TIMES SURABAYA, SURABAYA – Dua karya anak Surabaya berhasil mendapatkan dana hibah internasional dari Leap English & Digital Class (Leap). Karya tersebut berjudul BookLens dan Reading Aloud Board Game.
Dua karya inovatif dari siswa LEAP tersebut diserahkan secara simbolis masing-masing penerima bersama perwakilan Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya).
Hibah lembaga global itu diserahkan dalam acara puncak tahunan bertajuk Little Heroes: Guardians of Tomorrow - Changemaker Fair di Atrium Pakuwon City Mall Surabaya, Sabtu (5/7/2025) malam.
Penyerahan sekaligus menjadi simbol kolaborasi antargenerasi untuk menciptakan kota yang lebih inklusif dan ramah anak.
Di tengah tantangan dunia yang semakin kompleks, anak-anak Surabaya membuktikan bahwa generasi muda mampu berkontribusi nyata sejak dini.
Para siswa menampilkan berbagai inovasi dan solusi berbasis proyek, terinspirasi dari isu sosial dan kebutuhan sekitar mereka.
BookLens, karya Daniel Handoko, siswa kelas 7, adalah aplikasi pemindai barcode buku yang menilai kesesuaian isi buku dengan usia pembaca.
Inovasi ini menjawab kebutuhan akan
literasi ramah anak, dan telah menarik perhatian lembaga internasional yang memberikan dukungan hibah serta peluang inkubasi lebih lanjut.
Sementara Reading Aloud Board Game yang berupa permainan papan edukatif adalah hasil kolaborasi Goldy dan Maudy, memadukan pembelajaran membaca dengan elemen permainan interaktif.
Dirancang untuk meningkatkan kemampuan membaca lantang dan menumbuhkan minat baca sejak usia dini.
Karya ini telah mendapatkan pengakuan internasional dan tengah dikembangkan untuk distribusi ke sekolah dan komunitas literasi di berbagai daerah.
"Kami tidak menyangka bahwa anak-anak sampai bisa membuat karya sampai mendapat dana hibah internasional. Awalnya kami mengikutkan mereka di program enrichment LeapXperience hanya agar mereka bisa terus meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris yang memang sudah lancar,” demikian komentar mama Danel, Goldy dan Maudy.
Kedua siswa telah mengembangkan karya berupa aplikasi digital dan boardgame, di tengah sorotan publik soal tantangan literasi anak di Indonesia.
Menurut data UNESCO, 1 dari 3 anak usia sekolah di Indonesia belum mencapai tingkat kecakapan minimum dalam membaca.
Sementara itu, minat baca nasional menempati peringkat ke-62 dari 70 negara berdasarkan survei PISA.
"Fakta ini memperkuat urgensi pendekatan pendidikan yang tidak hanya mengajarkan kemampuan dasar, tetapi juga membangun empati, kreativitas, dan daya cipta seperti yang dilakukan dalam program LeapXperience," kata Direktur LEAP, Ika Yadin.
Acara ini dikatakannya, menjadi ruang aktualisasi bagi anak-anak untuk membuktikan bahwa mereka tidak hanya mampu menyerap pelajaran, tetapi juga berpikir kritis dan menciptakan karya yang berdampak sosial nyata.
"Melalui Little Heroes, kami ingin menunjukkan bahwa setiap anak memiliki potensi untuk menciptakan perubahan asal diberi ruang, bimbingan, dan kepercayaan,” ujar Ika Yadin.
Kegiatan tersebut juga merupakan bagian dari LeapXperience, program pembelajaran berbasis project-based learning yang mengintegrasikan nilai kepemimpinan, kolaborasi, dan keberlanjutan.
Di sisi lain, kata Ika, acara selebrasi literasi karya anak-anak telah melalui serangkaian proses yang cukup panjang.
"Leap Experience itu kan sudah sudah tiga angkatan. Sudah tiga tahun dan masing-masing angkatan itu punya ceritanya masing-masing. Jadi memang kita ingin merayakan bersama-sama apa yang sudah dikerjakan anak-anak," ujarnya.
"Termasuk tadi juga ada sebetulnya performers dari program-program lain. Jadi kita ingin kasih kesempatan mereka untuk tampil menyuarakan apa yang sudah mereka buat," sambungnya.
Leap Experience merupakan salah satu program yang memang dirancang untuk anak-anak dengan skill penguasaan Bahasa Inggris dengan kategori sudah cukup memadai.
"Nah, kita arahin supaya mereka itu Bahasa Inggrisnya nggak cuma ngerjain ulangan tapi dia bisa berkarya. Jadi kemudian setiap batch atau setiap angkatan itu kita kasih satu topik SDG," ucap Ika.
"Terus kita paparkan dengan arah sumber Dengan kondisi real di lapangan. Terus kemudian kita bimbing supaya mereka pada akhirnya bisa punya ide gitu Untuk menciptakan solusi dari versinya mereka," tambahnya.
Dia berharap ide yang telah menjadi karya ini dapat bermanfaat secara lebih luas khususnya bagi dunia literasi di Kota Surabaya.
Changemaker Fair sendiri tidak hanya menampilkan karya siswa, tetapi juga menghadirkan berbagai aktivitas edukatif dan inspiratif.
Antara lain Students Performances, menampilkan pertunjukan bakat dan kreativitas siswa, LeapXperience Spotlight yang merupakan presentasi proyek terpilih terkait SDGs.
Kemudian juga Changemakers Session, kegiatan kolaboratif dan showcase dari sekolah mitra serta ada pula diskusi bersama penulis nasional, tentang peran literasi dalam membentuk karakter anak.
Storytelling interaktif oleh fasilitator LEAP
Showcase coding project siswa, perpaduan logika dan kreativitas, penampilan alumni LeapXperience, termasuk yang pernah mewakili Indonesia di forum internasional seperti Design for Change Global Summit dan Zero Food Waste Challenge.
Acara ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Surabaya, DP3A, Bappeda dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Surabaya, serta komunitas literasi, guru, dan media.
Selain itu, dukungan juga datang dari sekolah mitra seperti SD Kristen Gloria 3, yang telah mengimplementasikan program LeapXperience dalam bentuk ekstrakurikuler bertajuk Little Inventor.
Kepala Sekolah SD Kristen Gloria 3 Surabaya, Ita Ariesta, mengungkapkan kekagumannya atas karya para siswa yang mampu merancang proyek berdampak sosial sejak usia dini.
“Kami tidak menyangka bahwa anak-anak SD bisa menghasilkan inovasi sedemikian rupa. Program ini sangat relevan dan kami sangat merekomendasikannya untuk diadopsi juga oleh jenjang SMP dan SMA, khususnya di lingkungan sekolah Gloria,” ujarnya.
Acara ini juga mendapatkan dukungan dari berbagai mitra pendidikan, baik nasional
maupun internasional, seperti komunitas Kumpul Dongeng, Design for Change, YouthMADE, dan Digital Promise (USA).
Mereka turut berperan aktif dalam sesi
diskusi, pendampingan proyek, hingga proses kurasi karya.
Kehadiran berbagai pihak ini memperkuat komitmen bersama dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif, kolaboratif, dan partisipatif.
Sejak berdiri pada tahun 2006, LEAP English & Digital Class telah melayani lebih dari 28.000 siswa dari berbagai usia dan latar belakang.
Melalui program General English, Digital Classes, dan LeapXperience, LEAP menggabungkan pendidikan bahasa, teknologi, dan soft skills untuk menyiapkan anak menjadi pembelajar aktif sekaligus kontributor sosial.
Kurikulum LEAP didesain kontekstual, memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi masalah di sekitarnya, merancang solusi, dan mempresentasikannya dalam format yang mudah dipahami oleh publik dari aplikasi, permainan, hingga kampanye sosial.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ciptakan Karya Jawab Tantangan Literasi, Dua Anak Surabaya Raih Hibah Internasional
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |