TIMES SURABAYA, SURABAYA – >Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) menjadi wadah tunggal bagi para pejuang bangsa yang pernah turun langsung di medan tempur. Salah satunya berada di Surabaya, tepatnya di Jalan Mayjen Sungkono, yang menjadi markas LVRI Jawa Timur.
Di tempat itulah, DR. T. Warman, veteran berusia 79 tahun, menghabiskan hari-harinya. Pria kelahiran Yogyakarta, 21 Mei 1946, itu pernah mengabdikan diri sebagai perwira Marinir hingga berpangkat Kolonel sebelum purnawirawan. Ia mulai menapaki karier militer sejak usia 17 tahun, pada 1963.
Warman termasuk dalam jajaran veteran pembela yang pernah terlibat dalam Operasi Seroja di Timor Leste pada 1975. Kala itu, ia masih menjabat Komandan Peleton dengan 45 prajurit di bawah kendalinya.
“Salah satu anggota saya gugur, tertembak di dada. Kami terpaksa mundur sambil membawa jasadnya dengan kuda,” kenangnya, dengan raut wajah sendu saat berbincang dengan TIMES Indonesia, 17 Agustus 2025 lalu.
Medan perang, katanya, tidak hanya berat secara fisik, tetapi juga mental. Bahkan sebelum berangkat, putranya sedang dirawat di rumah sakit untuk operasi. “Saya tidak sempat memikirkan apa pun, termasuk apakah bisa selamat atau tidak. Demi negara, saya sudah siap mati,” ujarnya tegas.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012, veteran adalah warga negara yang pernah aktif dalam kesatuan bersenjata resmi, ikut serta dalam peperangan, atau terlibat dalam misi perdamaian dunia di bawah mandat PBB. Warman menjelaskan, setidaknya ada empat golongan veteran: pejuang kemerdekaan, veteran pembela (Trikora, Dwikora, Seroja), veteran perdamaian, dan veteran anumerta.
Setiap peringatan Hari Kemerdekaan, Warman selalu mengingatkan masyarakat agar tidak melupakan sejarah. “Kemerdekaan ini bukan hadiah, tapi hasil perjuangan dan pengorbanan. Kita harus menghormati jasa para pendiri bangsa,” pesannya.
Ia berharap generasi muda meneruskan semangat juang tersebut. “Sekarang bukan lagi perang dengan senjata, melainkan perjuangan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama di bidang intelektual,” tambahnya. (*)
Penulis: Medina Azzahra (MG)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |