TIMES SURABAYA, SURABAYA – Polemik isu judi online telah menjadi masalah serius di Indonesia. Dilansir dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (ppatk.go.id), permainan judi online telah menyasar anak-anak usia di bawah 10 tahun.
Menanggapi isu tersebut, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya), Dr. Nadia Sutanto, S.Psi., M.Psi., Psikolog, menjabarkan faktor risiko dan gambaran psikologis ketika anak-anak terjerat judi online.
Nadia menyebut, faktor anak-anak yang terjerat judi online kemungkinan bisa dari adanya pemahaman dari keluarga tentang sulitnya mencari uang.
“Akibatnya, anak-anak akan berusaha membuktikan bahwa mereka bisa mendapatkan uang, salah satunya dari judi online. Bisa juga punya motivasi untuk aktualisasi diri. Memperlihatkan punya banyak uang di hadapan keluarga,” jelasnya, Kamis (14/11/2024).
Selain itu, anak-anak usia tersebut rentan kecanduan judi online karena mereka sedang dalam fase prinsip kesenangan.
Prinsip kesenangan adalah suatu kondisi dimana seorang anak akan mewujudkan segala sesuatu yang diinginkan. Artinya, anak-anak akan mengarahkan perilakunya pada hal-hal yang menyenangkan.
“Judi online menggiurkan karena menjanjikan uang lebih banyak dibandingkan investasi mereka. Hal ini secara impulsif memunculkan harapan akan terwujudnya kesenangan mereka jika mendapatkan keuntungan dari transaksi yang dilakukan,” imbuh Nadia.
Lebih lanjut, Nadia mengungkap mereka yang terpapar judi online biasanya menunjukkan gejala yang tampak, seperti mendadak menyimpan atau merahasiakan gadget, terutama di waktu-waktu tertentu.
“Judi berkaitan dengan teori kemungkinan. Pada anak-anak yang pernah merasakan menang, mereka akan mengingat rasa senang tersebut. Sehingga ketika kalah, mereka akan mencoba lagi dan lagi untuk menang,” ujarnya.
Melihat fenomena ini, Nadia menjelaskan penanganan yang dapat dilakukan oleh orang tua atau orang sekitar adalah memberikan edukasi mengenai makna uang.
"Anak-anak belum memiliki kontrol diri yang baik, sehingga memerlukan pendampingan orang tua. Kita diskusikan bahwa uang adalah alat tukar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Menjelaskan keadaan orang tua yang sedang kesulitan ekonomi itu perlu. Tetapi juga dijelaskan bahwa harus ada usaha, kompetensi, dan skill yang tepat untuk mendapatkan uang agar bisa memenuhi tuntutan kebutuhan,” terangnya.
Ia pun menegaskan pentingnya pengawasan orang tua dan keluarga serta lingkungan terdekat. Diskusi terbuka sangat penting dilakukan untuk perkembangan aspek pengetahuan dan perasaan anak. Terutama konsep tentang uang dan penggunaan gadget.
"Khawatirnya, anak-anak yang kesulitan mengontrol dirinya dan besarnya dorongan ingin keuntungan besar akan memungkinkan pada tindakan kriminal, salah satunya mencuri uang untuk terus digunakan dalam judi. Ajak anak untuk diskusi konsep tentang uang dan menggunakan gadget untuk fokus mengutamakan pengembangan potensi diri dengan menikmati masa-masa belajar dan bermain sesuai umurnya,” ujarnya.
Bila anak-anak sudah terlanjur terjerat judi online, Nadia menyarankan untuk segera mengatasinya, termasuk mencari pertolongan profesional.
Jika terjadi pembiaran, dapat membawa anak-anak ke arah adiksi. Jika sudah tergolong adiksi, penanganan dengan pendekatan holistik (biologis, psikologis, dan sosial) harus dilakukan secara berkelanjutan guna mengantisipasi atau mengatasi dampak adiktif yang terjadi.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Judi Online Sasar Anak di Bawah Umur, Dosen Ubaya Jelaskan Faktor Psikologisnya
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |