https://surabaya.times.co.id/
Berita

Senator Lia Istifhama Desak Regulasi Tegas untuk Perusahaan Nakal, Cegah Tragedi Kecelakaan di Tol

Kamis, 06 Februari 2025 - 12:22
Senator Lia Istifhama Desak Regulasi Tegas untuk Perusahaan Nakal, Cegah Tragedi Kecelakaan di Tol Anggota Komite III DPD RI, Dr. Lia Istifhama M.EI

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Anggota DPD RI, Lia Istifhama, menyoroti pentingnya penerapan regulasi yang lebih ketat, terutama terkait kendaraan Over Dimension Overload (ODOL) dan bus pariwisata.

Seperti yang diketahui, Kecelakaan maut yang menimpa delapan orang di pintu tol Ciawi 2, Bogor, Jawa Barat, kembali membuka diskusi panjang soal keselamatan di jalan raya.Peristiwa tragis yang terjadi pada Selasa (4/2/2025) pukul 23.30 WIB itu disebabkan oleh truk tronton yang mengalami rem blong, sebuah insiden yang bukan kali pertama terjadi di Indonesia.

Lia-Istifhama-M-2.jpg

Menurutnya, kecelakaan seperti ini seharusnya tidak hanya berhenti pada pengenaan sanksi terhadap sopir, tetapi juga harus menyentuh akar permasalahan: kelaikan kendaraan dan sistem kerja yang terlalu menekan sopir.

Kecelakaan Berulang, Evaluasi Keselamatan Dipertanyakan

Tragedi di Tol Ciawi menambah daftar panjang kecelakaan akibat kendaraan besar yang tidak memenuhi standar keselamatan. Beberapa waktu terakhir, kecelakaan bus pariwisata yang membawa rombongan study tour juga menjadi sorotan, termasuk insiden di Ciater (Subang), Tanggamus (Lampung), Tol Jombang-Mojokerto, hingga Kota Batu (Jawa Timur).

Lia Istifhama menegaskan bahwa kecelakaan bukan hanya akibat kelalaian individu, tetapi juga kegagalan sistem yang membiarkan kendaraan tidak layak beroperasi.

“Kalau bicara kecelakaan, jangan hanya menyalahkan sopir. Kita harus melihat faktor lain, seperti tekanan jam kerja dan kelaikan kendaraan. Jika kendaraan ODOL tetap dibiarkan melintas tanpa pengawasan ketat, maka risiko kecelakaan akan terus terjadi,” ujarnya.

ODOL dan Bus Pariwisata Harus Diawasi Ketat

Menurut Lia, implementasi Pasal 48 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) masih kurang optimal.

Salah satu isu utama adalah kendaraan ODOL yang melebihi standar dimensi dan berat, yang sering menjadi pemicu kecelakaan.

“Kendaraan ODOL ini memakan jalur lebih besar dan bobotnya terlalu berat untuk standar jalan raya. Jika sistem rem dan perawatan tidak diperhatikan, maka kecelakaan tinggal menunggu waktu,” tegasnya.

Tak hanya truk, bus pariwisata juga kerap mengalami kecelakaan akibat kurangnya pemeriksaan rutin atau ramp check.

Ia meminta penyedia jasa transportasi lebih disiplin dalam melakukan pemeriksaan bersama Dinas Perhubungan, kepolisian, dan Jasa Raharja.

“Jangan mengejar keuntungan lebih dengan mengabaikan kelayakan kendaraan. Apa artinya untung sedikit lebih banyak jika akhirnya merugi akibat kecelakaan?” katanya.

Regulasi Tegas untuk Perusahaan Nakal

Lia juga mengusulkan penindakan lebih tegas terhadap perusahaan transportasi yang lalai dalam menjaga keselamatan kendaraannya.

Menurutnya, perusahaan yang terbukti melanggar standar keselamatan harus dikenai sanksi berat, mulai dari denda hingga larangan beroperasi.

“Satu-satunya cara untuk mengurangi kecelakaan adalah menindak perusahaan nakal. Misalnya, dengan menerapkan denda khusus bagi perusahaan yang kendaraannya menyebabkan kecelakaan, atau bahkan pembatasan operasional seperti pencekalan bagi pemilik perusahaan seperti halnya kasus korupsi,” ungkapnya.

Ia mencontohkan kasus kecelakaan di Tol Ciawi, di mana perusahaan pemilik truk wajib menanggung semua biaya perawatan korban dan santunan bagi keluarga yang kehilangan anggota mereka.

“Jika ada korban yang mengalami cacat, perusahaan juga harus bertanggung jawab menyediakan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi mereka setelah pulih,” tambahnya.

Evaluasi Keselamatan: Jangan Hanya Fokus pada Sopir

Di akhir pernyataannya, Lia menegaskan bahwa keselamatan di jalan raya tidak hanya bergantung pada sopir, tetapi juga pada sistem kerja yang diterapkan perusahaan. Ia mengkritik praktik “kejar setoran” yang sering memaksa sopir bekerja melebihi batas wajar.

“Kita sering dengar slogan ‘Nganjuk Kertosono, nek ngantuk ojok diterusno’, artinya kalau sopir ngantuk, seharusnya istirahat. Tapi bagaimana jika ada tekanan target kerja atau iming-iming bonus? Sopir akhirnya terus memacu kendaraan tanpa mempertimbangkan keselamatan,” katanya.

Sebagai solusi, ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap regulasi yang ada.

“Kalau perusahaan tetap membandel, ya cukup satu kata: blacklist,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Rudi Mulya
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.