TIMES SURABAYA, BONDOWOSO – Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bagaimana perjuangan para santri dan kyai dalam upayanya merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Fakta sejarah melukiskan bahwa dalam upaya merebut kemerdekaan, para santri melakukan perlawanan di Sumatera Barat (1821-1828), Perang Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro (1825-1830), perlawanan di Barat Laut Jawa pada 1840 dan 1880, perang Aceh pada 1873-1903, dan di Cirebon Jawa Barat dengan Perang Kedongdong (1808-1819).
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan oleh seorang santri bernama Wahid Hasyim dalam menyusun kemerdekaan sangat berperan aktif dan ikut andil dalam pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia).
Usia kemerdekaan yang baru saja seumur jagung, agresi Belanda kembali mengancam kedaulatan pasca kekalahan Jepang yang sebelumnya menguasai Indonesia. Menyikapi situasi kritis, pada 22 Oktober 1945, para ulama yang diinisiasi KH Hasyim Asyari (salah satu pendiri NU) bermufakat untuk mengeluarkan Resolusi Jihad. Isinya kewajiban berjihad untuk mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan penjajah yang masih berada di Indonesia.
Puncaknya tentu saja kita kenal dalam sejarah adalah perang 10 November 1945 di Surabaya Salah satu peran santri dalam mempertahankan kemerdekaan yakni terjadinya perang 10 November yang dihimpun oleh Kiai dan para santri se -Jawa dan Madura. Tidak hanya itu, para santri di Jawa Tengah yang tergabung dalam laskar Hizbullah ikut mempertahankan kemerdekaan dengan perang di Srondol Semarang dan Ambarawa.
Heroisme perjuangan santri untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang nyaris tenggelam dalam sejarah bangsa pada akhirnya mendapatkan pengakuan dari pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 di mana setiap tanggal 22 oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional.
Anugerah hari santri tersebut menunjukkan bagaimana peran santri tidak luput dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Semangat juang yang tinggi mempertaruhkan nyawa demi merebut dan mempertahankan kemerdekaan menjadi senjata utama dalam berjuang.
Hari Santri Nasional 2024 ini mengusung tema Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan mencerminkan semangat dan peran para santri dalam rangka menjemput bonus demografi Indonesia emas 2045 dengan menyambung semangat juang kala merebut dan mempertahankan kemerdekaan, namun sekarang melawan penjajah yang tak kasat mata. Masuknya gaya hidup modern dan bentuk ideologi liberal ke Indonesia menyebabkan masyarakat melupakan nilai-nilai luhur Pancasila.
Dalam bidang budaya, globalisasi dapat memicu masuknya gaya hidup individualisme, budaya yang tidak sesuai dengan nilai Pancasila, dan perkembangan golongan masyarakat. Dalam bidang ekonomi, bisnis lokal merasakan penjajahan karena mudahnya produk-produk asing masuk ke Indonesia, dan menjadikan produk lokal kurang diminati.
Detik ini, para santri tidak lagi berhadapan dengan penjajah sehingga tidak diperlukan lagi pertumpahan darah. Kini, para santri bagaimana menyambung (semangat) juang merengkuh masa depan gemilang di tengah gempuran arus globalisasi yang semakin kuat selaksa menjadi musuh sekaligus senjata mereka dalam berjuang di zaman modern ini.
Faktanya, di tengah kuatnya arus globalisasi mereduksi nilai-nilai luhur karakter warisan leluhur yang seharusnya terpatri kuat dalam sanubari generasi penerus bangsa. Tiga dosa besar dalam lingkungan pendidikan (tak terkecuali pesantren) banyak sekali terjadi perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi menjadi parade yang tak kunjung usai episodenya. Bukan tidak mungkin jika pada akhirnya bonus demografi 2045 akan menjadi musibah demografi.
Harus menjadi tekad dan komitmen bersama bahwasannya pendidikan karakter tidak bisa dipisahkan dalam membangun jati diri bangsa, di mana karakter generasi bangsa sangat mempengaruhi masa depan sebuah bangsa. Terlebih, di tengah gelombang era digital yang begitu kuat penguatan pendidikan karakter menjadi kebutuhan utama para santri yang notabene adalah generasi penerus agar tetap menjadi pemenang di masa depan.
Langkah nyata upaya penguatan pendidikan karakter sebagai upaya merengkuh masa depan gemilang di era digital saat ini dilakukan dengan beberapa langkah seperti; membangun moral dan etika yang kuat, mengembangkan ketrampilan sosial dan profesional berbasis karakter, menghindari segala bentuk perilaku menyimpang, membentuk pemikiran kritis dan analistis, dan meningkatkan kualitas hubungan sosial dengan semangat gotong royong.
Harapannya, dengan membangun fondasi moral yang kuat pada santri, diharapkan mereka dapat menjadi generasi muda yang religius, nasionalis, kemandirian, gotong-royong, dan integritas sehingga mampu beradaptasi dengan cepat dalam lingkungan digital yang semakin berkembang.
Maka, tema sakral hari santri nasional 2024 Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan jangan hanya menjadi jargon dan parade tempelan tanpa adanya aksi nyata gerakan perubahan khususnya dari generasi penerus bangsa. Langkah nyatanya tentu saja dengan menyambung juang nilai historis perjuangan santri untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan, menguatkan nilai karakter untuk merengkuh masa depan gemilang.
***
*) Oleh : Dr. Daris Wibisono Setiawan, S.S, M.Pd, Kepala SMKN 1 Klabang Kabupaten Bondowoso.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Memaknai Hari Santri sebagai Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |