TIMES SURABAYA, SURABAYA – Ramai soal fenomena hujan di Kota Pahlawan yang mengandung mikroplastik. Pemerintah Kota atau Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya pencegahan pencemaran lingkungan dari bahaya mikroplastik. Mulai dari penindakan terhadap warga yang membakar sampah sembarangan hingga larangan menggunakan kantong plastik sekali pakai.
Selain itu, Pemkot Surabaya melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga akan melakukan pengkajian terkait fenomena hujan yang diduga mengandung mikroplastik. Rencananya, DLH Kota Surabaya akan menggandeng lembaga terakreditasi dan perguruan tinggi dalam pengujian tersebut.
Kepala DLH Kota Surabaya, Dedik Irianto mengatakan, pengujian itu dilakukan untuk mengetahui kebenaran dugaan adanya mikroplastik dalam bulir air hujan di Kota Pahlawan. Meski demikian, lanjut Dedik, tidak menutup kemungkinan kota-kota metropolitan seperti Surabaya, kandungan air dan udaranya berisiko terdapat mikroplastik.
“Kami akan melakukan pengujian juga, kita harus mengungkap benar atau tidak, maka kita lakukan pengujian juga. Tapi sebetulnya, kota-kota metropolitan memang sangat berisiko untuk kandungan mikroplastik ini, baik di air maupun di udara,” kata Dedik, Selasa (18/11/2025).
Kepala DLH Dedik Irianto. (Foto: Diskominfo Surabaya)
Menurut Dedik, air hujan yang mengandung mikroplastik itu bisa berasal dari berbagai hal. Salah satunya, dari sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik.
“Itu karena kena panas, kena air, kena panas, kemudian dia (plastik) apa? Hancur kan? Hancur, kemudian diterpa angin bisa saja (terbawa) ke udara,” ujar Dedik.
Selain itu, Dedik juga mengungkapkan, bahwa mikroplastik juga bisa disebabkan oleh proses pembakaran sampah yang dilakukan secara sembarangan. Menurutnya, sampai saat ini masih sering dijumpai ada warga yang membakar sampah di lingkungan rumah.
Tidak hanya itu, faktor terjadinya pencemaran mikroplastik juga bisa berasal dari kendaraan atau alat transportasi lainnya.
“Bisa dari gesekan ban dengan aspal, dan sebagainya. Ini juga bisa menjadi salah satu pemicu munculnya mikroplastik yang ada di jalan-jalan itu,” ungkapnya.
Adanya beberapa faktor tersebut, Dedik juga mengungkapkan ada dua kemungkinan potensi kandungan mikroplastik ini terbawa air hujan.
“Jadi ada dua kemungkinan, apakah itu ada di udaranya kemudian kena air lalu turun (hujan) atau uap air yang di atas itu sudah ada (mikroplastiknya). Kalau awannya sudah mengandung mikroplastik, itu mungkin awan yang ada di atas Kota Surabaya kan belum tentu dari Surabaya juga. Tapi kami akan melakukan pengujian,” paparnya.
Adanya fenomena ini, Dedik menyampaikan, Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya pencegahan pencemaran mikroplastik di lingkungan. Diantaranya, pemkot melakukan pengolahan sampah secara terpusat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo menggunakan teknologi gasifikasi power plant. Yakni mengubah sampah menjadi tenaga listrik atau energi baru terbarukan.
“Dengan teknologi ini, hasil pembakaran dari sampah itu sudah dikelola sedemikian rupa sehingga tangkapan fly ash dan bottom ash (FABA) atau abu (sisa pembakaran) yang melayang itu sudah dikelola dengan baik dan ditangkap dengan baik sehingga tidak sampai mencemari udara,” jelasnya.
Selain itu, Dedik menyebutkan, dalam mengurangi pencemaran lingkungan dari sampah plastik, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah menerbitkan peraturan wali kota (Perwali) Nomor 16 tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Di samping itu, pemkot juga seringkali melakukan yustisi terhadap warga yang melakukan pembakaran sampah di ruang terbuka, tanpa menggunakan teknologi dan ketentuan serta persyaratan.
“Nah, artinya kita juga sering menangkap masyarakat yang melakukan pembakaran sampah. Artinya secara mitigasi pemkot sudah melakukan semaksimal mungkin,” sebutnya.
Dedik mengimbau kepada masyarakat, karena aktivitas di kota metropolitan yang sangat tinggi dan berisiko menghasilkan mikroplastik. Maka dari itu, ia mengimbau kepada masyarakat di Kota Surabaya untuk menggunakan masker ketika beraktivitas di luar ruangan, sebagai upaya untuk mengurangi risiko terpapar mikroplastik.
“Selain itu kita juga menggencarkan kampanye kepada masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik. Misalnya, belanja-belanja jangan pakai tas kresek, kemudian ada anak-anak sekolah bawa tumbler, termasuk larangan membakar sampah,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dugaan Mikroplastik dalam Air Hujan di Surabaya, Ini Langkah Pemkot
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Deasy Mayasari |