*) Oleh : Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Negeri Surabaya, dan Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.