TIMES SURABAYA, JAKARTA – Pawai Bendera (March of the Flag) oleh kelompok nasionalis sayap kanan pro-pemukiman Israel kini disetujui kantor Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan akan berlangsung pada 15 Juni mendatang.
Pawai kontroversial yang semula akan diadakan pada 10 Mei 2021 lalu itu dikhawatirkan akan menimbulkan ketegangan baru disaat Israel-Palestina sedang menjalankan kesepakatan gencatan senjata.
Pawai ini semula tidak diizinkan oleh kepolisian Israel sendiri. Keputusan diizinkannya pelaksanaan pawai itu terjadi sehari setelah acara itu dibatalkan oleh penyelenggara karena masalah keamanan.
PM Israel Benjamin Netanyahu.(FOTO: Reuters)
Tetapi setelah pertemuan kabinet Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada hari Selasa (8/6/2021) kantornya mengatakan para menteri telah menyetujui, dan pawai akan tetap diadakan minggu depan.
"Parade akan berlangsung Selasa mendatang (15 Juni) dalam format yang akan disepakati antara polisi dan penyelenggara parade," kata sebuah pernyataan dari kantor Netanyahu.
Pawai itu akan melewati Kota Tua Yerusalem Timur yang diduduki, mulai dari Gerbang Damaskus Kota Tua yang berdinding kemudian masuk ke kawasan Muslim.
Seorang pejabat tinggi Hamas, Khalil al-Hayya, telah memperingatkan Israel pada hari Senin untuk tidak membiarkan pawai mendekati Yerusalem Timur dan kompleks Masjid Al-Aqsa".
"Kami berharap pesannya jelas sehingga Kamis tidak menjadi (10 Mei) yang baru," katanya, merujuk pada awal pertempuran 11 hari bulan lalu antara Israel dan Hamas.
Setidaknya 254 warga Palestina, termasuk 66 anak-anak meninggal dunia dalam pemboman Israel menurut otoritas kesehatan di Gaza. Sementara pejabat Israel mengatakan 12 orang di Israel termasuk dua anak juga meninggal dunia di Israel oleh serangan roket yang dilakukan oleh kelompok bersenjata yang berbasis di Gaza.
Serangan Israel di Gaza terjadi selama berminggu-minggu meningkatnya ketegangan tentang pemindahan paksa yang muncul dari beberapa keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah, sebuah lingkungan Palestina di Yerusalem Timur yang diduduki oleh pemukim Yahudi yang yelah mencoba untuk mengusir mereka selama beberapa dekade.
Situasi meningkat ketika polisi Israel menyerbu Masjid Al-Aqsa di Kota Tua Yerusalem, situs tersuci ketiga dalam Islam, serta melukai ratusan jemaah Palestina selama beberapa hari kekerasan.
Al Jazeera melaporkan dari Yerusalem Barat, keputusan Selasa depan untuk melanjutkan pawai adalah potensi perkembangan yang mengkhawatirkan dalam hal ketegangan dan situasi keamanan di kota.
"Ini dilihat di beberapa tempat sebagai upaya Netanyahu untuk mengaduk-aduk lagi dan berpotensi melemparkan sesuatu yang lain ke dalam campuran yang mungkin membantu nasib politiknya," tulis Al Jazeera.
Benyamin Netanyahu saat ini tengah menghadapi akhir dari kekuasaannya yang lama pada hari Minggu besok ketika legislatif negara itu dijadwalkan memberikan suara untuk menyetujui pemerintah dari berbagai partai yang datang bersatu untuk menggulingkannya.
Jika pemungutan suara itu berhasil, akan terlihat apakah Perdana Menteri yang baru (Naftali Bennett atau mitranya pemimpin oposisi Yair Lapid) akan mengizinkan pawai itu dilanjutkan.
Politisi Partai Buruh Gilad Kariv, pendukung koalisi yang menantang Netanyahu, menyebut langkah itu sebagai babak lain dalam upaya pemerintah yang akan keluar untuk meninggalkan pembumi hangusan.
Namun dikabarkan, ketegangan kemungkinan akan tetap tinggi di Yerusalem terlepas dari apakah pawai nasional sayap kanan pro-Israel yang sempat diingatkan pihak Hamas di Palestina itu tetap dilanjutkan atau tidak. (*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |