TIMES SURABAYA, SURABAYA – Komisi II DPR RI menyoroti persoalan sengketa tanah antara PT Pertamina dan Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Surabaya I yang berdampak luas pada ribuan warga di tiga kecamatan. Polemik ini berkaitan dengan klaim Pertamina atas tanah Eigendom Verponding (EV) 1305 seluas 134 hektar dan EV 1278 seluas 220,4 hektar.
Lahan yang disengketakan tersebut berada di wilayah Dukuh Pakis, Sawahan, dan Wonokromo, meliputi lima kelurahan: Dukuh Pakis, Gunung Sari, Dukuh Kupang, Pakis, dan Sawunggaling.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa sejak terbitnya surat klaim tersebut, Kantah Surabaya I melakukan pemblokiran administrasi pertanahan sejak 2010. Akibatnya, warga pemilik sertifikat hak milik tidak dapat mengurus balik nama, perpanjangan SHGB, peningkatan hak menjadi SHM, maupun layanan administrasi lain.
“Ada sekitar 12.500 dokumen yang diajukan warga ke BPN yang tidak bisa diproses karena objek tanah dicatat sebagai aset Pertamina,” jelas Rifqinizamy dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Setelah mendengar keterangan dari Forum Aspirasi Tanah Warga (FATWA), PT Dharma Bhakti Adijaya, serta pihak terkait lainnya, Komisi II DPR RI menyampaikan empat poin kesimpulan:
-
Komisi II menerima dan akan menindaklanjuti berbagai aduan yang disampaikan FATWA dan PT Dharma Bhakti Adijaya, pemilik Perumahan Darmo Hill.
-
Komisi II meminta Kementerian ATR/BPN menyelesaikan persoalan ini melalui jalur non-litigasi dengan memediasi PT Pertamina, Badan Pengelola BUMN, dan Kementerian Keuangan untuk pelepasan aset tanah sesuai ketentuan.
-
Komisi II meminta ATR/BPN segera memproses perolehan hak atas tanah setelah pelepasan aset dilakukan, guna memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
-
Komisi II meminta Pimpinan DPR RI memfasilitasi pertemuan lintas lembaga untuk menyelesaikan persoalan ini dan isu pertanahan lainnya.
Koordinator Umum Forum FATWA, Muchlis Anwar, berharap rapat dengan Komisi II menjadi momentum untuk membuka kembali blokir yang diberlakukan BPN Surabaya I. Ia menilai, kebijakan tersebut sangat menghambat warga dalam mengurus hak tanah mereka.
“Yang paling kami harapkan adalah sertifikat persaksian bisa ditingkatkan menjadi SHM atau SHGB. Jika blokir dicabut, program PTSL dapat kembali berjalan di wilayah kami,” ujarnya. (*)
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |