TIMES SURABAYA – Topik tentang kontrasepsi hampir selalu berkutat pada kaum hawa. Antara lain seperti penggunaan pil KB, suntik, implan, atau sterilisasi.
Padahal, pria juga memiliki opsi kontrasepsi permanen, yakni vasektomi. Meskipun hingga saat ini metode tersebut belum menjadi pilihan populer di Indonesia.
"Dalam sebulan, mungkin hanya satu atau dua pria yang datang ke rumah sakit kami untuk vasektomi," ungkap Dokter Spesialis Urologi dari RS Premier Surabaya, dr. Achmad Anies Shahab, Sp.U, Senin (2/6/2025).
Jumlah itu tentu sangat kecil, apabila mengingat luasnya populasi dan semakin gencarnya kampanye keluarga berencana.
Berdasarkan data yang dihimpun pihak rumah sakit, prevalensi vasektomi hanya menyentuh angka 0,13 persen pada tahun 2024. Artinya, jumlah pria di Indonesia yang memanfaatkan vasektomi sebagai kontrasepsi masih sangat rendah.
Lantas, apa sebenarnya vasektomi itu, dan bagaimana prosedurnya dilakukan?
Vasektomi adalah prosedur bedah mikro yang dilakukan untuk menghentikan aliran sperma dari buah zakar (testis) ke penis.
Prosedur ini memakan waktu singkat dan hanya melibatkan anestesi lokal. Pasien bisa langsung pulang tanpa harus rawat inap.
“Secara teknis, kami membuat sayatan kecil di kantung buah zakar, lalu menutup saluran sperma. Itu yang membuat sperma tidak bisa keluar saat ejakulasi,” kata dr. Anies.
dr. Anies menjelaskan, banyak orang mengira vasektomi adalah jalan satu arah menuju kemandulan. Tapi ia membantah anggapan itu.
“Kalau yang dimaksud permanen adalah tidak bisa dikembalikan, itu tidak benar. Vasektomi bisa dibalik melalui prosedur bedah lagi, meskipun kompleks dan mahal," tuturnya.
Namun, ia menekankan bahwa pengembalian tidak selalu berhasil 100 persen. Keberhasilan tergantung pada usia, kondisi testis, dan berapa lama sejak vasektomi pertama kali dilakukan.
“Kalau seseorang melakukan vasektomi di usia 50, lalu ingin punya anak lagi di usia 65, tentu kesuburannya sudah berbeda," terangnya.
Dari segi efektivitas, vasektomi adalah salah satu metode kontrasepsi yang paling ampuh.
“Prosedurnya sederhana, minim risiko, dan nyerinya ringan. Sangat berbeda dibanding sterilisasi wanita yang lebih kompleks karena letak salurannya lebih dalam,” jelasnya.
Namun, pasien tetap perlu berhati-hati setelah prosedur. Vasektomi tidak langsung membuat seseorang steril.
“Kami sarankan hubungan seksual dengan kondom minimal 10–15 kali dulu, karena masih mungkin ada sisa sperma yang tertinggal di saluran,” ujar dokter RS Premier Surabaya yang berfokus pada diagnosis dan penanganan masalah saluran kemih dan sistem reproduksi pria tersebut.
Resiko Vasektomi
Risiko medis vasektomi juga sangat kecil. Komplikasi yang mungkin timbul biasanya berupa infeksi ringan di bekas luka atau pembengkakan yang cepat reda.
Apakah vasektomi memengaruhi fungsi seksual? Isu ini seringkali menjadi penyebab utama pria enggan menjalani vasektomi.
Tak dapat dipungkiri, kerap muncul ketakutan bahwa vasektomi akan memengaruhi kemampuan ereksi, gairah seksual, atau produksi air mani.
Dokter Anies menegaskan bahwa semua itu mitos. Ia menjelaskan, bahwa testis tidak hanya memproduksi sperma, tapi juga hormon testosteron. Dan hormon ini tidak dikeluarkan melalui penis, melainkan diserap oleh darah.
“Jadi, ereksi tetap normal, gairah seksual tetap, bahkan ejakulasi tetap terjadi. Bedanya, air mani tidak lagi mengandung sperma," bebernya saat ditemui di poli praktek RS Premier Surabaya.
Sebanyak 95 persen cairan ejakulat, menurutnya, dihasilkan oleh kelenjar di luar testis seperti vesikula seminalis dan kelenjar prostat. Testis hanya menyumbang sekitar 5 persen yang mengandung sperma.
Di balik semua kelebihan itu, masih banyak pria yang menghindari vasektomi. Bukan karena alasan medis, melainkan karena faktor budaya dan ego.
"Masih banyak pria yang merasa kontrasepsi adalah urusan perempuan. Padahal justru laki-laki bisa berkontribusi lebih besar dengan vasektomi,” katanya.
Faktor kejantanan juga sering kali dikaitkan dan itu keliru. Padahal, vasektomi tidak mengurangi maskulinitas, tidak mengganggu performa seksual, dan tidak mengubah hormon.
dr. Anies pun menyarankan agar vasektomi hanya dilakukan oleh pria yang benar-benar yakin tidak ingin punya anak lagi.
“Idealnya sudah menikah lebih dari 10 tahun, punya anak laki-laki dan perempuan. Jangan yang baru menikah dan masih punya satu anak," tuturnya.
Keputusan ini harus diambil dengan pertimbangan matang, karena meskipun bisa dikembalikan, tak ada jaminan berhasil sepenuhnya.
Vasektomi sendiri menjadi opsi kontrasepsi pria yang efektif, aman, dan minim efek samping. Namun stigma dan kesalahpahaman membuatnya masih jarang dipilih.
Jika edukasi dan pemahaman publik meningkat, bukan tidak mungkin ke depan lebih banyak pria berani ambil bagian dalam perencanaan keluarga secara aktif.
RS Premier Surabaya sendiri juga menyediakan layanan konsultasi dan tindakan vasektomi bagi masyarakat yang membutuhkan. Konsultasi dapat dilakukan bersama dr. Achmad Anies Shahab, Sp.U, setiap Senin hingga Jumat pukul 12.00–14.00 WIB.
Sementara khusus hari Senin, tersedia jadwal praktik dua kali, yaitu pukul 12.00–14.00 WIB dan pukul 19.00–21.00 WIB.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |