https://surabaya.times.co.id/
Opini

Jihad Santripreneur di Era Kecerdasan Buatan

Selasa, 21 Oktober 2025 - 17:10
Jihad Santripreneur di Era Kecerdasan Buatan Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Pengajar Kewirausahaan Universitas Negeri Surabaya, Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia, Dewan Pakar HIPMIKIMDO Jawa Timur.

TIMES SURABAYA, SURABAYA – Tema Hari Santri 2025, “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia,” menyiratkan panggilan sejarah yang mendalam. Bahwa kemerdekaan tidak berhenti pada peristiwa politik, tetapi berlanjut sebagai proyek peradaban. Santri kembali dipanggil, bukan lagi dengan senjata dan bambu runcing, melainkan dengan ilmu, inovasi, dan kewirausahaan.

Dalam sejarah perjuangan bangsa, santri dan kiai bukan hanya penjaga akidah, tetapi juga penggerak ekonomi rakyat. Pesantren mengajarkan kemandirian: mengolah lahan, berdagang, hingga mengelola usaha untuk menopang dakwah. 

Di sinilah jihad dimaknai secara substantif; sebagai upaya sungguh-sungguh membangun kemaslahatan. Kini, jihad itu menemukan bentuk barunya dalam apa yang saya sebut Jihad Santripreneur di Era Kecerdasan Buatan.

Pergeseran makna jihad ini sejalan dengan teori transformative learning yang dikemukakan Mezirow: perubahan paradigma terjadi ketika individu merefleksikan pengalaman lama dalam konteks baru. 

Santri masa kini bukan hanya ahli kitab, tetapi juga pembelajar yang transformative yang mampu memadukan nilai spiritual dengan kecakapan digital. Dari sini, jihad tidak lagi dimaknai sebagai perlawanan fisik, tetapi ikhtiar kreatif membangun ekonomi umat melalui jalan kewirausahaan.

Reorientasi peran santri dan pesantren menuju entrepreneurial pesantren menjadi keniscayaan. Teori entrepreneurial orientation (Lumpkin & Dess, 1996) menegaskan bahwa keberhasilan wirausaha ditentukan oleh inovasi, proaktivitas, dan keberanian mengambil risiko. 

Ketiga karakter ini sejatinya telah lama hidup di pesantren: keberanian menempuh jalan baru, kemandirian berpikir, dan komitmen pada nilai-nilai ilahiah. Kini tinggal mengemasnya dalam format modern berbasis teknologi cerdas.

Dalam konteks ekonomi umat, jihad santripreneur menegaskan bahwa perjuangan spiritual tidak dapat dipisahkan dari perjuangan ekonomi. Ibn Khaldun dalam Muqaddimah menyebut aktivitas ekonomi sebagai bagian integral dari pembangunan peradaban. 

Tanpa kemandirian ekonomi, umat akan kehilangan daya tawar. Maka, jihad hari ini adalah jihad produktif: membangun usaha yang menyejahterakan sekaligus memuliakan.

Kecerdasan buatan (AI) membuka peluang besar bagi santri untuk memaknai ulang peran ekonomi. AI bukan musuh spiritualitas, tetapi instrumen baru dalam jihad kemanusiaan. Dalam teori socio-technical system, teknologi dan manusia bukan dua kutub yang berlawanan, melainkan entitas yang saling melengkapi. 

Santri yang memanfaatkan AI untuk mengelola pertanian pesantren, memprediksi cuaca, atau menentukan pola panen kopi, sejatinya sedang mengamalkan jihad berbasis ilmu. Ia mengubah pengetahuan menjadi keberkahan sosial.

Begitu pula pesantren yang mengembangkan market intelligence untuk memetakan pasar produk halal, mengelola zakat produktif berbasis algoritma, atau mendirikan platform edutech untuk pembelajaran kitab secara digital yang semuanya itu adalah wujud jihad kontemporer, jihad melalui inovasi.

Gerakan ini sekaligus menjadi bentuk konkret dari teori knowledge-based view of the firm (Grant, 1996), yang menyebut bahwa pengetahuan adalah sumber daya strategis utama dalam menciptakan keunggulan kompetitif. 

Pesantren, dengan tradisi keilmuannya yang panjang, justru berpeluang menjadi pusat knowledge entrepreneurship; tempat di mana ilmu agama berpadu dengan ilmu manajemen dan teknologi.

Namun, jihad santripreneur bukan semata transformasi ekonomi, melainkan juga gerakan moral. Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa kesejahteraan dunia harus berjalan seiring dengan kesucian niat. 

Maka, setiap inovasi, algoritma, dan bisnis santri harus berlandaskan maqashid syariah: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Itulah yang membedakan santripreneur dari entrepreneur biasa; bahwa laba tidak hanya diukur dengan keuntungan finansial, tetapi juga nilai keberkahan.

Pesantren, dalam konteks ini, bukan hanya lembaga pendidikan, melainkan ekosistem ekonomi spiritual. Teori entrepreneurial ecosystem menekankan pentingnya jaringan nilai, inovasi, dan kolaborasi. 

Kiai berperan sebagai moral capital dan mentor kewirausahaan, santri menjadi agen perubahan, sementara masyarakat sekitar menjadi pasar dan mitra. 

Bila setiap pesantren memiliki unit usaha modern berbasis AI (baik di bidang pertanian-perkebunan, herbal, maupun edutech) maka kemandirian ekonomi umat bukan lagi cita-cita, tetapi kenyataan.

Dengan demikian, jihad santripreneur bukan sekadar strategi bertahan di era disrupsi, melainkan strategi mengawal peradaban. Inilah implementasi nyata dari tema Hari Santri 2025: Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia. Santri tidak hanya menjaga kemerdekaan spiritual, tetapi juga memperjuangkan kemerdekaan ekonomi melalui ilmu, inovasi, dan kerja produktif.

Dalam pandangan filsafat Islam, jihad adalah kesungguhan total antara akal, hati, dan amal. Maka, jihad santripreneur sejatinya adalah jihad akal yang melahirkan ide, jihad hati yang melahirkan niat, dan jihad amal yang melahirkan karya. 

Ketika santri berwirausaha dengan kecerdasan buatan, ia sedang menulis babak baru jihad ekonomi umat (jihad yang berorientasi pada kemaslahatan, keberlanjutan, dan kemuliaan).

Jihad santripreneur adalah jihad zaman ini: jihad ilmu, inovasi, dan keberkahan. Dari pesantren ke pasar global, dari kitab ke kode digital, santri sedang mengajarkan kepada dunia bahwa spiritualitas dan teknologi tidak bertentangan. Keduanya justru bertemu dalam satu titik: amal saleh yang cerdas.

***

*) Oleh : Heri Cahyo Bagus Setiawan, Dosen Pengajar Kewirausahaan Universitas Negeri Surabaya, Direktur Utama PT Riset Manajemen Indonesia, Dewan Pakar HIPMIKIMDO Jawa Timur.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.