TIMES SURABAYA, MALANG – Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan Malang bersolidaritas terhadap warga Pulau Rempang, Batam. Hal itu mereka tunjukkan melalui berbagai aksi dan sebaran media sosial untuk mendukung warga Pulau Rempang yang tengah mempertahankan kediamannya dari para investor.
Salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan, Devi Athok mengatakan, kasus yang terjadi di Pulau Rempang, yakni bentrokan antara warga dengan aparat kepolisian, kasusnya hampir sama dengan Tragedi Kanjuruhan.
Hal yang menyamakan, yakni dimana kepolisian menggunakan gas air mata dalam membombardir warga untuk mundur. Bahkan, anak-anak sekolah pun terkena imbas dari gas air mata yang ditembakkan oleh aparat kepolisian.
"Kami di sini juga bersolidaritas atas kasus yang saat ini terjadi di Pulau Rempang," ujar Devi, Jumat (15/9/2023).
Diketahui, bentrokan yang terjadi pada 7 September 2023 lalu itu pecah hingga membuat aparat kepolisian menembakan gas air mata yang mengakibatkan gangguan kesehatan warga hingga anak-anak Pulau Rempang.
Bahkan, lanjut Devi, alasan yang dikeluarkan oleh pihak kepolisian soal gas air mata tak jauh berbeda dengan yang terjadi di Kanjuruhan 1 Oktober 2022. Alasannya, yakni gas air mata tersebut tertiup angin yang berdampak meluasnya sasaran.
"Kepolisian memang tidak pernah mengakui efek buruk gas air mata. Sama seperti saksi ahli yang dihadirkan saat Laporan Model B. Saksi ahli menyatakan jatuhnya korban jiwa, karena berdesakan, bukan karena gas air mata," ucapnya.
Sebagai informasi, konflik Pulau Rempang, Batam terjadi, karena dipicu oleh penolakan warga setempat terkait proyek Rempang Eco-City sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
Proyek ini akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), yakni anak usaha dari Grup Artha Graha milik Tomy Winata.
Proyek dengan luas sekitar 17.000 hektare tersebut rencananya akan menjadi kawasan ekonomi terintegrasi yang menghubungkan sektor industri, jasa dan komersial, residensial/permukiman, agro-pariwisata dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |