TIMES SURABAYA, SURABAYA – Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) mengungkap hasil penelitian bersama Center for Disease Control and Prevention Foundation di Ruang Rote Gedung ASEEC Kampus B Unair, Selasa (16/5/2023).
Diseminasi dan Sosialisasi Hasil Penelitian ini bertajuk "Anak Sekolah di Belantara Iklan dan Penjualan Rokok".
Acara diseminasi merupakan bagian dari peran peneliti Unair untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Penelitian itu juga diharapkan bisa menjadi evidence yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk memutus rantai perokok aktif pada anak.
Jumlah perokok aktif di kalangan anak-anak sendiri mengalami kenaikan dan sangat memprihatinkan kalangan dunia kesehatan.
Prevalensi anak-anak yang menjadi perokok aktif naik dari 5 persen menjadi 9,1 persen dengan rentang usia 10-12 tahun pada tahun 2022. Jumlah ini jauh dari target penurunan yang diharapkan pemerintah.
Hasil penelitian FKM Unair dan CDC Foundation Atlanta USA terdapat 51,7 persen siswa sekolah setingkat SMP/SMA mengaku merokok jenis rokok konvensional dalam 30 hari terakhir dan 50,7 persen mengaku pernah merokok jenis rokok elektronik.
Penelitian ini melibatkan 6.786 siswa dari 165 sekolah yang tersebar 4 kabupaten/kota di Indonesia.Yaitu Serang, Padang, Lombok Timur dan Banyuwangi. Menariknya, responden dari penelitian ini sebagian merupakan pelajar perempuan dan sebagian masih duduk di bangku SMP.
“Pada umumnya mereka merokok konvensional 2-5 batang sehari dan menghisap rokok elektronik sehari sekali,” tutur Hario Megatsari, ketua peneliti sekaligus Dosen FKM Unair.
Ironisnya, lanjut Hario, lebih dari 30 persen siswa mengaku menjumpai aktivitas merokok di lingkungan sekolah dengan persentase terbanyak dilakukan oleh teman sekolah, guru dan penjaga sekolah.
"Terbesar di Lombok Timur, di mana 61 persen siswa mengungkap adanya aktivitas merokok di lingkungan sekolah, sebagian besar dilakukan oleh siswa dan guru sekolah,” ujarnya.
Akibat Terpapar Iklan Rokok
Hampir semua siswa di 4 kabupaten/kota tersebut mengaku pernah mendengar, mengetahui, maupun melihat iklan rokok konvensional.
Rinciannya, mereka paling sering melihat iklan rokok di tempat penjualan rokok seperti kios maupun toko. Lalu terbanyak kedua adalah di papan reklame, selanjutnya melalui internet, televisi dan majalah atau koran.
Demikian juga dengan rokok elektronik. Sebagian besar siswa mengetahui rokok jenis tersebut dan paling sering melihat iklannya di media reklame.
“Hal ini berbeda dengan paparan sponsor rokok melalui berbagai acara, baik itu olahraga, kesenian maupun acara komunitas, sebagian besar siswa mengaku tidak menjumpai sponsor iklan disitu,” kata Hario.
Ia menambahkan, promosi rokok melalui kaos, voucher maupun tawaran rokok gratis dari perusahan rokok, sebagian besar siswa mengaku tidak menerima atau mengalaminya.
Penelitian yang berlangsung selama hampir setahun ini, juga menghasilkan peta mapping iklan rokok di puluhan ribu titilk di 4 kabupaten maupun kota yang sama.
Hasilnya, sekitar 30 persen tempat penjualan baik menjual rokok maupun tidak terdapat iklan rokok indoor, outdoor, kecuali di Serang yang lebih rendah yaitu 19,4 persen.
“Terbanyak dalam bentuk powerwall, poster dan stiker untuk yang indoor, sedangkan untuk outdoor terbanyak dalam bentuk spanduk dan poster," imbuh Hario.
Dari temuan di atas dapat dilihat bahwa perilaku merokok responden, dalam hal ini adalah anak sekolah, mengalami kenaikan yang cukup drastis dibandingkan dengan hasil survey yang dilakukan tahun sebelumnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya paparan iklan rokok (baik konvensional maupun elektronik) pada anak sekolah dengan berbagai macam bentuk IPS.
Dengan adanya fakta tersebut diatas, FKM Unair mendorong pemerintah untuk segera melakukan melakukan revisi UU yang relevan terkait dengan pencegahan anak sekolah merokok.
"Antara lain adalah revisi UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,” ungkapnya.
Strategi Marketing Industri Rokok
Iklan rokok di sekitar lingkungan anak adalah salah satu pemicu peningkatan angka perokok aktif tersebut. Sebab, industri rokok membutuhkan regenerasi konsumer.
"Salah satunya karena masifnya iklan rokok di tempat umum dan sekolah," terang Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Airlangga (Unair) Dr Santi Martini, dr, MKes.
Anggota Aliansi Komisi Akademisi Indonesia untuk Pengendalian Tembakau, Kiki Suwarso turut menyampaikan hal senada. Ia menjabarkan hasil penelitian antara FKM Unair dan Center for Disease Control and Prevention Foundation.
Ia mengamati strategi kampanye industri rokok melalui berbagai media atau media exposure lewat iklan, campaign, endorsement, konten editorial, online review dan online rating dalam beberapa waktu terakhir bersama tim peneliti.
Namun juga masih ada beberapa strategi marketing public and relations meskipun serangan pada industri rokok bertubi-tubi, akan tetapi industri ini masih bisa melakukan berbagai cara untuk mempertahankan reputasinya.
"Kampanye media ini menyasar segala arah," kata Kiki.
Bahkan, iklan itu dibalut dalam berbagai momen seperti ucapan tahun baru dengan tujuan mempengaruhi konsumen untuk membeli produknya. Industri juga aktif membuat pesan persuasif untuk mempengaruhi konsumen agar mereka membeli
"Meskipun industri rokok mengklaim iklan mereka tidak menyasar anak muda, sangat tidak percaya," tegasnya.
Kemudian product placement juga diletakkan lewat film antara lain terlihat pada tokoh utama. Para aktor maupun aktris mengonsumsi rokok baik dengan menunjukkan merek atau simbol lainnya seperti kepulan asap dan asbak. Bukan hanya tokoh antagonis tapi juga tokoh protagonis.
Para influencer dengan jutaan pengikut juga ditarik sebagai industri rokok dengan tujuan berbeda. Perusahaan rokok menjangkau semua cela potensial.
"Ini dapat menciptakan asosiasi di bawah sadar kepada calon konsumen," ujarnya.
Kiki menambahkan, media social exposure pada influencer bisa mempengaruhi followers dan mempengaruhi gaya hidup mereka untuk membeli produk yang mereka tampilkan.
Begitu pula online reviews and rating consumer juga menjadi rujukan karena konsumen sangat tergantung pada ulasan. Produsen melakukan segala daya upaya untuk mendapat bintang dan rating tinggi. Ulasan ini dapat mempengaruhi daya pilih dan membentuk perilaku konsumen.
"Ini dimanfaatkan sekali oleh industri," tandasnya.
Kemudian terakhir adalah komunikasi dari mulut ke mulut. Rekomendasi pribadi dan pengalaman bersama memiliki dampak pula terhadap perilaku konsumen. Semua paparan media di atas dimanfaatkan industri rokok untuk menyasar berbagai celah karena mereka sangat yakin pengaruh paparan media ini sangat bervariasi terhadap individu.
Industri melakukan strategi komprehensif agar tidak ada celah tersisa. Mereka juga sadar perilaku konsumen dikombinasi oleh berbagai faktor dan telah mereka perhitungkan secara matang.
"Inilah yang kemudian disasar oleh industri," ujar Kiki.
Sementara itu, Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Dr Abdillah Ahsan selaku moderator menegaskan, pengendalian tembakau dengan mengurangi konsumsi rokok dapat mendorong peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan dalam ekosistem rumah tangga.
Masyarakat yang sehat adalah pondasi bagi SDM tangguh. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah tidak merokok untuk mengurangi risiko penyakit. Pertumbuhan ekonomi negara harus ditopang oleh kesehatan masyarakat.
"Ekonomi kita tidak boleh diserahkan kepada industri yang merusak kesehatan," terangnya.
Kesehatan masyarakat juga tidak boleh dikorbankan demi penerimaan negara dari cukai rokok yang jumlahnya sangat besar. Ekonomi disebut sudah biasa untuk bertransformasi meskipun tidak ada industri rokok.
"Cukai ini sebenarnya adalah denda untuk mengurangi konsumsi, pemerintah harus lebih pintar untuk mencari pendapatan selain dari cukai rokok," katanya.
Sebagaimana diketahui, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) mengungkap hasil penelitian bersama Center for Disease Control and Prevention Foundation di Ruang Rote Gedung ASEEC Kampus B Unair, Selasa (16/5/2023). Diseminasi dan Sosialisasi Hasil Penelitian ini bertajuk "Anak Sekolah di Belantara Iklan dan Penjualan Rokok".(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |