TIMES SURABAYA, SURABAYA – Kabar gembira bagi pencinta kuliner Asia di Surabaya. Mereka kini tak perlu jauh-jauh ke China jika ingin menikmati kuliner khas Dongbei.
Karena di Surabaya kini ada restoran dengan menu spesial yang rasanya tak kalah lezat, tetapi juga autentik dengan pasta wijen berlimpah serta susu. Nama restoran ini Lahai Malatang berlokasi di Kawasan G-Walk Shop House, Citraland.
Sang owner, Donna, ingin menghadirkan menu makanan malatang yang sudah sangat populer di kalangan penikmat kuliner Asia.
Bahkan makanan malatang juga tak asing dalam jajaran kuliner di Korea Selatan. Termasuk di Indonesia.
"Para penyuka kuliner China sekarang familiar dengan malatang. Karena itulah Lahai Malatang hadir khusus untuk memenuhi selera orang Surabaya,” kata Donna, Sabtu (28/12/2024).
Lahai Malatang hadir sejak pertengahan 2024 kemarin. Ragam hidangan khas dan autentik disajikan sebagaimana resep negara asalnya.
"Restoran kami spesial menu malatang," sambungnya.
Donna menyebut bahwa Lahai Malatang menjamin sejumlah menu yang disediakan dengan keasliannya.
"Kami menyiapkannya sesuai rasa aslinya tanpa modifikasi rasa Surabaya atau Indonesia,” ungkap Donna.
Dia juga menjelaskan perbedaan antara Sichuan Malatang dan Dongbei Malatang. Keduanya merupakan jajanan kaki lima yang sangat populer di China, dan masing-masing mewakili budaya makanan China barat daya dan timur laut.
Meskipun sama-sama disebut "mala tang", keduanya memiliki perbedaan yang jelas dalam hal rasa, pemilihan bahan, kombinasi bumbu, dan lain-lain.
Ada pepatah di sana yang berbunyi : "hanya satu sendok pasta wijen yang hilang", sebenarnya merupakan ringkasan visual perbedaan hotpot pedas di kedua tempat tersebut.
Pertama, Sichuan Malatang. Masakan Sichuan terkenal dengan makanan pedasnya, tidak terkecuali Sichuan Malatang.
Bahan dasar kuahnya biasanya terbuat dari berbagai macam bumbu dan cabai, memiliki rasa yang pedas dan pedas serta sangat menggugah selera.
Sichuan Malatang memiliki berbagai macam bahan, antara lain berbagai daging, makanan laut, sayuran, produk kedelai, dan lain-lain.
Pelanggan dapat memilih sesuai dengan kesukaannya. Dari segi bumbu, Sichuan Malatang mengedepankan rasa merica Sichuan yang mematikan rasa dan pedasnya minyak merah. Perpaduan kedua rasa ini memberikan cita rasa yang unik pada Sichuan Malatang.
Sebaliknya, Dongbei Malatang mempunyai karakteristik yang berbeda. Wilayah Timur Laut beriklim dingin, dan penduduk setempat suka mengonsumsi makanan berminyak dan berkalori tinggi untuk mengusir hawa dingin.
Oleh karena itu, bahan dasar sup Dongbei Malatang sering kali lebih kaya dan menggunakan lebih banyak bahan daging.
Dongbei Malatang juga pedas, tetapi dibandingkan dengan malatang Sichuan, tingkat kepedasannya biasanya lebih rendah dan lebih menekankan pada kelezatan bahannya sendiri.
Dari segi bumbu, Dongbei Malatang sering menambahkan sesendok pasta wijen, yang merupakan perbedaan terbesar antara malatang Dongbei dan malatang Sichuan.
"Penambahan pasta wijen membuat rasa Dongbei malatang semakin lembut dan menambah sedikit rasa manis," ujar Donna.
Lantas, mengapa dikatakan “hanya kurang satu sendok saus wijen” antara Sichuan malatang dan Dongbei malatang?
Hal ini justru mempertegas perbedaan halus bumbu antara kedua jenis malatang tersebut. Sebagai bumbu umum, pasta wijen banyak digunakan dalam masakan Dongbei (timur laut), tetapi kurang umum digunakan dalam masakan Sichuan.
Penambahan pasta wijen tidak hanya mengubah cita rasa malatang, tetapi juga mempengaruhi cita rasa secara keseluruhan.
Sesendok pasta wijen dapat melunakkan rasa malatang, mengurangi rasa pedas, dan juga menghadirkan rasa wijen yang kaya, perbedaannya sangat kontras dengan rasa mati rasa dari pedasnya Sichuan Malatang.
Secara umum, meskipun malatang Sichuan dan Dongbei Malatang sama-sama termasuk dalam kategori malatang, namun masing-masing memiliki ciri khas pola makan daerah yang berbeda.
Rasa pedas dan lezat dari Sichuan Malatang mencerminkan keinginan masyarakat Sichuan terhadap rasa pedas. Sedangkan aroma Dongbei Malatang yang kaya dan lembut mencerminkan preferensi masyarakat timur laut terhadap makanan yang lebih kental.
Perbedaan sesendok pasta wijen merupakan cerminan halus dari dua ciri khas lokal pada jajanan Malatang.
Sebagai restoran yang menyajikan masakan khas Dongbei, tentu saja menu-menu di Lahai Malatang hadir dengan rasa yang autentik sesuai dari tempat asalnya.
"Inilah ciri utama hidangan Lahai Malatang yang membuatnya berbeda dengan malatang lain di Surabaya, yaitu kuah yang pedas kebas dari rempah lada sichuan dan cabai juga ditambah gurih creamy dari saus wijen dan juga susu," jelas Donna bersemangat.
Penikmat malatang bisa nyaman untuk menyeruput kuahnya tanpa takut terasa nyegrak dari pedasnya lada sichuan.
Karena Dongbei Malatang tidak bisa lepas dari pasta atau saus wijen, maka, Donna menyarankan untuk customer wajib tambah saus racikan signature Lahai Malatang, cukup membayar Rp10 ribu bisa free refill sepuasnya.
Saus racikan signature ini sudah ditakar langsung dengan Donna dan pastinya bisa membuat malatang makin sedap dan makin creamy.
Seperti kebiasaan Donna ketika makan malatang di China, menu-menu di sana ditawarkan dengan memakai sistem gramasi.
Begitu juga di Lahai Malatang, aturannya adalah Rp30 ribu per 100 gram isian dengan minimal pembelian 300 gram atau sudah ditakar sesuai porsi makan perorangan.
"Jadi, jangan takut kebanyakan, di Lahai Malatang juga bisa sharing dengan teman ataupun keluarga,” katanya.
Sejak mendirkan Lahai Malatang, Donna memang ingin menjadikan restoran itu sebagai restoran pilihan orang Surabaya karena memberikan pengalaman berbeda dan memberikan makanan yang rasa dan bahan yang terjamin autentik tanpa mengubah kualitas bumbunya.
“Tempatnya juga nyaman untuk dikunjungi bersama teman maupun keluarga. Berkonsep minimalis baik indoor dan outdoor area, ada area lantai 2 yang luas dan bisa digunakan untuk berbagai acara,” katanya.
Masih ada boardgame dengan cukup membayar Rp30 ribu per orang.
“Itu sudah bisa main sepuasnya dengan menikmati popcorn gratis lho,” katanya.
Dengan semua kelebihan itu, Donna ingin orang Surabaya dapat menemukan kesan dan pengalaman yang sama dengan apa yang ada di China.
“Itu sesuai kisah saya sendiri mencicipi langsung malatang di China pada 2017 lalu. Makanya tak perlu lagi ke China untuk makan malatang. Cukup ke Lahai Malatang ya!” tandasnya. (*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |