TIMES SURABAYA, SURABAYA – Berjalannya program MBG (makan bergizi gratis) mendapat perhatian dari banyak kalangan baik pelaku usaha, praktisi kesehatan hingga jurnalis.
Bentuk dukungan ini tertuang dalam diskusi bertema Peran Stakeholder dan Media Dalam Mendukung Program Makan Bergizi Gratis di Surabaya.
MBG mengingatkan kembali pemberian asupan bergizi gratis bagi anak-anak Indonesia. Jauh sebelum program MBG dijalankan, para pelajar setiap hari mendapat susu gratis namun berbeda dengan sekarang yang lebih kepada makanan. Saat itu asupan susu yang diterima para siswa untuk menambah protein di dalam tubuh.
Program MBG yang saat ini tengah berjalan tidak hanya berpikir mengenai peningkatan gizi bagi anak-anak saja. Di program ini, juga memiliki makna holistik yang memiliki irisan kuat dengan kesejahteraan masyarakat.
“Ada sepuluh keunggulan program MBG. Di antaranya mendukung ketahanan pangan, membangun sustainable ecosystem, memberikan pelatihan untuk peningkatan kapasitas, menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendatapaan, dan membuka peluang investasi untuk hilirisasi. Bukan semata-mata memberi makan bergizi,” ujar Kepala Seksi Kesehatan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Jawa Timur, Cici Swi Antika saat forum discussion group, Jumat (28/2/2025).
Tantangan terbesar program ini adalah mengatasi kekurangan gizi, kekurangan zat gizi mikro, dan obesitas. Belum lagi kematian ibu melahirkan dan stunting masih mengkhawatirkan, kendati ada penurunan.
Berdasar data dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, angka kematian ibu (AKI) di Jatim pada 2024 mencapai rencana strategis, yakni 82,56 per 100.000 atau masih di bawah 93,34. Begitu juga dengan kematian bayi (AKB) pada 2024 tercatat 3.754 atau turun dari tahun 2023 yang mencapai 3.938.
“Meski turun, dibutuhkan percepatan penurunan semua sektor. Nah, program MBG ini sejalan dengan pengentasan stunting baik nasional maupun di Jatim. Meskipun angkanya turun, tapi masih cukup tinggi. Itu sebabnya kami butuh lintasektor. (Dinkes Jatim) tidak bisa jalan sendiri,” Cicik menambahkan.
Berdasarkan data dari e-PPGBM (Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) rata-rata prevalensi stunting Januari-November 2024 di Jatim 5,96 persen. Angka ini turun 0,08 persen dari capaian Januari-Juni 2024, yakni 6,10 persen dan sudah di bawah target 14 persen.
Bila penurunan AKI, AKB, obesitas maupun stunting bisa diatasi, Dinkes Jatim menyoroti risiko anemia yang masih tinggi di kalangan pelajar SD/MI kelas satu hingga enam. Pada tahun 2023, jumlah penderita anemia kelompok usia ini 0,52. Sedangkan triwulan ketiga 2024 justru naik menjadi 0,14.
Adapun sasaran utama program MBG ini anak sekolah dan pesantren di seluruh jenjang ibu hamil dan balita bermasalah gizi, ibu menyusui, dan balita bergizi normal.
Sebetulnya, program edukasi dan makanan bergizi ini juga telah diinisiasi oleh PT Frisian Flag Indonesia, dengan visi Nourishing Indonesia to Progress. Latar belakang ini didasari dari hasil temuan South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS) II di empat negara, Indonesia, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
“Masih ada anak-anak yang belum tercukupi secara gizi hariannya untuk kalsium, maupun vitamin D. Bahkan, satu dari empat anak masih stunting, anemia pada remaja putri, kurangnya pemenuhan zat besi dan sejumlah anak-anak urban mengalami overweight,” ungkap Corporate Communication Manager PT Frisian Flag Indonesia, Fetti Fadliah.
Dukungan untuk selalu mengonsumsi susu juga disampaikan Wakil Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat (PKGM FKM) Universitas Indonesia, Prof. Dr. drg Sandra Fikawati MPH.
“Kami memiliki survei bahwa konsumsi susu di Tanah Air masih rendah. Masih 16 liter per kapita per tahun. Masih jauh dari negara maju seperti Belanda yang sudah 250 liter per kapita per tahun,” terangnya.
Sementara itu Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Lutfil Hakim menegaskan MBG sudah diterakan di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Finlandia, Denmark, Brasil, Jepang, Korea, dan India.
“Ini program yang positif dan sangat penting untuk diberikan. Tinggal evaluasi penyaluran logistiknya, distribusinya, hingga operasionalnya,” ungkap Pak Item, sapaan lekatnya.
Terlepas dari itu, ia meminta pers wajib terlibat sebagai salah satu stakeholder. Menyitir Pasal 3 dan Pasal 6 UU Pers, ia meminta media memberi koreksi dan edukasi. Hanya saja ia meminta agar media memahami seluruh proses edukasi hingga memberi kritik. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Program MBG Dukung Ketahanan Pangan Secara Sustainable
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |