TIMES SURABAYA, SURABAYA – Wakil Rektor I Bidang Pendidikan, Kemahasiswaan, dan Alumni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr. Martadi, M.Sn., mengapresiasi konsep Sekolah Rakyat yang dikembangkan Pemkot Surabaya.
Sekolah rakyat merupakan gagasan Presiden RI, Prabowo Subianto. Visinya, untuk mencetak agen perubahan pada setiap keluarga miskin melalui pendidikan berkualitas guna memutus transmisi kemiskinan.
Apa saja persyaratan untuk mendaftar di Sekolah Rakyat?
Di antaranya berasal dari keluarga miskin atau miskin ekstrem, memiliki motivasi belajar tinggi, didukung oleh orang tua atau wali dalam pendidikan, sehat jasmani dan rohani, lulus seleksi, dan diizinkan orang tua untuk tinggal di asrama.
Dr. Martadi memuji gerak cepat Pemkot Surabaya merealisasikan Sekolah Rakyat hingga empat jenjang pendidikan sekaligus. Di jenjang perguruan tinggi, ia menilai manifestasi Sekolah Rakyat dengan program "1 Keluarga Miskin, 1 Sarjana" yang diwujudkan dengan keberadaan "Omah Ilmu Arek Suroboyo" dan telah berjalan sejak Agustus 2024.
Menurutnya, program ini sejalan dengan semangat Sekolah Rakyat dalam memberikan kesempatan pendidikan bagi anak-anak berprestasi dari keluarga kurang mampu.
"Yang menarik dari Surabaya adalah tidak terpaku pada satu pola Sekolah Rakyat. Selain model terpusat dengan asrama dan beasiswa seperti di Unesa, Pemkot Surabaya juga telah mengembangkan model inklusif melalui Kampung Anak Negeri (jenjang SD-SMP) dan Omah Ilmu Arek Suroboyo (jenjang perguruan tinggi), di mana mereka tinggal di asrama namun bersekolah di sekolah formal terdekat," jelas Dr. Martadi, Senin (28/4/2025).
Ia juga menekankan pentingnya harmonisasi kurikulum antara pendidikan formal di sekolah dengan pendidikan karakter dan pembiasaan positif di asrama. Sinergi antara SD, SMP, dan pengelola asrama dinilai krusial untuk menciptakan pendidikan yang holistik.
“Tinggal bagaimana nanti harmonisasi dan penyelarasan antara kurikulum yang ada di sekolah untuk anak-anak yang ada di Sekolah Rakyat ini dan bagaimana kurikulum yang ada di asrama,” ujarnya.
Di samping itu, Dr. Martadi mengungkapkan bahwa Unesa Kampus II Lidah Wetan, siap menjadi Sekolah Rakyat tingkat SMA, yang menerima siswa baru pada Juni 2025 mendatang. Kesiapan ini telah ditunjukkan melalui peninjauan sarana dan prasarana oleh berbagai pihak, termasuk Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, perwakilan kementerian, dan jajaran Pemkot Surabaya.
"Sebagai program prioritas nasional, Surabaya sebagai kota besar harus menjadi contoh. Kami di Unesa sangat siap untuk mendukung implementasi Sekolah Rakyat ini," ungkapnya.
Dengan demikian, keberagaman model Sekolah Rakyat yang ada di Kota Pahlawan menjadi keunggulan tersendiri. Menurutnya, tidak semua anak dari keluarga kurang mampu harus ditampung dalam satu kompleks Sekolah Rakyat. Keberadaan jalur afirmasi di sekolah formal juga memberikan kesempatan yang sama.
"Untuk kota besar seperti Surabaya, mencari lahan luas untuk Sekolah Rakyat terpusat tentu menjadi tantangan. Model inklusif ini menjadi solusi alternatif yang cerdas," terangnya.
Dengan dua model yang dikembangkan, yakni Sekolah Rakyat terpusat dan Sekolah Rakyat inklusif, Surabaya diharapkan dapat menjadi percontohan nasional dalam implementasi program ini.
Dr. Martadi meyakini bahwa pendekatan yang beragam ini akan mampu menjangkau lebih banyak anak-anak berpotensi dari keluarga kurang mampu, sekaligus menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan membuka ruang interaksi dengan siswa dari berbagai latar belakang.
“Sehingga di Indonesia ada dua model, Sekolah Rakyat penuh dimana asrama dengan sekolah terdekat. Tetapi ada yang inklusif, menjadi satu dengan sekolah umum dan asrama. Lalu ada harmonisasi program antara anak di asrama dengan yang diajarkan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Pemkot Surabaya mengembangkan empat jenjang pendidikan sebagai bagian dari program Sekolah Rakyat, yaitu: SD dan SMP di UPTD Kampung Anak Negeri, Jalan Wonorejo Timur; jenjang SMA di kawasan Unesa Kampus II, Lidah Wetan; serta jenjang perguruan tinggi "Omah Ilmu Arek Suroboyo" di wilayah Kalijudan. (*)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |