TIMES SURABAYA, SURABAYA – Dalam forum diskusi bersama KPU Jawa Timur dan KPUD se-Jatim yang dihadiri berbagai partai politik, Partai Hanura Jawa Timur tampil dengan sebuah gagasan yang dinilai progresif dan relevan dengan tantangan demokrasi era digital.
Sekretaris DPD Hanura Jatim, Akhmad Nurkholis yang akrab disapa Gus Nur, menyampaikan usulan agar penyelenggaraan Pemilu di masa depan, khususnya tahun 2029 dan 2031, mulai mempertimbangkan penerapan sistem Digital Vote (E-Voting) serta penguatan regulasi melalui sistem Proporsional Tertutup.
Usulan ini berangkat dari dasar hukum Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135 yang menegaskan tentang penyelenggaraan Pemilu tingkat nasional dan daerah.
Hanura Jatim melihat bahwa ke depan, tantangan utama demokrasi bukan hanya sebatas pada kompetisi politik, melainkan juga pada efisiensi, transparansi, dan integritas proses Pemilu.
Menurut Gus Kholis, penerapan E-Voting berbasis sidik jari dan e-KTP merupakan jawaban untuk menciptakan Pemilu yang bersih, efisien, dan minim kecurangan. Dengan sistem ini, pemilih hadir di TPS, melakukan verifikasi sidik jari, lalu menekan nomor partai atau calon yang dipilih.
Data suara akan otomatis masuk ke tabulasi di TPS dan langsung terintegrasi dengan server KPUD.
“Dengan sistem ini, tidak akan ada lagi perbedaan antara jumlah kehadiran dengan jumlah suara yang diperoleh. Setiap suara langsung tercatat, akurat, dan siap direkap tanpa menunggu proses manual yang panjang,” tegas Gus Nur, Kamis (25/9/2025).
Selain itu, Hanura Jatim menilai bahwa digitalisasi Pemilu akan memangkas potensi sengketa hasil suara.
Selama ini, salah satu akar masalah adalah selisih data antara hasil perhitungan di lapangan dengan tabulasi tingkat atas. Melalui E-Voting, transparansi dapat dipertanggungjawabkan secara real time.
Tak hanya itu, usulan penerapan sistem Proporsional Tertutup juga disampaikan. Hanura Jatim menilai bahwa model ini mampu memperkuat peran partai politik sebagai wadah rekrutmen politik yang sehat.
Dengan proporsional tertutup, rakyat memilih partai, sementara partai bertanggung jawab menyiapkan kader terbaiknya untuk duduk di parlemen.
Skema ini diharapkan dapat mengurangi politik transaksional berbasis popularitas individu semata dan lebih menekankan pada kualitas kaderisasi partai.
Forum diskusi tersebut memperlihatkan bahwa wacana digitalisasi demokrasi semakin menemukan momentumnya.
Di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, gagasan Hanura Jatim layak mendapat perhatian sebagai upaya modernisasi Pemilu, sekaligus langkah strategis untuk menjaga kepercayaan publik terhadap demokrasi Indonesia.
Gus Nur menegaskan, Hanura Jatim meyakini, demokrasi yang sehat membutuhkan inovasi. Jika Pemilu terus berjalan dengan pola lama, risiko kecurangan dan inefisiensi akan tetap menghantui.
"Sebaliknya, dengan keberanian melangkah ke arah digital, bangsa ini dapat membangun Pemilu yang lebih kredibel, efisien, dan berintegritas," ujarnya.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |