https://surabaya.times.co.id/
Opini

Hak Lansia di Era Digital

Selasa, 30 September 2025 - 10:36
Hak Lansia di Era Digital Jani Purnawanty, Dosen & Peneliti FH Unair, Pulitzer Centre ISF 2022-2023 Grantee tema Climate Change.

TIMES SURABAYA, SURABAYA – The International Day of Older Persons yang diperingati setiap tanggal 1 Oktober bisa menjadi momentum penataan sistem sosial agar lansia tidak tergilas perubahan zaman. Pada 2045, Indonesia akan memasuki aging population era, dengan jumlah lansia mencapai lebih dari 14 persen penduduk.

Pada saat yang sama, 2045 diproyeksikan sebagai era digital penuh di mana kecerdasan buatan (AI), internet of things (IoT), dan layanan publik berbasis data menjadi arus utama.

Teknologi menjanjikan kemudahan, tetapi apakah benar ia membebaskan? Atau justru menciptakan bentuk baru dari keterasingan? Pertanyaannya, siapkah kita menjamin hak lansia di era digital?

Lansia di tahun 2045 nanti adalah mereka yang hari ini berusia 50 tahun ke atas. Generasi ini unik: lahir di era analog, dewasa di masa transisi, lalu menua di era digital. Adaptasi teknologi mereka saat ini relatif baik. Banyak yang sudah piawai menggunakan smartphone, WhatsApp untuk komunikasi, mobile banking untuk transaksi, hingga layanan telemedicine.

Namun, kesenjangan masih ada. Tidak semua nyaman dengan aplikasi kompleks, sebagian masih mengalami hambatan digital, sementara stigma gagap teknologi membuat mereka acap dipandang sebelah mata.

Lansia di 2045 akan relatif lebih melek digital dibanding lansia sekarang. Namun ada paradoks, semakin canggih teknologi, semakin tak terkejar oleh penggunanya. Bayangkan lansia tinggal di rumah pintar penuh sensor, mengenakan gelang kesehatan yang terhubung ke AI, menerima dana pensiun lewat blockchain, atau bersosialisasi di ruang virtual.

Di satu sisi, hidup mereka bisa lebih aman dan praktis. Di sisi lain, ada risiko digital exclusion, mereka yang tidak punya keterampilan atau jika teknologi dirancang tanpa memperhatikan kebutuhan usia tua, lansia akan tersisih dari layanan dasar.

Ini yang disebut ageism, diskriminasi usia yang terabadikan dalam kode dan data. Pertanyaannya, apakah kita rela masa tua bangsa ini ditentukan oleh mesin yang tidak paham empati?

Dari perspektif keadilan, lansia tidak boleh diperlakukan sekadar sebagai kelompok yang ditanggung, melainkan sebagai warga negara yang punya hak penuh dan utuh. John Rawls dalam teori Justice as Fairness menekankan keadilan harus berpihak kepada kelompok paling rentan.

Artinya, desain teknologi dan kebijakan digital seharusnya berpijak pada kebutuhan lansia. Bila teknologi hanya ramah bagi generasi muda, maka ia adalah dunia yang tidak adil.

Sementara itu, Capability Approach dari Amartya Sen dan Martha Nussbaum menekankan bahwa yang penting bukan sekadar memberi akses, melainkan memastikan kemampuan nyata lansia dalam memanfaatkannya. Keadilan antar-generasi berarti generasi muda hari ini harus menyiapkan sistem pendidikan, infrastruktur, dan regulasi yang membuat lansia 2045 tetap inklusif dalam ekosistem digital.

Apa yang bisa dilakukan sekarang? Setidaknya empat hal. Pertama, memperkuat literasi digital dasar: mengoperasikan aplikasi, melindungi data pribadi, dan mengenali hoaks. Kedua, literasi keuangan digital: dari e-wallet hingga mobile banking aman.

Ketiga, literasi kesehatan digital: memahami telemedicine dan perangkat kesehatan pintar. Keempat, komunikasi digital sehat: menggunakan media sosial untuk menjaga relasi dan kesehatan mental.

Negara juga harus hadir lebih serius. Pendidikan digital lintas generasi bisa menjembatani kesenjangan antara anak muda dan orang tua. Aplikasi publik wajib dirancang ramah usia: ikon besar, bahasa sederhana, navigasi mudah.

Regulasi perlindungan data pribadi harus melindungi kelompok lansia secara tegas. Terpenting, layanan publik berbasis IT harus terintegrasi, bukan menambah menambah kebingungan.

Digitalisasi tidak boleh melupakan mereka yang menua. Tahun 2045 memang sering dibicarakan sebagai bonus demografi, tetapi ia juga menghadirkan tantangan demografi digital. Hari ini kita harus bisa memastikan lansia di era digital masa depan hidup bermartabat, sehat, dan tetap inklusif.

Hak lansia di era digital bukanlah isu teknologi, melainkan ukuran keadilan antar-generasi. Dunia yang adil bukan yang tercanggih, tetapi yang tidak meninggalkan siapa pun ketika waktu mengantarkan orang menjadi tua. (*)

***

*) Oleh : Jani Purnawanty, Dosen & Peneliti FH Unair, Pulitzer Centre ISF 2022-2023 Grantee tema Climate Change.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Surabaya just now

Welcome to TIMES Surabaya

TIMES Surabaya is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.